Aleta keluar dari ruangan Dokter dengan raut wajah yang lesu. Kepalanya sedikit pening. Mengingat semua keterangan Dokter mengenai keadaan Omanya membuat dia kembali berpikir.
"Jadi begini, Ibu Arna memang tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Serangan jantung yang tiba-tiba menghampiri Ibu Arna disebabkan oleh keadaan setres yang tinggi. Banyak kecemasan yang sepertinya sudah menumpuk di dalam dirinya, amarah yang sudah tidak terbendung juga memicu datangnya serangan jantung. Untung Ibu Arna segera dilarikan ke rumah sakit sebab jika lebih lama saja itu akan memperburuk kondisinya. Untuk itu, anda sebagai keluarganya harus sering mengontrol kondisinya jangan sampai dia terlalu sering merasa cemas atau memicu beliau mengeluarkan amarah yang berlebihan. Sekarang kita hanya menunggu beliau sadar setelah itu akan diperiksa lagi."
Tuturan Dokter selalu terngiang di telinga Aleta. Aleta tidak tahu kecemasan dan amarah apa yang di alami Omanya sampai bisa terkena serangan jantung. Apa yang sebenarnya sedang di alami sang Oma. Dia tidak mengerti, selama ini dia melihat Omanya baik-baik saja. Tidak ada raut kecemasan atau apapun. Apa Aleta seburuk itu sampai dia tidak bisa mengenali masalah atau tekanan yang dihadapi Omanya saat ini?
Aleta berhenti di depan ruangan rawat Arna. Dia duduk di bangku yang ada di depan sana. Johan belum pulang. Dia juga ikut menemani Aleta saat masuk ke ruangan Dokter tadi.
Aleta memegang kepalanya, mengusap wajahnya frustasi lalu menangkupkan kedua tangannya di wajah. Kemudian dia merasakan tangan seseorang mengelus bahunya seperti ingin menenangkan.
Aleta tak bergeming dia tetap bersembunyi di balik tangannya. Napas gadis itu naik turun beserta pening kembali menghampiri kepalanya.
"Oma lo akan sadar lo tenang jangan sampai ikutan sakit." Aleta menegakkan wajahnya lalu menatap ke arah Johan yang masih menautkan tangannya di bahu Aleta.
"Gue seburuk itu, ya, sampai selama ini Oma sering cemas gue nggak tau?" tanya Aleta.
Johan menggeleng sambil tersenyum. "Lo nggak boleh berpikiran gitu. Nanti setelah Oma keluar lo bisa diskusikan maslah ini. Lo bisa tanya apa penyebab Oma cemas atau marah sehingga dia seperti sekarang, tapi untuk sekarang lo hanya perlu tenang dan berdoa dengan tenang kondisi badan lo nggak akan tumbang," jawab Johan.
Aleta mengalihkan pandangannya lalu tangan kanannya mengusap dahinya dengan lelah. "Semoga Oma baik-baik aja," lirih Aleta.
Lalu berikutnya dia bersama Johan masuk ke dalam ruangan rawat Arna. Mereka kembali menunggu sadarnya Arna. Sejak kemarin Aleta tidak tidur kecuali tidur sebentar saat Riki yang menemani kemarin.
Cekungan di mata Aleta menjadi isyarat bahwa dia tampak sudah sangat lelah. Johan menyuruhnya tidur tapi dia menolak. Aleta hanya memandangi Omanya berharap ia membukakan mata. "Oma, Aleta kangen Oma. Oma bangun, ya?" gumam Aleta sambil terus mengelus tangan Arna yang ditempelkannya di pipinya.
"Al," panggil Johan.
"Johan, Oma kenapa belum bangun?" tanya Aleta.
Johan meraih bahu Aleta menghadapkan gadis itu kepadanya. "Gue tau lo capek. Kalau lo mau numpahin semuanya, gue siap buat jadi sandaran lo," kata Johan.
Detik itu juga air mata melalui pelupuk mata Aleta. Aleta lelah menahan semuanya, ia cukup sudah berusaha terus tegar. Nyatanya tetap saja dia hancur. Tangan Johan mulai mendekapnya. Posisi Johan yang semula berdiri kini berlutut agar Aleta bisa berada dalam dekapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish Look for Miracle | Lengkap √
Fiksi Remaja(Re-publish) Judul awal "Aleta" Kamu akan tetap menjadi mentariku kala gelap menghampiri... Kamu tetap menjadi mentariku kala malam menemani... Kamu tetap menjadi mentariku bahkan ketika dunia tak mengizinkan mentari dan bintang bersatu... Kisah...