12. Berbagi Cerita

26 4 0
                                    

"Terkadang, aku melihat Tuhan dalam dirinya. Dia kujadikan acuan untuk aku tafakuri bahwa betapa Sempurnanya Tuhan menciptakan makhluk yang seindah ia"

~Shana Aqiba~
•••

Senja di bagian langit ini menghanyutkan perasaanku dalam ketenangan. Aku membuka kaca mobil dan membiarkan angin senja mengusap lembut wajahku. Perjalanan menuju Taman Kota untuk bertamasya bersama keluarga kecilku sangat menyenangkan. Sepanjang perjalanan, aku bersama kedua adikku saling mengeluarkan kalimat-kalimat gurauan dan diakhiri tawa renyah kami.

Sementara Papah dan Mamah sedang asik membahas sesuatu yang tidak aku fahami di kursi mobil depan sana. Sebentar-sebentar, Mamah dan Papah tertawa. Tetapi hal itu tidak mengganggu konsentrasi Papah yang sedang menyetir mobil biru muda yang kami tumpangi ini.

Oh Allah, bumi ini begitu indah dalam pandanganku. Aku menyukai semua yang Engkau ciptakan di bumi ini. Tuhan, terimakasih karena telah memberi aku kesempatan untuk hidup di dunia dengan sejuta keindahannya. Terimakasih pula telah memberiku takdir untuk berjumpa dengan manusia-Mu yang bernama Rangga dalam hidupku.

Surga. Aku rasa masa ini aku sedang berada dalam surga dunia. Aku begitu bersyukur karena telah diberi keluarga yang baik, sahabat yang selalu menemani, hati yang selalu bahagia, dan asmara yang begitu indah. Aku teringat satu ayat cinta Allah yang artinya, "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?"

Oh Tuhan, tiada yang dapat kuberikan kepada-Mu untuk menebus segala kenikmatan yang Engkau berikan untukku selain ibadah dan cinta pada-Mu.

**

"Teman-teman. Satu minggu lagi kita akan menghadapi acara tahunan OSIS yaitu pentas seni atau perlombaan-perlombaan gitu deh. Nah, perlombaan ini akan berlangsung selama tiga hari. Terusnya lagi, peserta lombanya hanya angkatan kita aja. Kelas 11 hanya membantu adik tingkatnya aja. Adapun mata lombanya adalah; recycle, warta, baligho, short film, teater, dan vocal group. Jadi, saran dari saya ya. Kita kompakin kelas kita kalo kita ingin menang."

Begitulah ujar Muhiban si Ketua Kelas ketika guru mata pelajaran sekarang tidak masuk.

Setelah pengumuman itu selesai, kamipun membagi-bagi tugas untuk pensi nanti. Dan setelah kami mendapat tugas masing-masing, kamipun fokus pada tugas masing-masing.

***

Selasa ini bumi sangat cerah. Matahari tidak malu-malu untuk menampakkan dirinya dilangit yang lenggang.
Setelah selesai istirahat kedua, dikelasku sedang free. Teman-teman sekelasku memanfaatkan kesempatan ini untuk menjalankan tugasnya masing-masing untuk menyambut perlombaan nanti.

Tapi aku dan Lulu hanya nongkrong di depan kelas menyaksikan anak-anak basket beraksi. Tentu saja aku bahagia menyaksikannya, karena ada kak Rangga yang berkecimpung dilapangan.

"Shan, kak Rangga tuh lihatin!" ujar Lulu padaku.

"Iya tau. Dari tadi juga gitu. Mungkin itu kebetulan, Lu..."

"Ah, Shana mah selalu gitu. Masa kebetulan berulang kali? Yang namanya kebetulan hanya sekali, Shan"

"Enggak, Lu. Bukan aku! Dia itu lihatin kamu, Lu..."
Untuk kali yang pertama aku meng-akukan diriku bukan gue-elo lagi. Entah apa yang terjadi pada diriku tapi ini kurasakan seperti terjadi begitu saja.

"Duh, Shana mah. Jangan gitu, Shan. Dia itu jelas-jelas lihatin kamu"

"Enggak, Lu. Atau mungkin dia lagi lihatin jendela dibelakang kita, atau jangan-jangan dia lagi lihatin tiang ini nihh...." ujarku sembari memeluk tiang yang ada disebelahku.

"Ah, Shan! Kamu ada-ada aja. Kurang kerjaan banget lihatin tiang!"

"Yey, siapa tau tiangnya ada sesuatunya. Nih ya aku buktiin aku pindah ke sana. Apa dia masih lihatin atau enggak?"

Akupun berpindah 10 kaki ke kanan bersama Lulu. Pada mulanya kak Cokelat melihati tempatku semula. Tapi nihil tak ada orang disana. Kemudian iapun menyeretkan matanya tepat pada bola mataku selama beberapa detik.

"Tuh, kan Shan! Dia lihatin kamu, Shan! Jelas banget. Apa itu kebetulan?" tegas Lulu menyakinkanku.

Aku hanya tersenyum tanpa mengeluarkan satu katapun karena menurutku, tingkahnya menguatkan pendapat Lulu.

Tak lama setelah itu, Eva menyusul kami.

Meskipun aku dengan Lulu telah mengakhiri pembicaraan mengenai kak Cokelat, aku fikir Eva mulai curiga dengan tingkahku. Tanpa aku katakan, sepertinya dia tau siapa yang aku lihati di lapangan itu.

"Oh, pantesan senyum-senyum gitu. Lagi lihatin kak Rangga ya?" cetus Eva.

Aku yang sedang minum air mineralpun tersedak.

"Tuh kan keselek. Berarti bener ya?" Eva mulai menggodaku.

"Apaan sih, Eva! Kalo orang lagi minum jangan diajak ngobrol! Jadi keselek 'kan?" gerutuku.

"Alah ngaku aja, Shan! Kamu lagi lihat kak Rangga. Tangan kamu yang dingin gak bisa dibohongi" sahut Eva sembari memegang tanganku yang dingin dan pucat.

"Apa sih lo, Eva!  Ngaco banget kalo ngomong!" tukasku seraya menjauhkan tangan Eva dari tanganku.

Eva sudah mengetahui keadaanku pada kak Rangga karena Eva selalu mendengarkan pembicaraanku dengan Lulu tentang kak Rangga itu. Mungkin itu sebabnya Eva angkat bicara kali ini.

Wajah ceriaku berubah menjadi wajah kesal seketika. Aku tidak suka dengan perlakuan ini. Amarahku akan tersulut jika aku didesak seperti ini.

"Gak usah marah kali, Shan. Aku tau kamu kok. Dulu, aku sama Kak Adit juga gitu. Awalnya aku sih belum suka sama kak Adit. Tapi, jarak dan waktu yang terus mendesak kita agar semakin dekat. Temen satu asramaku bilang kalo kak Adit suka sama aku. Mungkin kak Adit sedang beruntung, karena saat itu aku rasa aku juga menyukainya. Hingga akhirnya aku dengan Kak Adit resmi berpacaran." Cerita Eva padaku, tapi aku hanya diam tak meliriknya. Semudah itukah perjalanan asmaranya?

"Aku rasa Shana sama kak Rangga itu cocok. Kak Rangganya keren, Shananya manis" ujar Eva sembari tersenyum. Tulus.

Amarahku semakin mereda oleh kata-kata Eva. Bukan hanya fikiranku saja yang menenggelamkanku dalam lautan geer, opini-opini mereka bahkan lebih dalam untuk menenggelamkanku.

Untuk kali yang pertama aku berbagi cerita dengan Eva tentang lelaki.

Lain lagi dengan Risma. Dia kini terlihat murung karena kemarin hari, kak Yofa memutuskan hubungannya dengan Risma. Aku tak tau apa alasannya.

Jika Risma bercerita tentang kesedihannya padaku, aku hanya mendengarkannya atau menyanggahnya.

"Udahlah, Risma. Kalo kamu putus sama kak Yofa berarti kak Yofa bukan jodoh kamu. Simpel kan? Lagian perjalanan kita masih panjang" kataku.

"Kamu bisa ngomong gitu karena kamu belum ngerasain yang namanya patah hati. Aku jamin kamu akan kayak gini kalo kamu diputusin pas lagi sayang-sayangnya" ucap Risma.

"Enggak akan!! Itu buat orang yang pacaran aja. Sementara gue gak akan pacaran. Buang-buang waktu tau. Enggak bermanfaat!"

Ini kali yang pertama aku berkecimpung dalam urusan cinta. Aku rasa, aku jijik jika membicarakannya terlalu lama.

Tapi aku sadar, suatu saat nanti aku membutuhkan cinta di hidupku. Tapi bukan sekarang. Kini, aku termotivasi kembali untuk belajar. Aku termotivasi untuk menjadi pelajar yang aktif. Mungkin karena aku melihat sosok kak Cokelat yang aktivis dan terlihat cerdas dimataku, jadi aku termotivasi karenanya.

Prinsipku adalah rasa suka terhadap lawan jenis itu wajar, asal jangan berlebihan apalagi berpacaran. Aku dididik dengan didikan yang religius. Untuk itu, aku menyukai kak Rangga sebagai simbol bahwa aku normal, selain itu menjadi penyemangat pula bagi masa remajaku. Manik-manik dalam hidupku.

***

Tuan Cokelat [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang