Biarkan bahagia yang hanya tersimpan dalam memorimu mengenai aku. Tidak perlu pedihnya juga.
...Hai, maaf baru bisa update.
Seperti biasa. Mari bantu menemukan typo.
Ini mendekati ending, yap.Selamat membaca.
...
“Aleta senang bisa kumpul gini sama Oma, Papa dan Bunda.” Aleta menatap satu persatu yang ia sebutkan.
Tiyas tersenyum dan mengelus punggung tangan Aleta yang terletak di meja.
Seperti rencana Aleta, ia sengaja mempertemukan Papa, Bunda juga omanya di satu tempat. Di kafe ini.
Oma sudah meminta maaf kepada Bunda begitupun dengan Papa. Semua sudah berbesar hati dengan keadaan sekarang. Aleta bahagia. Sangat bahagia.
“Pa, Aleta boleh minta satu hal?” tanya Aleta menatap dengan penuh permohonan.
“Apa? Selagi Papa bisa, Papa kabulkan.”
“Lepaskan Revan. Jangan tuntut Pricille.”
“Enggak bisa gitu dong, Al, mereka harus mendapat ganjaran atas apa yang mereka perbuat.” Oma menyela sebelum Ayah Aleta menolak atau mengiyakan permintaan putrinya.
“Aleta enggak mau ada benci. Lagian Revan dan Pricille melakukan itu semua karena punya alasan, Oma.” Aleta beralih menatap ayahnya. “Mau kan, Pa?”
***
Usai makan malam bersama keluarga yang ia impikan, Aleta pulang bersama Oma. Bunda memintanya untuk bermalam di rumah bersama dirinya juga Riki tapi Aleta menolak. Aleta harus memastikan sesuatu dulu sebelum menghabiskan waktu sebanyaknya bersama Bunda yang sudah lama terpisah dengannya.
Keadaan mental bunda pun belum terlalu baik. Bunda hanya kembali ingin bicara dan belajar memulai kembali aktivitas hidupnya karena bertemu putrinya tetapi, sebagian hatinya masih pilu dan sendu karena Alrifta yang tak kunjung membuka mata.
Untuk itu, Aleta memastikan kepada Riki bahwa bunda tak boleh tahu tentang penyakitnya. Itu akan membuat bunda semakin terpuruk. Sekarang, Aleta hanya perlu mendiskusikan dengan Oma.
“Aleta mohon, ya, Oma.” Ini kesekian kalinya Aleta memohon. Oma tak mau menyetujui dengan alasan bahwa kebohongan akan jauh lebih menyakitkan nantinya. Namun, persepsi Aleta tak begitu. Baginya, setidaknya kebahagiaan bunda tidak langsung sirna dengan sekejap mata.
Puing-puing kerinduan itu jelas masih begitu terasa dan bergejolak. Bagaimana mungkin Aleta bisa mematahkan semua itu dengan fakta bahwa bunda akan kehilangan lagi dirinya. Kali ini selamanya. Tak akan ada kemungkinan sekecil apapun untuk bertemu. Tidak seperti dulu ketika terpisah.
“Ini permintaan Aleta yang terakhir. Oma yakin enggak mau ngabulin?"
Arna menghela napas. “Al, Dokter Maya selalu cari cara supaya kamu bisa sembuh bukan dengan kemoterapi yang hanya menghambat.”
“Oke. Anggap aja gitu. Aleta benar-benar mohon sama Oma.” Aleta hampir putus asa. Mengapa omanya kali ini begitu sulit dibujuk?
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish Look for Miracle | Lengkap √
Fiksi Remaja(Re-publish) Judul awal "Aleta" Kamu akan tetap menjadi mentariku kala gelap menghampiri... Kamu tetap menjadi mentariku kala malam menemani... Kamu tetap menjadi mentariku bahkan ketika dunia tak mengizinkan mentari dan bintang bersatu... Kisah...