30. The Wonderfull Day

16 1 0
                                    

Aku tidak tau aturan ketika jatuh cinta. Akupun tak faham apa maunya hati sehingga semuanya selalu berubah-ubah. Karena tak ingin terlalu tenggelam dalam harapan yang tak pasti, aku mencoba untuk acuh. Namun semakin aku acuhkan, bumi semakin mendekatkan aku dengan manusia yang bernama Rangga Rafiqi itu. Aku fikir dengan menghindar, rasa ini akan luntur. Akan tetapi pada kenyataannya justru aku semakin ingin tau.

Jika aku yang mendekat, dia yang menjauh. Jika aku yang acuh, dia yang justru menggoda rasaku agar tetap bertahan.

Seperti Jumat siang ini.
Anak Pramuka dan anak Basket biasa berlatih dihari yang sama. Kami membagi dua lapangan untuk dijadikan tempat latihan.
Sudah biasa, disela-sela latihan, aku dan kak Rangga curi-curi pandang. Namun kali ini aku sengaja mengacuhkan pandangannya. Walau sesungguhnya aku tau kak Rangga selalu memandangiku.

Ketika anak Pramuka yang lainnya sudah masuk ke kelas untuk diberi materi, justru aku, kak Ryan, Hanida, Dila, Maulana dan Sidqi tengah berlatih menaksir lebar sungai dan lapangan yang menjadi medianya. Awalnya, aku diajarkan oleh kak Ryan bagaimana cara mengukur lebar sungai menggunakan ujung topi yang kita kenakan. Meskipun dibumbui dengan canda dan tawa, aku akhirnya berhasil menguasai materi ini dengan cepat. Kak Ryan menyerahkan tugas kepadaku untuk mengajarkan teman-temanku yang belum bisa.

Selama aku berlatih menaksir, disana kak Rangga terus saja memperhatikanku disela latihan basketnya. Aku hanya meliriknya saja. Dengan interuksi kakak kelas, semua anak Pramuka yang berada didalam kelas digiring untuk memadati sebagian lapangan untuk berlatih yel-yel.

Tepuk Pramuka!!!
(prok prok prok, prok prok prok, prok prok prok prok prok prok prok...)
Salam Pramuka!!!
(Salam! Yes! Satu Pramuka, satu suara, satu Indonesia! NKRI harga mati!!!)

Dan kami berlatih yel-yel yang menggunakan konsentrasi. Sebagian dari anak-anak Pramuka ada yang belum bisa sehingga menjadikan konsentrasi anak yang lain kacau. Yel-yel ini juga melatih kekompakan.
Dengan senang hati, aku mengajarkan yel-yel ini kepada mereka yang belum bisa. Tak lupa juga dibumbui dengan canda dan tawa sebagai hobiku.

Ketika aku tengah tertawa, aku tak sengaja melirik kearah anak-anak basket dan disana pula kak Rangga tengah mematung memperhatikan kearahku.

"Ayo, Ga!", ujar kak Irhas sembari menepuk pundak kak Rangga kemudian keduanya berlari kembali bermain basket.

Jadi, sedari tadi kak Rangga mematung disana hanya untuk memperhatikanku? Maksudnya anak-anak Pramuka. Tuh kan benar. Aku ini sudah tenggelam dalam lautan geer.

***

Sorepun tiba, pertemuan Pramuka kali ini ditutup dengan Mars Ambalan. Ketika azan Ashar berkumandang, aku memutuskan untuk shalat Ashar di masjid sekolah sebelum pulang bersama teman-temanku.
Setelah selesai kami turun dari masjid dan memakai sepatu.

" Ahaha..."

Suara tawa itu, aku kenal. Aku menoleh kesamping dan benar saja. Ada kak Rangga bersama kak Irhas dan satu perempuan tengah tertawa disana. Kak Rangga kali ini menggunakan sepeda lipat sebagai alat transportasinya.

Akupun beranjak pulang dan keluar gerbang.

"Temen-temen, kita mampir dulu di warung, yuk. Aku haus, nih", ucap Tia-teman seorganisasiku-.

Kamipun singgah terlebih dahulu disebuah warung kecil. Aku tidak ikut jajan. Aku hanya berdiri menghadap jalan. Tanpa aba-aba, kak Rangga melintas dihadapanku. Namun kali ini lain. Dari jarak dekat, Kak Rangga menoleh kearahku. Matanya menancap dimataku, dan ia tersenyum memamerkan gigi putihnya padaku.

Aku hanya tercengang memandangnya. Ini seperti mimpi. Dan untuk pertama kalinya kak Rangga tersenyum padaku.

Bahagia?
Tentu saja. Aku seperti melayang diudara.

Tiga puluh menit sudah aku dan teman-teman singgah diwarung ini akhirnya kami berjalan pulang.

Ketika di perjalanan, seperti ada sesuatu yang menarikku untuk menoleh kesebrang jalan sana. Dan ternyata, di sana kak Rangga sedang menghadap kearahku bersama sepedanya. Saat aku melihatnya dan kak Ranggapun melihatku, kak Rangga lantas pulang kejalurnya.

Apa mungkin kak Rangga sudah tau tempat tinggalku? Ketika acara ngaliwet antara Osis dan Pramuka juga kak Rangga heboh menyebut nama daerah tempat tinggalku.

Oh, Tuhan. Selamatkan aku dari tenggelamnya diriku dalam lautan geer. Aku takut. Sangat takut.

***

"Begitu, Lu. Aneh banget kan, ya? Padahal hampir tiga puluh menit aku sama temen-temen mampir dulu di warung. Kalo difikir secara logika, ya. Rumahnya kan dekat. Lima belas menit juga udah nyampe di rumahnya." ceritaku pada Lulu ketika kami sedang di kelas.

"Aku juga ngerasa aneh, Shan. Atau mungkin dia tuh memastikan Shana udah nyampe rumah atau belum", ucap Lulu.

"Tapi dari mana dia tau rumahku, Lu?"






***

Tuan Cokelat [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang