21. First Broken Heart

24 2 0
                                    

" Jika boleh bertanya, maka aku ingin bertanya. Mengapa saya harus hadir dalam hidup Anda? Dan mengapa Anda mesti hadir dalam kehidupan remaja Saya ? Apa maunya bumi yang mempertemukan Saya dengan Anda disaat Anda telah berdua dengan yang lain?"

~••Shana Aqiba••~

Pagi itu, langit biru dihiasi olesan awan putih bersih di sempurnakan warna kuning dari biasan cahaya mentari pagi.

Kuawali senyum hangat sebagai pembuka hari. Kusapa semua manusia yang aku temui dibumi. Begitulah kebiasaan positifku yang tak pernah alpa dalam hari-hari masa remajaku.

Seperti biasanya, aku selalu akrab dengan keceriaan. Begitupun Jumat ini.
Kulangkahkan kaki bersama asma Sang Kholiq untuk menuju suatu tempat yang begitu kurindukan sepanjang malam.
Ya. Sekolah.

Kebetulan hari ini adalah hari perencanaan ngaliwet ditunaikan. Adapun lokasinya dikediaman teman kami, Laila. Supaya acara berjalan efisien, kami membagi-bagi tugas. Ada yang berbelanja bumbu masak, ada yang menyiapkan peralatan memasak ada pula yang hanya duduk manis sembari bermain dengan gadgetnya.
Sementara aku ?
Jangan ditanya. Aku sedang duduk manis sembari memainkan telepon genggamku. Itu kulakukan karena aku bingung.
Sudahlah jangan ditanya aku bingung karena apa.

Inilah saat-saat yang dinantikan oleh semua manusia yang kelaparan.
Ya. Makan.

Ini adalah acara yang diadakan oleh dua kelas dalam rangka syukuran yang merangkap sebagai kegiatan silaturahim antara kelas 10 MIPA 3 dan kelas 11 MIPA 3.

***

Dimana Tuan Cokelat itu?
Fikiranku berkelibatan dengan pertanyaan demikian. Pada akhirnya akupun menemukannya. Satu jam sebelum kaum adam melakukan sholat jumat, aku berdiam dikelas bersama sebagian teman perempuanku.

"Hei... Parah banget !! Si Anis berdua dikelas sama kak Rangga Haha.. Anjir...", teriak Zahara sembari berjalan memasuki kelas.

Deg.
Apa aku tak salah dengar?
Aku benar-benar tak percaya dengan kalimat itu.
Kulihat kearah kelas 10 IPS 1 lewat jendela untuk memastikan. Dan tak ada siapapun disana. Pintu dan jendelanyapun ditutup rapat.
Aku menenangkan diri dan fikiran sejenak. Lalu kulihat lagi kearah kelas itu. Dan keluarlah Tuan Cokelat itu dari kelas. Mataku tak henti-hentinya memperhatikan gerak-geriknya. Semuanya begitu jelas. Dan fikiran negatifku mulai menggodaku.

Tidak !!
Yang kulihat, kak Rangga adalah pemuda baik yang lugu. Tak mungkin ia melakukan hal yang ada dalam fikiranku.

Setelah itu, Anis akhirnya keluar dari dalam kelas. Kak Ranggapun tersenyum padanya.

Brugh....
Aku menjatuhkan badanku diatas lantai. Cepat-cepat kulahap wafer cokelat yang ada di genggamanku.

"Shan, kamu kenapa?", tanya Lulu yang ada di sampingku.

"Benci !! Gila !! Dasar gilaaaaa...
Gue benci dia !! Gue bodoh !!
Eh enggak. Bukan gue yang bodoh. Dia yang bodoh !! Herrggghh...", teriakku yang lebih cepat melahap makananku.

"Emang kenapa, Shan?"

"Lulu dengar gak yang dikatakan Zahara barusan?"

"Emang dia bilang apa tadi?"

"Lulu beneran enggak dengar?"

Lulu hanya menggelengkan kepalanya. Karena Lulu mendesak, akhirnya aku ceritakan apa yang aku lihat tadi.

"Cuma HTS-an aja kan?", lanjut Lulu.

"Entahlah. Aku tak peduli lagi. Bodo amat!
Kenapa sih gue harus bertemu sama cowok yang kaya dia? Sialnya juga kenapa gue harus suka sama dia? Apa sih maunya semesta?"

"Shan, ini sudah takdirnya Shana. Percaya deh. Kan kata Shana juga 'Tuhan itu Romantis'. Jadi Shana harus percaya bahwa cerita Shana ini adalah cerita yang paling indah dan manis yang Tuhan berikan untuk Shana"
Sahut Lulu menenangkanku.

"Kayanya aku yang kegeeran deh, Lu. Kata Kak Irhas juga kan si Cokelatnya juga suka sama si Lampir", kataku.

Uniknya diriku. Aku mengganti nama Anis dengan sebutan Lampir. Artinya nenek lampir. Nenek lampir adalah tokoh yang jahat didalam salah satu cerita rakyat. Aku tak berani memanggil namanya. Aku takut padanya seperti ketakutanku pada tokoh Nenek lampir itu. Setiap kali aku berpapasan dengan nona lampir itu, aku selalu menjauh atau so berani didepannya. Dan setiap kali aku melihatnya, seperti ada yang menyayat sesuatu yang ada didalam dadaku. Dan aku terasa sesak. Aku tak tau mengapa demikian karena aku tak mengerti. Sebelumnya, hidupku belum pernah ada yang seperti ini. Semuanya mengalir begitu saja tanpa aku mau. Mungkin, Tuhan mau aku juga perlu merasakan patah hati.
Ya. Patah hati yang pertama ini berhasil membuat air mataku mengalir begitu saja. Dan sialnya. Dimana-mana, aku selalu mendengar musik yang super cengeng dan lebay yang membuat tangisku menjadi-jadi.

Aku benci terhadap diriku yang seperti ini. Ini bukan diriku. Ini bukan Shana Aqiba!. Setahuku, dimana ada Shana, disanalah ada keceriaan. Dimana ada kebahagiaan, disitu pula ada Shana.

"Kakak nangis ya?", Ziyah menghampiriku dikamarku.

"Apaan sih!! Enggak. Kakak gak nangis ko. Kelilipan aja. Coba tiupin mata kakak. Sial banget sih nih debu!"

Memang sengaja kusembunyikan. Karena kurasa ini sangat, sangat, sangat tidak penting bagiku dan bagi semua orang.

***

Tuan Cokelat [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang