2. Pertama-tama

87 6 1
                                    

Langit kali ini berlukiskan awan putih bersih yang memberi simbol keceriaan pada alam raya. Begitupun pada hatiku hari ini.

Hari ini adalah hari terakhir Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Bermacam-macam kesan aku dapati dari acara ini. Kebetulan, aku dipilih oleh kakak pembimbing sebagai ketua regu di kelasku. Dari sanalah semangatku meluap-luap.

Dan beruntungnya, aku masuk kelas unggulan yang mungkin saingannya akan sangat sulit. Tapi aku nikmati. Sebab, teman-teman sekelasku baik-baik dan ramah-ramah. Aku memiliki banyak teman yang tak dapat aku sebutkan satu persatu. Namun mereka yang menjadi temanku adalah manusia baik-baik dari berbagai daerah dan dari berbagai karakter. Meskipun pada kenyataannya terdapat orang jahat atau nakal diantara mereka, tetapi mereka selalu berbuat baik padaku sebagaimana aku berbuat baik pada mereka.

Aku selalu welcome untuk berteman dengan siapapun tanpa pilih-pilih teman. Justru dengan bermacam-macam karakter dan sifat, wawasan sosialku bisa bertambah. Meskipun temanku banyak, Tuhan memilihkanku diantara mereka sebagai sahabatku.

Lulu. Gadis bertubuh tinggi kecil nan anggun ini adalah salah satu sahabatku. Dan beruntungnya dia sekelas denganku. Dia perempuan lugu dan pendiam. Aku ingat ketika pertama kali kami berkomunikasi, Lulu sangat hemat kata. Dia hanya dapat mendengarkan celotehanku yang tak penting dan terkesan konyol. Sebentar-sebentar, dia tertawa karena kata-kataku. Saat itu, aku tak pernah menyangka bahwa aku akan bersahabat dengannya. Setelah dekat dengannya, ternyata Lulu adalah orang yang cukup cerewet bagiku. Lulu adalah gadis dewasa plus dokter cinta bagiku. Dia selalu mengerti aku dan aku menyayanginya.

Risma. Gadis konyol yang selalu ceria itu juga sahabatku. Kami juga sekelas. Dan yang membuat aku nyaman dengannya adalah karena aku dan Risma memiliki karakter yang sama. Dia selalu melakukan tingkah-tingkah yang aneh yang membuat aku selalu bahagia. Aku tak ingat bagaimana ceritanya kami bisa sedekat ini. Risma adalah gadis cantik yang banyak disukai laki-laki. Namun sayangnya dia masih polos dalam urusan cinta. Tapi aku menyayanginya.

Eva. Gadis cantik yang cerewet ini juga sahabatku. Dia cewek modis yang cukup matang dalam urusan cinta. Eva adalah gadis ceria yang terkadang dia terbawa konyol olehku. Eva adalah orang yang selalu berubah-ubah. Hari ini dia ceria, esoknya dia pendiam dan acuh tak acuh. Eva sangat mudah bersosialisasi. Dia sangat antusias menyaksikan tingkah konyolku. Aku ingat saat kita pertama kali berkenalan berawal dari aku tak sengaja menginjak kakinya dengan keras sehingga kami jadikan saling menginjak kaki adalah suatu lelucon.

***

Tak sedikit orang-orang memperhatikan tingkahku yang seperti anak kecil. Dapat dibuktikan ketika aku dengan teman-temanku yang biasa nongkrong di kantin ketika waktu istirahat tiba.

"Hei temen-temen!! Tau enggak? Di kelas kita akan ada murid baru" ujar Sani ketika kami berada di kantin.

"Wah, yang bener ?!"
Ujarku penasaran.

"Iya"

"Cowok apa cewek ?" tanyaku dengan suara yang lantang.

"Cowok, Shan"

"Bagus. Gue jadiin dia gebetan, apalagi kalo ganteng" celotehku riang.

Apa? Gebetan? Kata itu terucap begitu saja. Padahal sesungguhnya aku tidak tau makna dari kata gebetan itu sendiri. Aku hanya mengikuti kalimat teman-temanku saja yang tengah jatuh cinta.

"Yeey, si Shana gendit juga yaa ?" teriak Inka sembari mencubitku.

Karena kesal, akupun menarik sepatu Inka dan melemparkannya ke luar kantin. Kami saling kejar-mengejar dan pukul memukul layaknya anak kecil.

Kulihat sekilas ada seorang pemuda yang memperhatikanku di sebrang sana. Tapi aku tak peduli. Ini sudah hal yang menjadi lumrah dalam fikiranku. Dan aku senang bila ada manusia yang memperhatikan tingkahku. Lebih senang lagi jika mereka juga ikut tertawa melihat tingkahku. Hobiku adalah menjaili orang dan entah kenapa ada rasa bahagia ketika orang yang aku jaili marah padaku.

Melihat tingkahku yang masih kekanak-kanakan ini membuat orang-orang menepuk jidatnya masing-masing. Terkadang, jika aku melakukan sebuah kekonyolan, Papah selalu memarahiku. Tapi Papah adalah pria yang terbaik dibumi. Papah selalu memenuhi apa yang aku mau. Meskipun marah, Papah juga tak pernah membentakku apalagi memukulku.

Mamahpun sering kali mengomeliku. Setiap aku melakukan hal-hal kekanak-kanakan, Mamah selalu membandingkan aku dengan adikku yang berbeda dua tahun dariku, yaitu Aqfa. Meski aku adalah kakak Aqfa, tetapi pemikiran dan sikap Aqfa lebih dewasa dariku. Bahkan orang-orang mengira bahwa Aqfa adalah kakakku. Meskipun aku selalu dibanding-bandingkan dengan Aqfa, tetapi aku tau bahwa Mamah adalah wanita terbaik dibumi. Dia tak akan pernah pilih kasih terhadap anak-anaknya.

***

"Yeeh, Papah pulang! Papah pulang!" teriak heboh adikku yang bungsu berumur sembilan tahun, namanya Ziyah.

"Yeee... Papah bawa cokelat..!! Kakak !! Nih Papah bawa cokelat!!."

Tok tok tok...

"Kakak !! Buka pintunya!! Nih Ziyah bawa cokelat buat Kakak..."

"Iya bentar. Berisik amat sih nih bocah!"

"Kakak !!! Mau enggak? Kalo enggak buat Ziyah aja."

"Iya iya... "

"Iya apa? Iya buat Ziyah?"

Akupun membuka pintu kamarku yang dari tadi di gedor-gedor bocah ini. Sesekali, lucu juga tingkah adikku yang satu ini. Setiap Papah pulang, terlihat jelas dari sikapnya yang begitu girang. Bukan karena Papah pulang dengan selamat, melainkan karena buah tangan yang Papah bawa.

"Enak aja buat Ziyah! Sini..." ucapku yang sengaja aku ketuskan untuk menggoda adikku ini. Kamipun memakan makanan yang Papah bawa bersama.

Aku dan keluargaku sangat menyukai cokelat dan keju. Jika Papah pulang kerja, beliau pasti membawa makanan atau minuman  yang mengandung cokelat atau keju. Mamahku lebih condong pada cokelat, sementara Papahku kesengsrem oleh keju.

Tapi bagiku, cokelat adalah temanku, hidupku. Ia yang memberiku ketenangan. Entah berapa puluh gram cokelat yang aku konsumsi setiap harinya. Cokelat bagiku mungkin adalah sebuah candu. Jika satu hari saja aku tak memakan cokelat, aku rasa ada yang kurang dari hariku.

***

"Bagaimana sekolahnya, Kak? Sudah betah kah?" tanya Mamah saat aku belajar malam.

"Udah, Mah. Temen-temen Kakak baik dan ramah. Tapi satu, dua, tiga, empat, lima orang Kakak gak suka. Mereka gak bisa diajak bercanda sama Kakak" ujarku.

"Eh, Mah. Kata kepala sekolah kelas Kakak adalah kelas unggulan. Jadi kakak sama temen-temen dituntut buat berprestasi. Tapi Kakak masih belum percaya sama kemampuan Kakak. Mereka pinter-pinter" ujarku lagi

"Kenapa gitu? Harusnya Kakak bangga dong di baurkan dengan orang-orang yang hebat, berarti Kakak juga hebat. Kakak waktu Tsanawiyah kan juara satu terus. Masa di kasih tantangan kayak gini aja ngeluh?"

"Udah malem. Tutup bukunya dan tidur, gih. Besok bukan hari libur"

"Iya, Mah"

***

Tuan Cokelat [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang