10. Penasaran

36 4 3
                                    


Bau basa dari dedaunan mulai tercium di pagi buta. Suara Adzan berkumandang menyeru sekalian manusia untuk berlutut dan bersujud kepada Tuhan Pemilik sifat Wujud.
Air yang sejuk mengalir pada bagian tubuh tertentu untuk mensucikan raga ketika hendak menghadap Ilahi. Walau udara dingin memeluk raga dengan sempurna, tak dijadikan alasan untuk alpa dalam menunaikan kewajiban setiap muslim.

Setelah bersujud bersama keluargaku diwaktu Subuh, Papah memberikan ceramah subuh sebagai rutinitas di pagi buta hingga nampaknya fajar shidiq yang tumpah ruah di langit yang lenggang.

Entah bagaimana awalnya, Papah akhirnya membahas tentang cinta. Papahku berkata bahwa, "jangan pernah mengemis cinta. Cinta itu jangan diminta, tapi belilah cinta dengan seperangkat perhatian dan kasih sayang agar kita mendapatkan kasih sayang dan cinta yang setara. Baik itu dari orang yang kita cinta, ataupun dari orang yang tidak pernah kita sangka sebelumnya"

Aku benar-benar tak faham dengan apa yang Papah bicarakan. Sebab, ini kali yang pertama Papah meracikan ceramahnya dengan bumbu cinta. Tapi kalimat itu mampu menyentuh perasaanku. Aku tak tau apakah yang aku rasakan ini adalah cinta atau sebatas kagum saja kepada pemuda di kantin itu.

Oh Tuhan, bolehkah aku jatuh cinta?
Haramkah aku jika mengagumi insan-Mu? Keterlaluankah jatuh hati ini?

**

Mentari menyambutku dengan hangatnya. Burung-burung berkicau riang sebagai simbol keadaanku pagi ini. Aku begitu semangat menjalani hidupku. Ketika aku sedang semangat-semangatnya, ditambah dengan seseorang yang membuatku berenergi, aku terlihat seperti perempuan yang begitu ceria. Bahkan kebahagiaanku ini berlebihan menurut mereka.

Seorang pemuda yang belum ku ketahui namanya telah menyihirku.
Pemuda basket itu sangat menarik dimataku, wajahnya yang hitam manis membuat jiwaku mencair olehnya, bola mata hitamnya begitu indah. Senyumnya yang menenangkan jiwa mengingatkanku pada sebuah cokelat yang aku sukai. Tuan Cokelat. Hanya dia yang pantas mendapatkan gelar itu.

"Shan, kamu sudah tau namanya belum?" tanya Lulu membuyarkan lamunanku.

"Nama siapa?" tanyaku polos.

"Itu loh, Tuan Cokelat yang kamu maksud"

"Ooh. Belum"

"Kamu penasaran?"

"Iya sih"

"Kamu cari tau aja siapa namanya? Kelas berapa? Gak mungkin 'kan selamanya kamu panggil dia dengan sebutan cokelat?" ucap Lulu yang meyakinkanku.

"Iya juga sih. Tapi gue gak tau sama siapa juga nanyanya"

"Shan, yang mempertemukanmu dengan cokelat di kantin Abah adalah Allah. Jika Dia mentakdirkan kisah ini akan berlanjut, aku yakin, kamu pasti akan tau siapa Cokelat itu. Dan jika Allah menghendaki, pasti Cokelat juga akan tau tentang Shana"

Kata-kata Lulu benar-benar membuatku merasa terbang melayang. Kini, aku sangat-sangat semangat. Melebihi semangat 45. Canda dan tawa yang aku tebarkan membuat mereka hanyut dalam kebahagiaanku.

"Shan, yang mana sih orangnya? Aku jadi penasaran" tanya Lulu melanjutkan percakapan yang sempat terputus tadi.

"Kalo Lulu mau tau, nanti kita ke kantin Abah. Pasti dia ada"

"Pasti orangnya hebat, ya?"

"Emang kenapa?"

"Ya, soalnya dia bisa meluluhkan hati seorang perempuan yang asalnya cuek banget ke cowok"

"Ahahaha..."

Aku tak tau lagi apa yang harus aku katakan. Membicarakannya saja hatiku sudah berdebar, apalagi berjumpa. Aku rasa jantungku rasanya hampir copot dari tempatnya.

Tuan Cokelat [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang