26. Kejutan

19 3 0
                                    


Waktu berlalu begitu cepat bagiku. Kemarin hari rasanya aku daftar disekolah ini, sekarang sudah pembagian raport disemsester dua lagi. Artinya, aku akan menginjak kelas sebelas. Begitu bahagianya hatiku saat aku tau prestasiku meningkat. Aku rangking ke-14 dari 38 siswa yang semula berada di rangking ke-30. Sungguh diluar dugaanku.

Bahagia?
Tentu saja aku sangat bahagia. Hatiku tiada berhenti mengucap syukur kepada Tuhan Pemilik asma Syakur.

"Shan, kamu hebat banget. Rangking kamu naiknya tinggi. Jarang-jarang loh ada yang kayak gini."

"Terimakasih, Anisa"

"Iya. Kamu pertahanin terus ya rangkingnya. Kalo bisa dinaikin lagi peringkatnya"

"Siap, Anisa. Kamu juga ya naikin lagi peringkatnya. Pokoknya lihat aja nanti pas kelas sebelas. Kita yang bakalan jadi peringkat satunya, haha..."

"Emang bisa peringkat satu dua orang dalam sekelas ?", tanya Risma.

"Ya bisalah. Peringkat pertama dari belakang dan peringkat pertama dari depan, haha..."

Tawa kami menggema keseluruh penjuru lapangan saat kami hendak berjalan menuju pulang. Walau sesungguhnya tawakulah yang paling keras.

"Eh, lihat deh. Langit itu indah ya?
Hei langit, sesungguhnya ada yang lebih indah dari kamu dibumi ini."

"Siapa Shan ?", goda Lulu

"Seseorang yang memiliki senyum yang manis dan mata yang indah. Tak heran jika dia diminati banyak gadis karena pesonanya yang wah..."

"emm, siapa ya?", tanya Anisa.

Aku melirik kak Rangga yang berada di pinggir lapangan sana yang sedang melihatku.

"Dialah.... Aku, haha..."

"Berarti kamu gak normal. Banyak diminati gadis kan ? Haha..."

"Eh, gak jadi deh. Bukan gue, haha..."

Terimakasih Tuhan. Hari ini aku dianugrahi kebahagiaan yang bertubi-tubi. Aku mencintai-Mu, Tuhan.

***

Rabu siang ini, aku dan teman-teman seorganisasi diminta untuk kembali ke sekolah untuk mengikuti pemadatan latihan.

Satu ide muncul begitu saja dalam fikiranku untuk membuat sebuah kejutan untuk Tuan Cokelat itu.

Semalam, aku membuat sebuah kartu ucapan diatas kertas kecil berwarna biru dengan tinta hitam yang bertulisan, "Semangat buat latihannya !!! ^_^".
Dibelakang kertas itu ku bubuhkan tanda tanganku tanpa nama.

Meski sempat ragu, hatiku memerintah untuk tetap menyampaikan kejutan ini kepada manusia itu. Jika ditanya apa yang dapat dijadikan alasan mengapa aku melakukannya ? Entahlah. Aku sendiripun tak tau. Satu hal yang aku tau. Aku menyukai sebuah tantangan. Dan aku selalu menantang tantangan itu sendiri.

Aku berangkat dari rumah bersama dengan Sofa, teman seorganisasiku.

Sepanjang perjalanan, aku tak henti-hentinya berdebat dengan diriku sendiri antara menyampaikan kejutan ini atau tidak. Tanganku dingin bergetar.

"Shan, kamu sakit ?"

"Enggak. Emang kenapa, Sof ?"

"Wajah kamu pucat. Beneran gak sakit ?"

Aku hanya menggeleng menahan debaran jantung yang berdetak sangat cepat.

Setibanya di sekolah, mataku langsung menyapu seluruh sepeda motor yang berada di tempat parkir. Namun tak ku temukan sepeda motor yang kumaksud.

Setelah memasuki gerbang sekolah, mataku berbinar, tapi aku semakin gugup saja saat dilapangan sana kak Rangga sedang berlatih baris-berbaris dengan teman-teman Paskibranya. Sebelum dia melihatku, aku harus cepat-cepat bersembunyi sebelum akhirnya aku menjalankan misiku.

Aku berlari menuju ruang UKS.

"Shan, kamu mau kemana ?"

"Kita kesini dulu yuk, Sofa"

"Mau apa dulu ?"

"Emm...."

Belum sempat aku menjawab, Sopiatul dan Laila memanggilku dibalik jendela UKS. Aku rasa, semesta sengaja membantuku melancarkan misiku tanpa diketahui oleh satu manusiapun dibumi. Sengaja ku rahasiakan. Sebab jika orang-orang tau terlebih teman-temanku, kufikir nanti akan merepotkan. Lagi pula, aku tak sanggup untuk menceritakannya.
Karena apa? Karena aku malu.

"Itu, Sof. Gue mau ketemu temen dulu. Yuk, kesana !"

Aku dan Sofa tak masuk ke dalam UKS. Kami hanya berkomunikasi melalui jendela sebagai pembatas. Selama Sofa sedang berbincang dengan Sopiatul dan Laila, aku mulai menjalankan misiku.

Dengan kebetulan, helm milik kak Rangga berada di dekat pintu ruang Paskibra yang bersebelahan dengan jendela UKS. Tepatnya, helm itu berada didedat kakiku. Ditempat ini tiada siapapun yang berlalu lalang. Jadi tidak akan ada yang melihat aksiku. Aku mengambil helm itu dan dengan segera kutempelkan kertas kecil yang sedari tadi ku genggam kedalam helm bagian dalam.

Mungkin karena aku sangat gugup, saat akan kusimpan kembali helm itu ke tempatnya semula, aku malah menjatuhkan helm itu hingga terbanting kelantai.

Karena suara jatuhnya helm itu membuat ke-tiga temanku menoleh padaku.

"Kenapa, Shan ?"

"Eh, enggak. Ini helm ketendang, hehe. Lagian siapa sih yang simpan helm sembarangan ?! Untung gue gak nendang keras, hehe"

"Kamu mah, Shan. Helm juga disangka bola. Tendang aja tendang. Ahaha...", celoteh Laila.

Kamipun tertawa.

"Eh tunggu, ada yang rusak gak, ya? Soalnya ketendangnya sedikit keras"

Akupun mengambil kembali helm itu. Sebenarnya aku ingin melihat kembali apakah kertas itu masih menempel atau tidak.
Dan kertas biru kecil itu masih menempel kuat didalamnya.

Huft...
Dasar aku. Selalu ceroboh.

Setelah menyelesaikan misi, aku dan Sofa berjalan menuju lapangan dan bergabung bersama anak-anak Pramuka yang lain.

Saat aku bersama anak Pramuka mulai berlatih, anak-anak Paskibra bubar dan sebagiannya berjalan berbondong-bondong menuju ruang Paskibra. Termasuk Rangga itu.

Oh Tidak !!!
Bagaimana jika tadi sang Rangga itu mengetahui aksiku ? Bagaimana jika dia marah kemudian mempermalukanku di depan teman-temannya ? Bagaimana jika dia tidak menyukai kejutan ini lalu membakarnya atau merobeknya? Atau bagaimana jika dia membenciku lalu merencanakan pembunuhan untuk membunuhku ?

Tidak. Tidak. Tidaaaaakk...

Kulihat di sebrang lapangan sana, kak Fajri membawa sesuatu ditangannya sembari berjalan menuju teman-teman Paskibranya dan menunjukkan sesuatu ditangannya itu kepada teman-temannya. Setelah teman-temannya melihat sesuatu ditangannya, mereka menggelengkan kepala sebagian ada yang bergidik seolah mereka berkata, "gak tau"

Oh, langit. Jangan katakan kak Fajri sedang menanyakan kertas biru kecil itu dari siapa. Aku tak sanggup menahan rasa malu ini.

"Shan, kamu kenapa ? Wajah kamu merah gitu", ucap Salsa membuyarkan lamunanku.

"Eh, gak papa, Sal"

"Lihatin siapa, sih ?"

"Pembunuh !", ucapku dengan spontan.

"Eh, siapa ?"

"Siapa apanya ?", Risma rupanya mendengarkan perbincangan kami.

"Ini, Shana lagi lihatin pembunuh", kata Salsa

"Apa ?! Mana pembunuhnya, Shan ?"

"Kalian ngomongin apaan, sih ?", kataku so tidak tau.

***
Huft, part kali ini panjang ya😄
.
Menurut kalian, Shana itu gimana sih orangnya?
Kasih komentar dong, hehe..
Tapi gak maksa juga, sih ^^
Yo yang suka ama cerita ini silakan kasih vote hehe..

Tuan Cokelat [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang