Seketika, kufikir jika terlalu lama otak dan hatiku di penuhi oleh manusia yang ku sebut dengan Tuan Cokelat itu membuat aku lelah sendiri.
Dan rindu. Bahkan kumbang-kumbangpun tak tau kapan dan bagaimana rindu itu terpenuhi.
***
Di pagi cerah ini, aku melakukan aktifitas pagi di rumah seperti biasanya sebelum aku berangkat ke sekolah untuk mengikuti pelatihan persiapan acara PERMATA nanti.
"Mah, Pah, kakak berangkat ya...
Assalamu'alaikum..."Di sepanjang perjalanan, aku mendapat tambahan energi dan semangat dari manusia-manusia yang menyapaku ramah di bumi yang ku pijak ini.
Senyum adalah bagian dari penghias wajahku. Sumber keceriaanku. Modal utamaku untuk berbagi kebahagiaan kepada manusia lainnya yang aku temui.Sungguh aku mencintai diriku.Hari ini adalah hari ketiga dimana aku dengan teman-teman seorganisasiku berlatih untuk acara PERMATA nanti.
Hamparan lapangan sekolah yang luas di pijaki oleh anak-anak dari ekstra Paskibra dan anak-anak ekstra Basket. Beberapa ruangan kelaspun dipenuhi oleh anak-anak dari berbagai ekstra kulikuler untuk berlatih aksi-aksi yang akan mereka tampilkan di acara Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah sebelum acara Permata.Sementara aku dan sebagian teman-teman dari ekstra Pramuka memilih untuk berlatih tari semaphore di dalam ruangan.
Ketika dirasa cukup lelah untuk berlatih, kamipun beristirahat. Kuayunkan kakiku menuju pintu keluar ruangan kemudian disusul oleh beberapa temanku.
Ku hirup udara panas siang ini. Semilir angin membelai wajahku dengan lembut. Teriknya mentari mengundang kepalaku untuk menengadah ke atas sana.
"Hai langit, selamat siang", sapaku diikuti senyum yang mengembang.Ketika ku turunkan pandanganku ke bumi, ku lihat sosok manusia yang bersinar di mataku. Pemuda itu duduk bersandar pada tiang dibawah keranjang basket dengan kaki kanan yg diselonjorkan dan kaki kiri dilipat ke atas. Kaos lengan panjang yg ia singkap hingga sikut menambah ke-eleganan pemuda itu. Di tambah dengan adegan ia meminum air mineral membuat aku ingin berkata, "Tuhan, terimakasih. Dia indah".
Tuan Cokelat.
Dia menoleh kearahku dari lapangan sana dan kamipun sempat beradu pandang walau hanya sesaat karena aku yang mengalihkan pandang.Dari kejadian ini, dapat ku duga bahwasannya setelah ini aku harus menanggung rindu yang terlalu. Sesekali ingin kutanya pada manusia itu, "Ada pesan apa dibalik pandangan Anda, kak Rangga?"
Satu hal yang aku takutkan.
Geer.***
"Eh, masa iya kita udah bubar. Padahal baru jam sepuluh ini", sahut Salsa.
"Kita nyeblak yu?", kata Risma.
"Dimana?", kataku
"Gimana kalo nyeblaknya di rumah Risma aja?", Ujar Diar
"Setujuuu...", semua mengangguk setuju apalagi si pemilik rumah yang disebut-Risma-.
Siang yang cerah itu, aku, Risma, Diar, Salsa dan Hanidapun duduk sembari bersenda gurau di halte menunggu kedatangan bis.
Setibanya di kampung halaman Risma...
"Ris, kita kerjain mereka yuk", sahutku sembari berbisik dengan Risma.
Diar, Hanida dan Salsa belum tau dimana rumah Risma. Sedangkan aku tau karena aku kerap kali diajak oleh Risma untuk sekedar ngobrol atau berswafoto di rumahnya atau pula menyambung silaturahim dengan keluarga Risma.
"Ris, masih jauh gak sih rumahnya?", ujar Diar.
"Bentar lagi nyampe, guys", ujar Risma terkekeh kepadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Cokelat [REVISI]
Teen FictionSaya tau..... Dalam kebisuan, ada keinginan untuk Mengungkapkan. Dalam matamu, terdapat Isyarat hati yang Tersembunyi. . . . Dan satu yang harus kamu tau. Manik-manik dalam kehidupan remaja Saya adalah... KAMU