Tidak perlu menghancurkan kebahagiaan orang lain untuk menemukan kebahagiaan diri sendiri.
...Ini bab sebelum ending.
Menurut kalian bakal happy or sad ending?
Selamat membaca kisah Johan-Aleta.
...
“Kita mau ke mana, Ma?” tanya Aleta sambil memandang ke arah orang yang tengah mengendarai mobil.
Iya itu Ibu tirinya. Semenit setelah Johan meninggalkan pekarangan rumah bundanya. Sarah datang menemuinya.
“Mama mau bicara sama kamu. Kamu enggak keberatan, kan?” Aleta menggeleng mendengar pertanyaan Sarah yang sama seperti tadi ketika perempuan paruh baya itu menghampirinya.
Dia tentu tidak sama sekali keberatan. Hanya saja tak tahu mengapa kini dirinya begitu gelisah. Tadi ponselnya sempat berbunyi dan ia menerima pesan dari Riki yang menanyakan keberadaannya. Namun, baru membalas bahwa dirinya pergi bersama Sarah ponselnya sudah mati lebih dulu karena batre yang habis.
Aleta memandang lurus ke depan mencoba mengabaikan rasa gelisah yang sedari tadi ia rasakan. Sebenarnya gelisah apa ini?
Seiring dengan melajunya mobil Aleta sempat merasa bingung dengan jalan yang ia lalui. Jalan ini mulai terlihat asing baginya. Sebenarnya mereka akan ke mana?
Sampai akhirnya mobil berhenti dan Sarah mengajak Aleta turun. Tidak ada yang Aleta lakukan kecuali menurut. Meski semakin ke sini dia semakin merasa ini aneh.
“Ma, ini di mana?” tanya Aleta ketika melihat rumah tiga tingkat menjulang di hadapannya.
“Ini rumah Mama. Kita bicara di dalam, ya? Nanti Mama antar pulang, kok.” Sarah menggiring putri tirinya itu untuk memasuki rumah tiga tingkat tersebut.
Sarah terus menggiring gadis itu menaiki tangga hingga mereka berada di lantai paling atas. Lebih tepatnya sebuah rooftop usang. Tentu saja suasana remang-remang karena hanya berterangksn cahaya bulan di atas sana.
Sarah berjalan lebih dulu mengarah ujung rooftop. Ia berdiri di sana sambil melipat tangannya dan sesekali mengelus lengannya yang diterpa angin.
“Mama suka tempat ini.” Kata yang pertama kali Aleta dengar saat Ibu tirinya berdiri di sana.
“Kamu udah tahu yang sebenarnya ya, Al?” Sarah kembali membuka suaranya.
Aleta mendekat ke arah perempuan paruh baya itu. Dilihatnya dari samping sosok perempuan yang sudah menggantikan bundanya selama limat tahun itu.
“Iya. Aleta udah tahu semuanya. Aleta juga udah ketemu sama bunda. Ibu kandung Aleta,” jawab Aleta.
“Kamu benci Mama pasti ya?” tanya Sarah lagi.
Aleta menggeleng dengan cepat. Mana mungkin ia membenci perempuan yang sudah mau mengurus masa kecilnya itu?
“Kenapa Aleta harus benci Mama? Harusnya Aleta berterima kasih Mama mau ngurus Aleta dulu layaknya anak kandung Mama,” balasnya dengan tulus.
Sarah mengangguk sambil tersenyum dan mengubah posisi badannya menghadap putri tirinya itu. Dipandangnya dengan lekat lalu tangannya beralih mengelus rambut Aleta dengan lembut. Berikutnya beralih memeluk tubuh mungil gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish Look for Miracle | Lengkap √
Ficção Adolescente(Re-publish) Judul awal "Aleta" Kamu akan tetap menjadi mentariku kala gelap menghampiri... Kamu tetap menjadi mentariku kala malam menemani... Kamu tetap menjadi mentariku bahkan ketika dunia tak mengizinkan mentari dan bintang bersatu... Kisah...