17. Kesan Yang Tak Tentu

24 1 0
                                    


Seperti burung yang berdecit gembira bersama kawan-kawannya, saling mengejar dan meloncat kesana-kemari dan enggan untuk diam. Fikirankupun memutar segala memori yang pernah terjadi. Ia enggan untuk diam walau hanya sesaat. Kedewasaan tampaknya mulai terbit dari dalam jiwaku.

"Apa-apaan sih nih OSIS! Jelas-jelas kelas kita yang duluan yang ngumpulin data recycle-nya. Kenapa yang diterimanya X IPA 2? "
Gerutu Tria ketika kami berada di dalam kelas.

"Iya nih. Udah cape-cape kita bikin, eh malah engga di terima."
Timpal Dewi.

"Udah-udah kita ngalah aja. Kita buat recycle dengan tema yang baru."
Ujar Nisa.

Aku hanya terdiam dongo melihat orang ribut disini sebab aku tak mengerti apa yang mereka perdebatkan.

"Laila, ini apaan sih?"
Tanyaku

"Ini, mata lomba recycle bahan dan tema-nya ada yang sama kayak kelas kita. Sedangkan kata OSISnya gak boleh sama. Nah, kelas kita sama kayak kelas 10 IPA 2. Jadi kelas kita harus diganti padahal yang duluin ngumpulinnya kelas kita. Ihh... Kamu mah.. Ketinggalan topik mulu..."

"Hehe.. Maaf"

***

Hari dikelasku benar-benar free. Tak ada satupun guru yang masuk kedalam kelas ku. Jadi kami memanfaatkan waktu lenggang ini untuk berlatih menyambut pensi nanti. Untuk paduan suara, konsep menjadi ditambahkan dengan tari jaipong ketika lagu kedua dengan judul 'Manuk Dadali'. Aku dan Adli ditunjuk sebagai penarinya.

Ketika kami sedang berlatih paduan suara, kami disibukkan dengan berbagai obrolan mengenai pendapat dan interuksi dari semua mulut. Aku dan Risma hanya menepi dan duduk diatas meja. Belum saja aku duduk, Risma menyenggolku dan menunjukkanku akan sesuatu. Wajahnya mengahadap ke jendela dekat pintu kelas.

"Tuh, Shan. Kak Rangga bukan ?"

Saat kulihat, kepala seorang lelaki mengintip kedalam kelas sembari menempelkan wajahnya pada kaca jendela.
Dan itu Kak Cokelat. Aku meloncat girang dan Kak Ranggapun mengakhiri aksinya dengan berjalan menyeimbangi langkah temannya yang lebih dulu darinya.

Entah apa yang terjadi padaku. Kemarin hari, aku merasa kesal padanya. Tapi mengapa kini aku bahagia ?

Istirahatpun tiba. Saat aku keluar kelas, di tempat parkir di bawah sana terdapat kak Rangga bersama teman-temannya yang sedang menyaksikan anak-anak lainnya bermain footsal dilapangan. Tiba-tiba fikirku teringat pada kejadian hari jumat kemarin. Dan kini, perasaan kesal itu muncul kembali dan aku sangat enggan melihat dirinya.

"Laila, jadi gimana yang recycle ?"
Tanyaku pada Laila yang berdiri disebelahku. Aku sengaja mengajaknya berbicara karena aku tak akan membiarkan fikiranku fokus kepada seseorang yang mempermalukanku.

"Duh, entahlah, Shan. Aku tuh pusing dari tadi mondar-mandir kesana-kemari. Eh, udah gitu aku, Muhibban sama Nisa debat sama OSIS sama IPA 2 juga tentang recycle. Pas awal-awal pengumuman kan OSIS-nya gak ada yang bilang gak boleh sama dengan kelas lain. Tapi kenapa pas waktunya udah deket ko bilangnya gak boleh sama.."

"Oh gitu.."

"Iya. Eh, kamu tau gak? Kak Cokelat kamupun ikutan belain kelas kita. Dia tuh wah, baik banget. Tadi juga untung ada Kak Rangga yang bantuin debat."

"Beneran ?"
Aku terperanjat.

"Iya beneran. Kak Rangga sama Kak Irhas."

"Oh ya ? Terus gimana ?"

"......"

Dan Lailapun menceritakan cukup banyak tentang Kak Rangga padaku. Tentang kepolosannya, tentang pribadinya yang teramat baik, tentang sikapnya yang kadang seperti anak-anak.
Dan aku rasa, kesal itu tertutupi oleh bertambahnya persentase rasa kagumku pada pemuda yang bernama Rangga Rafiqi itu.

Tuan Cokelat [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang