Bab 17 - Sebuah foto usang

1.6K 60 16
                                    

Bab 17

Selamat membaca.

...

Terhitung sudah tiga hari sejak Aleta dan Johan ke kota tua malam itu. Arna sudah pulang. Rumah rasanya kembali seperti semula. Aleta tak sendiri lagi melewati malamnya. Hari ini merupakan hari libur dan Aleta menghabiskan waktu liburnya bersama sang Oma untuk memasak kue.

Mata Aleta terfokus kepada adonan kue tapi pikirannya terus saja melayang dengan kotak yang ia terima pada malam itu. Aleta memang pelupa tapi untuk yang satu ini ia tak bisa melupakannya begitu saja. Isi dalam kotak itu terus saja membuat tanda tanya di kepalanya kian merebak.

Isi kotak itu ingin membuat ia teriak dan memaki diri sendiri. Mengapa dia tidak menjadi orang yang terkena amnesia saja agar dia tak perlu mengingat apa yang berada di dalam kotak itu. Mengapa sifat pelupanya bukan untuk sesuatu hal yang penting saja. Mengapa ingatan itu masih begitu lekat di memorinya? Mengapa ingatan itu tidak hilang saja di makan waktu? Aleta lelah mengingat sesuatu yang terus saja berusaha menggerogoti hatinya ini.

Untuk kesekian kalinya Aleta mencoba fokus dengan adonan kue yang sedari tadi ia kerjakan. Ia tak ingin Oma mencurigai bahwa dirinya sedang memikirkan sesuatu. Ia juga tak ingin Oma mengetahui mengenai kotak itu.

Aleta menghela napas sesaat lalu memasukkan adonan yang sudah dibuatnya ke dalam oven. Arna terlihat sedang membersihkan peralatan yang habis di gunakan untuk membuat kue. “Al, ajak Johan gih ke rumah bilangin Oma masak kue,” kata Arna sembari mengelap beberapa noda di atas meja.

Aleta menutup oven lalu menjawab, “nggak usah Oma. Cucu Oma ada buat ngabisin semua kue yang kita buat, tenang.”

Tak lama ponsel Aleta yang berada di dalam sakunya berbunyi.

“Halo?” sapanya mengangkat telepon.

Hai, gue ke rumah, ya?”

Aleta memutar bola matanya malas. Yang menelponnya adalah Johan. Untuk apa dia ingin ke rumahnya? Apa dia mendengar perkataan dirinya dan Oma? Menyebalkan.

“Nggak ada. Mau ngapain sih?” tanyanya.

Mau minta temenin cari barang lagi.”

“Kenapa mesti sama gue sih? Ganggu waktu libur gue tau nggak,” keluh Aleta.

“Oke, lima menit lagi gue sampai. Eh nggak deng, sepuluh menit lah. Bye.”

Telepon terputus. Aleta mengendurkan bahunya seraya menghela napas dalam-dalam. Johan sangat menyebalkan. Sebenarnya yang sedang PDKT Johan atau dirinya? Mengapa dirinya selalu di buat repot oleh manusia bernama Johan itu.

***

Jelas saja kini Johan dan Aleta sudah berada di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta. Setelah menghabisi kue dirumahnya dengan mudah Johan membawanya kemari. Tentu saja Oma yang akan mudah memberi izin kepada Johan untuk membawa Aleta dan alhasil Aleta tak bisa menolak.

Johan sedang tampak memilih-milih sepatu dan Aleta hanya menunggu di luar toko. Dia tidak berminat masuk. Lalu tak lama Johan keluar sembari membawa dua pasang sepatu dan memperlihatkannya kepada Aleta lalu meminta pendapat yang mana yang lebih baik.

Aleta hanya menunjuk sepatu putih dengan list biru sedikit di bagian bawahnya. Menurutnya itu yang lebih menarik. Alhasil Johan menurut dan membayar sepatu itu. Namun Aleta sempat mengerutkan keningnya karena Johan membawa dengan dua paper bag.

Johan yang tahu hal itu akhirnya menjelaskan bahwa Johan sengaja membeli dua pasang biar seperti couple. Aleta hanya menggeleng-geleng sambil memutar malas kedua matanya. Dasar Bucin!

Wish Look for Miracle  | Lengkap √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang