8. Orang Aneh

48 3 0
                                    

Pagi ini, langit masih berwarna biru, awan masih berkontras putih, dan aku masih bernafas.

Aku sangat berterimakasih pada Tuhan. Sampai saat ini masa remajaku di warnai dengan berbagai macam warna yang begitu indah.

Aku sadar usiaku kini sudah 16 tahun, aku sudah menginjak kelas 10 SMA di semester 2. Tapi karakterku yang seperti anak-anak ini belum juga berubah. Aku bahagia dengan duniaku, dengan karakterku. Tapi mereka kadang mencibirku bahwa aku harusnya mulai dewasa. Papahku kadang kesal padaku karena aku belum bisa dewasa. Ah, lagi-lagi dewasa!

Sudahlah simpan saja dewasa itu. Ini adalah hidupku. Aku memiliki peraturan sendiri. Dan aku tidak ingin di atur oleh siapapun.

**
Pelajaran untuk hari ini telah selesai, semua siswa siswi beserta guru-guru berhamburan keluar kelas dan memadati gerbang sekolah untuk pulang ke rumah masing-masing.

Seperti biasa, aku tak pernah pulang sekolah sendirian. Aku dan sahabat-sahabatku selalu pulang bersama

"Eh, Shan. Bentar dulu, deh. Ada pak Akmal. Kita nanyain nilai ulangan yuk ke pak Akmal!" ucap Risma menghentikan langkahku ditengah desakan searah orang-orang yang berjalan mendekati gerbang.

Akupun menyetujui saran Risma. Dan benar saja, pak Akmal yang hendak menyalakan sepeda motornya tengah berbicara dengan seorang siswi. Aku dan Rismapun berjalan melawan arah dari kumpulan siswa siswi yang tengah berdesakan ini.

"Assalamu'alaikum"

Sebelum memulai kata, aku dan Risma menjabat tangan pak Akmal terlebih dahulu sebagaimana yang dilakukan oleh seorang murid terhadap guru pada umumnya.

"Pak saya mau nanya soal hasil ulangan. Saya nilainya berapa, pak?" tanya Risma.

Aku dan Risma yang telah akrab dengan pak Akmalpun larut dalam pembicaraan yang asik mengenai berbagai hal sehingga kami lupa bahwa kami tengah mengobrol di tempat yang salah. Kami menghalangi siswa siswi yang akan keluar gerbang. Bahkan banyak diantara mereka yang melihati kami dengan tatapan yang aneh.

Ketika pembicaraan telah selesai, akupun berbalik badan dan kesialan menerpaku. Aku menabrak seorang pemuda dari arah yang berlawanan. Mungkin karena langkahku dan langkah pemuda itu cepat membuat kami seperti orang yang sedang berpelukan.

Orang-orang yang sadar akan adegan ini membuat mereka bersiul heboh terutama laki-laki. Untuk menutupi rasa malu, aku hanya tersenyum dan meminta maaf. Pemuda itupun tersenyum dan meminta maaf padaku.

Kamipun bersilangan jalan dan siulan itu masih belum berhenti. Ah, dasar remaja!

Tapi tunggu, pemuda itu seperti tak asing lagi dimataku. Tapi siapa?
Ah, aku ingat. Pemuda itu adalah pemain basket di pertandingan basket beberapa pekan lalu. Pemuda itu yang aku sebut salah satu anak basket yang tidak keren. Dan sekarang bumi mendekatkan aku dengannya?

***
Siang ini cuaca mendung, rintik hujan mulai mengguyur bumi di Kota Tasikmalaya. Aku dan teman-teman satu sekolah tertahan di sekolah. Menunggu hujan reda kemudian pulang adalah hal yang sudah lumrah di kalangan anak sekolah.

Kebetulan, hari ini di kelasku sedang ada masalah. Kami masih dalam proses beradaptasi dan kami belum menemukan 'kenyamanan' di dalam kelas. Di tambah berbagai kesalahpahaman diantara teman satu kelas.

"Oke iya aku yang salah. Aku bodoh aku gak bisa kayak kamu...."
Ujar Rifai di depan kelas.

"Enggak, bukan gitu. Aku tuh enggak suka kalo kamu ngerendahin diri kamu sendiri"
Jawab Rahmi yang duduk di bangku kedua dari depan.

"Tuh kan. Kamu beneran gak suka sama aku. Oke gak papa..."

"Enggak. Maksudnya bukan gitu..."

Pertengkaran ini dilerai oleh Muhiban si ketua kelas.

Tuan Cokelat [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang