4. Kabar Duka

55 5 3
                                    


Seperti mentari dan siang hari yang tak dapat di pisah, mungkin Adli memerlukan kawan di kelas ini. Sementara yang dekat dengan tempat duduk Adli adalah aku. Dan aku yang memulai perkenalan terlebih dahulu dengannya. Jadi pantas saja jika Adli memerlukan sesuatu atau bertanya sesuatu pasti aku yang ia panggil.

Kali ini, Bu Anisa guru kewirausahaan tidak bisa masuk ke kelasku karena ada halangan. Kami hanya di tugaskan untuk mengisi Lembar Kerja Siswa yang kami singkat dengan LKS.

Anak-anak yang rajin langsung mematuhinya, ada pula yang memanfaatkan kesempatan ini untuk menggosip, ada yang bermain game, ada yang bercerita, ada yang tidur, ada juga temanku yang hanya bengong.

Sementara aku menghampiri Adli yang sedang bermain gitar. Adli mengajarkanku cara memegang gitar yang benar, cara memetik senar, dan memperkenalkan nada-nada yang terdapat dalam alat musik gitar.
Kami berdua tak sadar bahwa teman-temanku memperhatikan kami. Mereka berdehem berkali-kali. Aku fikir singgungan itu bukan untukku, aku benar-benar tak sadar.

***

"Shana, Lo sama Adli ada hubungan apa ?" tanya Elis serius saat istirahat pertama tiba.

"Hah?! Hubungan?! Maksud lo?"

"Akhir-akhir ini lo sama Adli deket. Lo beneran gebet dia ?"

"(Akupun tertawa) Kalian tuh salah faham. Gue gak ada hubungan apa-apa sama dia. Kita hanya temenan aja. Dianya juga dingin-dingin aja. Anaknya masih polos. Jadi enggak mungkinlah kalo gue ada hubungan yang lebih sama dia. Faham, lo?"

Itulah aku. Sekali lagi, mereka hanya menilai apa yang mereka lihat saja.

***
Disekolah ini, aku bergabung bersama ektrakulikuler Pramuka. Perempuan dari kelasku yang masuk Pramuka terdapat empat orang yang salah satunya adalah Risma. Setelah Inka teman sebangku ku jarang sekolah, aku menjadi sebangku dengan Risma.

Baru saja beberapa purnama aku bergabung dalam ekstra Pramuka, aku sudah ditunjuk untuk mengikuti acara seleksi untuk Pasukan Tunas Nusantara dalam acara hari jadi Pramuka nanti. Tentu saja aku bahagia apalagi aku lolos seleksi hingga semi final. Tetapi Risma lebih beruntung dariku karena dia terpilih dan masuk sebagai anggota Pasukan.

Namun, belum saja Risma meneguk kebahagiaan itu seluruhnya, kabar duka aku dapat dari keluarga Risma bahwa Ibu Risma telah dipanggil oleh Allah untuk menemui-Nya.

"Aku merasa bersalah sama Ibu, Shan. Waktu kita seleksi PTN, Ibu sedang sakit parah hiks... Ibu mau aku temenin, tapi aku bilang aku harus seleksi waktu itu hiks... Hingga kemarin pagi, Ibu sudah tiada, Shan. Hiks, hiks..." ucap Risma padaku ketika kami sekelas melayat Ibu Risma.

"Sudah, Ris. Ibu Risma mungkin mengerti. Risma doakan saja Ibunya. Jangan nangis terus. Biarkan Ibu Risma tenang disana. Sudah ya. Lihat tuh ingus Risma keluar mulu" ucapku menenangkan Risma yang diakhiri dengan gurauan.

Wajah Risma yang sembab karena terlalu banyak menangis itu akhirnya dapat tertawa karena kata-kataku. Aku bahagia bisa membuat orang tertawa.

"Tapi adek Risma gak kenapa-kenapa 'kan?" tanyaku.

"Nah justru aku tuh kasian lihat adek, Shan. Adek selalu nanya mana Ibu. Aku jawab Ibu sedang berada di surga. Kadang juga adek ku gak percaya, dia malah keukeuh nanyain Ibu. Aku tuh bingung mau jawab apalagi" ucap Risma yang sedikit lebih tenang dari sebelumnya.

Begitulah dunia dan cara kerja takdir. Yang sebelumnya tiada kemudian terlahir ke dunia, kemudian tiada lagi dari dunia. Dunia hanyalah persinggahan sementara dengan segala macam tipu dayanya. Banyak manusia dibumi ini yang tertipu dengan dunia. Mereka berjalan diatas muka bumi ini seolah-olah mereka akan hidup abadi di dunia tanpa sedikitpun ingat kepada negeri setelah dunia yang tentunya abadi. Sesungguhnya dunia adalah sebuah pelajaran bagi manusia yang mau berfikir. Karena apapun yang kita lakukan dan apapun yang Tuhan titipkan kepada kita akan ada pertanggung jawabannya kelak.

Dan untuk kematian, kematian akan menimpa siapa saja tanpa mengenali usia atau keadaan. Kita hanya menunggu giliran daun bertuliskan nama kita dari pohon kematian akan gugur dan Malaikat Izroil akan mengikuti kita kemana kita melangkah sejak seratus hari sebelum sakaratul maut itu terjadi.

Dan jika tubuh telah menyatu dengan tanah, lantas dimana peran dunia yang selalu kau banggakan? Justru dunia yang melalaikanmu akan menjadi bumerang kepedihan bagi dirimu di alam baka nanti. Harta kekayaan yang didapat dengan bersusah payah selama di dunia akan ditinggalkan, sanak keluarga yang dicintaipun tak dapat menemani kesunyianmu dibawah tanah sana, jabatan yang selalu dibanggakanpun tak akan meringankan rasa takut ketika malaikat Munkar dan Nakir menanyaimu di alam kubur.

***

Satu semester berlalu. Kini saatnya pembagian raport. Semua siswa di Aliyah ini wajib membawa orang tua mereka untuk pengambilan raport.

Dan aku bersama Papah.

Sebelum pembagian raport, wali kelas kami, Bu Wily mengumumkan peringkat 1 hingga 10. Saat Papahku tau namaku tak di sebut, Papah menengokku dan membisik,

"Bloon..."

Itulah Papahku. Teman-temanku yang mendengarnya tertawa.

Papahku cerdas dan religius. Beliau banyak bicara dan humoris. Sehingga aku menjadikan Papah sebagai idolaku. Aku sangat bersyukur pada Tuhan karena telah metakdirkanku untuk terlahir dari rahim seorang muslim. Aku dan adik-adikku di didik berdasarkan ketentuan-ketentuan agama yang kami anut. Jadi pantas saja jika mereka mengatakan bahwa aku adalah perempuan yang jarang. Karena Papah dan Mamah mendidikku dengan cara yang berbeda.

Hampir semua temanku yang nialainya ambruk dan rangkingnya jelek merasa gelisah dan frustasi.
Tapi aku berada di peringkat 30 dari 36 siswa biasa-biasa saja. Malah aku lebih pada "acuh". Dan aku rasa hal itu tak penting bagiku. Yang aku inginkan adalah kebahagiaan.

**

"Hai, Risma! Lo kenapa?"
Tanyaku polos pada temanku yang sedang termenung di koridor kelas V.I.P ini.

"Kok kamu bisa sih ketawa-ketawa saat kamu tau rangking kamu jelek?"

"Emangnya gue harus apa?"

"Tuh kan.. Kamu polos-polos amat !! Aku kecewa sama rangking aku"

"Lo peringkat berapa?"

"18"

"Masih mending 18. Gue 30 tapi biasa aja. Itu artinya usaha lo belum maksimal di semester ini. Menangisi dan menyesali yang telah terjadi itu adalah pekerjaan yang paling sia-sia. Dari pada lo stres mikirin yang udah-udah, mendingan lo perbaiki yang perlu di perbaiki. Ini baru langkah pertama, masih banyak kesempatan di semester berikutnya. Semangat ya"

**
Di tengah percakapan antara aku dengan Risma, tiba-tiba Inka muncul dari balik pintu kelas 10 IPA 3.

"Shana, Inka pamit ya?"

Rencananya Inka teman sebangku ku akan pindah hari ini juga. Akhir-akhir inipun Inka sudah jarang sekolah. Alasan utama yang Inka katakan adalah karena dia sulit untuk beradaptasi di kota ini. Ini memang hal yang wajar menurutku.

"Langsung ke Majalengka?"

"Enggak. Ke pesantren dulu mau ambil baju-baju Inka"

"Oke. Kalo Inka rindu, kontak gue aja. Pokonya jangan sampai lose contac"

"Oke. Siap !!"

"Hati-hati. Sampaikan salam buat Papa, Mama dan keluarga Inka ya"

Kamipun berjabat tangan untuk yang terakhir.

***

Tuan Cokelat [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang