33. Perpisahan

7 1 0
                                    

Satu tahun telah berlalu, acara tahunan yang dinantikan seluruh kelas dua belas kini akhirnya tiba.

Meskipun aku telah menyesali perbuatanku dan aku selalu menghindar dari kak Rangga dan juga tatapannya, tetap saja nama Rangga Rafiqi itu masih bergelantungan dalam hatiku. Selama dua semester ini, aku disibukkan oleh jabatan baruku di Pramuka. Aku ditunjuk sebagai kandidat ketua Pramuka satuan putri sehingga aku terbiasa sibuk dan mengenyahkan kak Rangga dari fikiranku.

Hari kelulusan ini mungkin hari terakhir aku melihat kak Rangga di sekolah ini. Mungkin, suatu saat nanti akan ada rindu yang selalu bertamu. Aku tau, kepastian belum terucap yang mungkin akan selalu kupertanyakan dalam hidupku. 

Namun beruntungnya, aku mudah dalam menyembunyikan penderitaan. Yang kuperlihatkan adalah keceriaan.

"Shan, kok kamu bisa, sih sekarang ini ketawa-ketawa dan kelihatannya ceria seolah-olah masalah hati Shana yang lalu-lalu tentang kak Cokelat tidak pernah terjadi? Kok bisa waktu yang singkat itu Shana kembali baik-baik saja? Kenapa, Shan?", tanya Lulu dengan serius.

"Lulu, bagiku, jika hanya bergelut dengan masalah saja dalam hidup hanya akan membuang-buang waktu saja. Waktu terus berjalan, sementara kita hanya diam memandangi masalah saja. Rugi itu. Allah mendatangkan masalah bukan hanya untuk terus difikirkan. Mungkin Allah mau aku jadi lebih dewasa, Lu. Semua masalah yang datang pasti membawa hikmah. Dan aku sudah mendapatkan hikmahnya", ucapku yang sebenarnya kata-kataku adalah penenang bagiku.

**

Aku kini benar-benar berubah dari segi sikap dan perilaku. Aku tak lagi jail, tak lagi mengeluarkan kata kasar, yang ada hanya kata-kata konyol, aku bahkan mempelajari adab sopan santun. Bahkan pakaianku berubah. Aku menjadi lebih syari. Begitulah kata mereka yang menilaiku.

Bahkan, bukan sekali dua kali aku tertangkap melamun oleh teman-temanku.

"Ris, kalo besok aku gak sekolah, tolong bilangin sakit, ya. Kayaknya penyakitku mulai kambuh, deh", ucapku.

Memang, setelah hari perpisahan itu, aku menjadi sering sakit-sakitan. Terlebih setelah kak Rangga tiada lagi disekolah ini. Mungkin sakit dihatiku telah menjalar keseluruh ragaku.

Selama dua tahun, hari-hari yang aku jalani sangat menyenangkan karena dapat berjumpa dengan idaman hati sepanjang hari. Tapi kini hanya kenangan yang tertinggal. Aku kini harus menanggung rindu yang begitu hebat. Aku benci perpisahan. Dan aku muak ketika berada disekolah. Seluruh sudut disekolah ini memiliki kenangan yang sama.

Setiap kali aku melihat Anis, atau Sintya, atau pula Helma, aku seperti melihat kak Rangga disana, bersama rasa sakit. Semakin dikenang, semakin sakit.

Kak Rangga memang pergi, dia juga pergi membawa bahagiaku, membawa pergi semangatku.
Semakin hari, ceriaku semakin memudar.

**

"Shan, akhir-akhir ini kamu sering sakit-sakitan. Kamu punya penyakit apa, memangnya?", tanya Laila ketika kami selesai mengikuti seminar tentang ibadah haji.

"Iya, Shan. Aku juga mau nanya itu ke kamu. Kamu sakit apa?", timpal Resi.

"Aku bakalan kasih tau kalian. Tapi jangan bilang siapa-siapa lagi, ya. Janji", ucapku.

"Iya"

Resi dan Laila mengangguk setuju.

"Sebenarnya, aku mengidap penyakit kanker rahim yang sudah stadium dua"

"Innalillahi... Shana, kamu serius?", kejut Laila bersamaan dengan Resi.

"Kok bisa, sih, Shan?", tanya Resi.

"Aku juga gak tau gimana awalnya. Pas di periksa ke dokter udah stadium satu. Aku rutin rawat jalan, tapi kankernya semakin hari semakin membesar. Terakhir aku cek lagi ke dokter udah stadium dua. Harusnya aku rawat inap, tapi aku gak mau. Tadinya aku gak mau kasih tau penyakit ini sama siapapun. Tapi kalian nanya. Aku terpaksa, deh kasih tau. Kalian jangan bilang siapa-siapa, ya?", ucapku.

***
Tuan Cokelat hampir mau end nih. Mungkin beberapa part lagi ceritanya. So, terimakasih sudah mau merelakan waktunya buat baca coretan yang ala kadar ini.

Gimana gimana, terkejut tidak ketika Shana mengidap penyakit kanker rahim? Kasian, ya. Hehe...

Part yang akan datang juga tak kalah terkejutnya, loh😉
Pantau terus, ya...

Tuan Cokelat [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang