20. Kesalahan Pertama

28 2 0
                                    

" Seumpama balita yang baru belajar berbicara, ia akan mengikuti suara yang terdengar di sekitarnya. Itu sama halnya dengan diriku yang baru belajar mengenal pergaulan dan kedewasaan yang akan mengikuti suara kata hatiku sendiri "

~{Shana}~

Senja di bumi 'kota santri' ini begitu menyejukkan kalbu. Dimana burung-burung dapat beristirahat dari pencarian nafkahnya di siang hari tadi.
Begitupun dengan makhluk Tuhan yang bergelar 'Kholifah'. Disepanjang jalan raya dipadati oleh kuda besi yang beroda dua maupun beroda empat. Suara klakson mengiang-ngiang karena kepadatan seketika membentuk menjadi kemacetan.

Berbeda dengan di kediamanku  yang berada jauh dari bau-bau jalan raya. Rumahku yang bermodel rumah belanda kuno berdekatan dengan ladang persawahan membuat semua mata terkesima dengan pemandangan yang ada.
Semua orang yang berada di daerah ini serasa dimanjakan oleh sang angin yang membelai lembut hingga masuk ke tulang belulang.

Maasyaallah...
Allah telah menyediakan segala keperluan makhluk-Nya di bumi. Kita hanya perlu bersyukur kepada-Nya.

***

"Mah, kakak mau nanya"
Ujarku hati-hati pada Mamah saat beliau selesai mengerjakan sholat ashar.

"Nanya apa?"
Tanya mamah yang sedang melipat mukenanya.

"Tapi mamah jangan marah".

"Iya, mamah gak marah"

"Mah, boleh gak kalo perempuan curhat ke laki-laki yang bukan mahramnya?"

"Kalo curhat, ya jelas gak boleh lah. Apalagi curhat tentang masalah pribadi. Berbicara saja perlu ada batasan dengan lawan jenis".
Tegas Mamah dengan intonasi yang menekan.

"Kalo udah terlanjur gimana?"

"Jangan dilanjutin ! Kalo bisa, tarik semua kata-kata kakak yang kakak ceritain ke dia"

Mamah seperti sudah mengetahui bahwa apa yang aku tanyakan adalah menyangkut tentang diriku.

"Itu salah ya, Mah?"

"Ya jelas salah".
Tegas Mamah.

Berarti, aku telah melakukan kesalahan pertama dalam masa remajaku. Sebelumnya, akupun belum pernah bercerita tentang diriku kepada lelaki. Kak Irhaslah lelaki yang pertama yang aku ajak curhat.
Aku fikir, aku bersalah telah melakukan hal itu. Mengapa saat itu tidak kutahan saja keinginganku. Karena kufikir percuma juga aku bercerita. Toh aku tak mendapatkan hasil dari jawaban yang aku inginkan.

Mungkinkah kesalahan pertama ini akan menjadi yang terakhir dalam perjalanan asmaraku ataukah kesalahan pertama ini menjadi awal dari kesalahanku yang berikutnya?

***

Besoknya, aku memutuskan untuk berbicara kembali kepada Kak Irhas dan menarik kembali kata-kataku yang kemarin itu.

"Kak Irhas...."
Aku memanggil Kak Irhas yang sedang berjalan cepat itu.
Kebetulan kak Irhas melewati depan kelasku entah ada keperluan apa aku tak tau.
Sebelum menuruni anak tangga yang terakhir, Kak Irhas baru menoleh padaku.

Tuan Cokelat [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang