Semuanya kini sudah memiliki titik terang. Aleta menyimpan rapat setiap kejadian yang ia lalui beberapa hari ini ke dalam ingatannya. Terakhir, kemarin tentang ayahnya. Dia merasa begitu bahagia bisa kembali melihat ayahnya. Memeluknya sambil menangis dalam dekapan yang begitu dia rindukan.
Meski ini semua tak akan ada yang berubah. Revan mungkin akan semakin membencinya karena nyatanya kini Aleta sudah kembali berkomunikasi dengan ayahnya. Keluarganya yang tidak akan utuh seperti dahulu karena pedihnya kini Ayah ataupun ibunya telah memiliki kehidupan sendiri bersama cinta sendiri pula.
Sang Ibu, hanya itu satu-satunya orang yang belum Aleta temui lagi sejak pertemuan pertama mereka. Dia akan menemui ibunya dan akan melakukan hal yang sama seperti yang kemarin dia lakukan kepada ayahnya. Meminta maaf, memeluk lalu saling mendekap disela isakan rindu dan pilu. Setelah itu Aleta hanya perlu menikmati waktu yang ia miliki. Hanya perlu menghargai dari setiap detik waktu yang Tuhan berikan kepadanya. Menjadikan waktu berharganya menjadi kebahagiaan yang tak akan ia lupa untuk kehidupan berikutnya.
Semuanya akan kembali terasa lengkap di waktu yang tepat. Sebelum waktunya berakhir bahagia perlahan mulai kembali mengisi ruang sudut hatinya. Percikan tawa mulai akan menghiasi wajahnya.
"Udah siap?" Suara Johan menyadarkan Aleta dari lamunannya.
Aleta tersenyum antusias lalu mengangguk. "Udah. Ayuk pergi," ajaknya.
"Ini udah malam. Lo nggak pakai jaket?" tanya Johan melihat tubuh Aleta yang hanya berbalut baju kaos panjang.
Malam ini rencananya Aleta ingin ditemani ke rumah sakit untuk menemui Pricille. Dia ingin melihat keadaan gadis itu. Meskipun gadis itu belum sadar tapi Aleta yakin dia akan merasakan kehadiran setiap orang yang menjenguknya.
"Mager kalau ke dalam lagi. Keburu habis jam besuk. Pergi sekarang yuk," ajak Aleta lagi.
"Sengaja banget nggak pakek jaket, biar gue pakein jaket gue?" goda Johan.
Aleta menyipitkan mata lalu tersenyum miring. "Enggak sih, kecuali lo mau sok romantis." Aleta menatap Johan dengan tatapan menjengkelkan.
"Dih," balas Johan.
"Udah gue tebak lo nggak bakal seromantis itu. Halah mana mau seorang Johan dingin-dingin buat-" Aleta menghentikan kalimatnya ketika Johan sudah berada begitu dekat dengannya. Wajah laki-laki itu hanya berjarak beberapa centi dan embusan napasnya dapat Aleta rasakan.
Johan melepaskan jaketnya lalu semakin mendekatkan tubuhnya seperti memeluk Aleta hanya saja masih berjarak. Sedikit.
Aleta bersusah payah menahan desiran dalam dirinya. Rasanya masih begitu mendebarkan berada sedekat itu. Perlahan tangan Johan melampirkan jaketnya ke tubuh Aleta.
"Pakek yang bener. Tangan lo masukin," kata Johan sambil menjauhkan sedikit tubuhnya dan menatap Aleta.
Aleta masih bergeming. "Ck, segitu deg-degannya kalau deket gue." Johan tersenyum miring melihat Aleta tak bergerak sedikitpun dengan wajah yang ... entah sulit dijelaskan.
Aleta tersadar dan mengalihkan pandangannya kemudian memasang jaket dengan benar. Dikeluarkannya rambutnya yang semula berada di dalam jaket lalu menatap Johan. Ternyata Johan masih menatapnya, lengkap dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya. "Ish. Biasa aja kali liatin guenya," kata Aleta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish Look for Miracle | Lengkap √
Novela Juvenil(Re-publish) Judul awal "Aleta" Kamu akan tetap menjadi mentariku kala gelap menghampiri... Kamu tetap menjadi mentariku kala malam menemani... Kamu tetap menjadi mentariku bahkan ketika dunia tak mengizinkan mentari dan bintang bersatu... Kisah...