"Kini tuh udah nggak zaman yang namnya nggak bisa move on," kata Johan sambil mengunyah bakwan yang berada di tangannya.
"Songong lo, kemarin aja tiap hari ke rumah gue sambil mewek karena diputusin," jawab Donny, salah satu temannya.
"Kemarin ya, bukan sekarang," bela Johan tak ingin kalah.
"Sama aja woi," sahut Andi, yang juga merupakan teman Johan.
Sesekali mata Johan melirik sosok yang berada di hadapannya. Entah orang yang di diliriknya ini sadar atau tidak, sepertinya dia sangat fokus dengan benda pipih yang di genggamannya. Sesekali menggulir layar dan jari-jarinya yang menari-nari di atas keyboard.
Yang tadinya hanya melirik kini Johan terang-terangan menatap sosok yang ada di hadapannya itu. "Barusan bilang nggak zaman yang namanya nggak bisa move on, lah ini ngeliatin mantan nggak pakek ngedip, ck," cibir Renata yang duduk di sebelah seseorang yang di perhatikan Johan tadi.
Semua mata yang sedang berada di meja kantin itu pun sontak melihat subjek yang baru saja dikatai oleh teman cewek meraka itu. Benar saja, meskipun sudah disindir namun yang disindir pun tetap bergeming seolah sindiran dari temannya tak menjadi masalah untuknya.
"Woi Han." Andi menepuk sebelah bahu Johan.
Renata akhirnya menyikut perempuan di sebelahnya. "Al, lo di perhatiin tuh," bisiknya.
Seorang yang disebut Al tadi pun mendongak. Dia hanya menaikkan alisnya sebelah melihat cowok di hadapannya sambil menatapnya. Selang beberapa menit kemudian kembali memfokuskan dirinya ke benda pipih yang masih di genggamannya yang tak henti bergetar.
"Yahh dikacangin." Terdengar seperti mencibir penuh kekehan dari Andi. "Jangan gitu lo Ndi, nanti dia mewek lagi kan kita juga yang repot," ujar Donny.
"Heh! Gue nggak pernah mewek, ya. Yang ada lo berdua sering mewek gara-gara nggak pernah diterima kalau nembak cewek," sahut Johan merasa tak terima.
"Sok tau lo, orang kita nggak pernah nembak cewek huuu."
"Oh iya, gue lupa lo pada emang nggak suka cewek." Johan menimpali.
"Anjir, ngeri."
"Kalaupun suka cewek nggak bakal ada yang suka sama lo berdua." Lagi-lagi Johan mencibir dua temannya.
"Kampret lo Johan!"
"Ta, itu temen lo sibuk banget kayanya," ujar Johan yang tak memperdulikan umpatan dari teman-temannya. Ia justru lebih tertarik dengan perempuan di hadapannya ini.
"Dia kan wakil ketos," jawab Renata santai.
"Gue ketuanya aja, B aja tuh," ucap Johan sambil mencibir.
"Ya suka-suka dialah, kan lo bukan siapa-siapanya dia lagi," kata Andi dengan sarkas.
"Gue cuma nanya, kenapa lo yang sewot woi," jawab Johan kemudian mengambil gorengan lagi dan memakannya.
"Eleh bilang aja masih cinta nggak bisa move on." Kini giliran Donny yang mencibir sahabatnya itu.
Johan memilih diam tak ingin merespons semua perkataan teman-temannya. Percuma pikirnya. Lebih baik dia memakan makanannya sebelum bel masuk berbunyi.
"Eh, Al, lo tau nggak sih? Katanya ada anak kelas sepuluh yang suka sama lo." Tiba-tiba Renata berbicara setelah meminum minumannya.
Melihat tak ada respons dari sang sahabat Renata pun geram. "Woii Aletaaaa," pekiknya ke kuping sahabatnya itu.
"Astaga Ta, ini kuping kali bukan toa," keluh Aleta karena telinganya seperti sedang di serang beribu-ribu prajurit yang berteriak mereka siap perang.
"Habisnya lo nggak denger gue ngomong, sok serius banget lo sama HP," omel Renata.
"Ya nggak usah ngomel juga kali. Kenapa?" tanya Aleta yang mengeluarkan room chatnya.
"Ada adek kelas yang suka sama lo," kata Renata.
"Oh."
"Oh doang?" tanya Renata tak habis pikir. Dia pikir Aleta akan menunjukan reaksi keingintahuannya.
"Ya terus gue harus jawab apa?" Aleta justru balik bertanya.
"Tau ah lo." Renata mencibir, temannya yang satu ini benar-benar menguji kesabarannya.
"Siapa yang suka sama Aleta?" tanya Johan kemudian.
"Kepo," jawab Renata tak berniat memberi tahu Johan.
"Gue wajib tau, siapa?" tanya Johan yang masih ingin tahu.
"Hiii, siapa lo wajib tau? Pacar? Kan udah nggak," sahut Andi.
"Gue mantannya Aleta. Kenapa? Aelah gue tu cuma pengen tahu doang. Seenggaknya yang suka sama mantan gue ini nggak turun level dari gue, ya, walaupun sebenarnya gue itu tetap berada di level atas." Johan sangat percaya diri mengatakan kalimat barusan. "Iya nggak, Tan?" lanjut Johan melirik ke arah Aleta dengan sebutan Tan-mantan.
Aleta hanya melirik sekilas dan tidak merespons apapun. Sontak Andi dan Donny menertawai Johan yang sudah berapa kali tidak di respons oleh Aleta.
"Aelah lama-lama gue buang juga tu HP," kata Johan yang tampak kesal.
Tapi tetap tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Aleta untuk menjawab perkataan Johan.
Melihat ekspresi Andi dan Donny yang sudah puas menertawainya, membuat Johan semakin kesal. Akhirnya muncullah satu ide di otaknya.
"Ish, HP gue," kata Aleta melihat ponsel nya yang sudah beralih di tangan Johan.
"Apasih yang ada di HP lo sampai jawab gue ngomong aja nggak bisa?" tanya Johan sambil mengecek ponsel Aleta.
Sial ponsel Aleta layarnya sudah mati, dan saat di hidupkan timbul lah beberapa kode sandi yang harus di isi untuk membuka ponsel tersebut.
Johan tidak tahu apa sandi ponsel Aleta tetapi dia benar-benar penasaran apa yang sedang Aleta perhatikan di benda pipih ini sampai dirinya harus menjadi bahan tertawaan Andi dan Donny karena di abaikan oleh Aleta.
Jari-jari Johan menekan empat digit angka dan kemudian ponsel Aleta terbuka menampilkan walpapernya. Johan melirik ke arah Aleta dan mendapat respons angkatan alis dari Aleta.
"Oh, jadi ternyata lo belum bisa move on dari gue?" tanya Johan dengan seringai di wajahnya.
Aleta menyerngitkan dahinya. Apa yang dimaksud cowok di hadapannya ini?
Johan mencondongkan sedikit badannya ke arah Aleta sambil tersenyum penuh arti. "Iya kan? Lo yang belum move on sebenarnya? Ngaku."
Aleta memutar malas bola matanya. "Oke oke gue tau sih gue emang susah di lupain, tapi sorry, ya, kalau untuk balikan kayanya gue nggak bisa." Johan tersenyum penuh arti mengatakan itu seolah Aleta sudah meminta untuk kembali kepadanya.
Aleta mencondongkan badannya juga yang berdampak menjadikan wajah mereka sangat dekat saat ini. Embusan napas masing-masing pun dapat dirasakan dengan jelas oleh keduanya.
"Pertama. Gue udah dari tahun kapan move on dari lo." Aleta menarik napas sejenak.
"Kedua. Gue nggak pernah ada niatan mau balikan sama lo," kata Aleta selanjutnya menatap Johan dengan lekat lalu mengambil ponselnya di tangan Johan.
Aleta berdiri lalu kemudian mengacak rambut Johan yang masih bergeming di tempatnya. "Bye-bye mantan," kata gadis itu sambil tersenyum dan berlalu.
...
Next?
Salam
Nunik Fitaloka ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish Look for Miracle | Lengkap √
Teen Fiction(Re-publish) Judul awal "Aleta" Kamu akan tetap menjadi mentariku kala gelap menghampiri... Kamu tetap menjadi mentariku kala malam menemani... Kamu tetap menjadi mentariku bahkan ketika dunia tak mengizinkan mentari dan bintang bersatu... Kisah...