Chapter 31

4.3K 356 2
                                    

"Apa maksudmu penderitaanmu baru saja dimulai?" Sakura memotong

"Jangan kau bilang hanya kau disini yamg menderita, akupun sama. Aku akui kau sangat patah hati dan merasa sakit tentunya dan juga kau hampir kehilangan nyawa karenaku tapi penderitaanmu itu sebenarnya ada timbal baliknya padaku" sela Sasori. Kemudian dia mulai kembali melanjutkan

Sasori Story Part 2 (Flashback)

Saat kulihat kau diabawa ke Rumah Sakit aku tidak bisa atau lebih tepatnya aku tidak kuat melihat kondisimu seperti itu. Aku langsung pulang ke Rumah dan menangis sejadi-jadinya, sampai-sampai nenekku--nenek Chiyo heran dengan kelakuanku, aku mengurung diri di kamar, tidak makan bahkan nyaris tidak melakukan apapun selama seminggu. Nenek Chiyo yang mencemaskan diriku akhirnya memanggil orang tuaku untuk segera ke Tokyo menjengukku, orang tuaku pun datang. Aku tahu mereka datang karena sesampainya di Tokyo, ayahku langsung menggedor-gedor pintu kamarku dan kudengar suara Ibuku penuh dengan kecemasan memanggil namaku. Pintu kamar akhirnya dirusak oleh ayahku dan menemukan kondisiku sangat menyedihkan, bagaimana tidak? aku tergeletak lemah karena tidak makan dan minum selama seminggu, bau keringat yang menjalar keseluruh tubuhku bahkan baju seragam sekolah masih aku kenakan.

Ayahku membawaku ke Rumah Sakit takut terjadi sesuatu padaku, aku dirawat dan diberi penanganan langsung dan untungnya aku dirawat di Rumah Sakit yang sama denganmu. Saat aku tersadar, tidak sengaja aku melihat Naruto dan Kiba berjalan di koridor Rumah Sakit, langsung saja kuikuti mereka dan disitulah aku tahu kau disana terbaring dan belum juga sadarkan diri. Tetapi tidak lama, aku melihatmu akhirnya bisa kembali membuka mata, meskipun hanya dari jendela tetapi bisa melihat kondisimu baik-baik saja aku merasa sangat bahagia. Sebelum yang lain menyadari bahwa aku juga berada di Rumah Sakit itu, aku meminta pada ayahku untuk segera keluar dari sana dan meminta dirawat di Rumah saja. Untungnya dokter menyetujui, aku pulang tapi belum bisa kembali bersekolah.

Seminggu setelah melihat kau tersadar, orang tua Shion tiba-tiba datang kerumahku. Mereka memberitahu orang tuaku bahwa saat itu Shion tengah hamil dan usia kehamilannya sudah menginjak usia sebulan, kau bertanya itu anakku? tentu saja itu anakku, kenapa aku yakin? tentu saja karena Shion hanya melakukannya padaku dan jangan tanya kenapa aku bisa sangat yakin, tentu saja karena memang aku yang pertama untuk Shion.

Belum juga aku sembuh benar dari rasa frustasiku karena kecelakaanmu, aku sudah dihadapkan dengan kenyataan bahwa aku menghamili Shion, usia kami saat itu masih sangat muda dan tentu saja saat itu aku sangat shock dan tentu saja Shion lebih shock daripada aku. Karena ini adalah kesalahan yang sangat fatal yang pernah kami lakukan, akhirnya kedua orang tua kami sepakat untuk menikahkan kami. Maka dari itu, kenapa sejak kecelakaan itu aku tidak pernah lagi bisa ditemui karena setelah kesepakatan kedua orang tua kami terjadi, orang tuaku membawaku kembali pulang ke kampung halamanku di Sapporo dengan membawa Shion tentunya dan juga nenek Chiyo yang digadang-gadang akan membantu Shion menjaga anak kami kelak.

~~<>~~

Disana ayahku mengurus bagiannya dan di Tokyo ayah Shion mengurus bagiannya pula, kau tahukan peraturan di Jepang jika seseorang masih berstatus sebagai pelajar maka mereka tidak diizinkan untuk menikah, tapi karena pengaruh ayah Shion yang kaya raya dan bisa mengurus semuanya akhirnya kami pun mendapatkan izin menikah di Sapporo. Pernikahan dilangsungkan secara pribadi, hanya ada orang tuaku, orang tua Shion, pamanku, nenek Chiyo dan kami tentunya. Kami menikah, dinikahkan oleh pendeta Shinto di Kuil setempat, kemudian mendaftarkan pernikahan di Catatan Sipil secara sah agama maupun negara.

Aku masih bisa melanjutkan sekolah. Shion? karena kondisi kehamilannya yang semakin hari semakin membesar maka dia harus cuti selama setahun baru bisa kembali bersekolah. Disatu sisi aku masih frustasi atas apa yang kulakukan, menikah diusia muda dan akan segera menjadi ayah sebelum waktunya. Tapi disisi lain aku merasa bahagia apalagi saat pulang sekolah aku disambut oleh Shion dengan perut yang mulai membuncit sambil berkata "Selamat Datang" sambil mengelus perutnya, aku makin bahagia saat dia berkata "Sasori dia menendang" rasanya benar-benar tidak bisa aku gambarkan.

Akhirnya aku lulus dari SMA di Sapporo dan usia kandungan Shion sudah semakin tua, tadinya aku berfikir setelah lulus aku akan kerja paruh waktu dulu setelah itu baru mencari pekerjaan tetap. Tetapi ayah Shion tidak mengizinkannya, dia menyuruhku langsung bekerja dicabang perusahaannya yang berada disana, aku yang tadinya tidak tahu apa-apa menjadi tahu seluk beluk perusahaan, kinerjaku bagus dan semakin sibuk bahkan karena terlalu sibuk aku jadi lupa dengan diriku sendiri dan Shion tentunya. Hingga saat itu datang kira-kira usia kandungan Shion sudah hampir mendekati bulan ke-8, dia tiba-tiba ingin datang ke Kantor untuk membawakan makan siang, belum sempat dia sampai di Kantorku dia mengalami kecelakaan, dia disambar motor saat sedang menyebrang jalan yang berakibat membahayakan janin dalam kandungannya.

Aku berlari seperti orang kesurupan mencarinya diruangan mana dia dirawat di Rumah Sakit itu, saat kutemukan kamar rawatnya, aku melihat dia diam termenung dan lebih parahnya lagi aku melihat perutnya sudah mengecil, kosong tanpa adanya bayi kami lagi didalamnya. Saat melihatku dia langsung menjerit histeris sambil memelukku dan berteriak sambil berkata "Kenapa dia tidak bisa menunggu 2 bulan lagi untuk bertemu kita?", "Kenapa dia harus pergi meninggalkan kita" hingga saat ini jeritanya masih tergiang jelas ditelingaku dan itu membuatku sangat sakit. (Sasori tanpa sadar meneteskan air mata)

~~<>~~

Bayi kami berjenis kelamin laki-laki yang aku beri nama Sora, Akasuna Sora. Sora yang berarti langit, anak kami sudah menjadi langit yang selalu akan melihat kami dari atas sana jawabku pada pendeta saat bertanya nama anak kami sebelum jenazahnya yang kecil itu dimasukkan ke liang kubur. Aku menangis melihatnya ditutup peti dan ditanam ditanah itu, Shion tidak menghadiri pemakaman karena kondisinya tidak bisa aku jelaskan, hanya aku, ayahku dan pamanku yang menghadirinya, aku terduduk didekat gundukan kecil itu, membayangkan anakku berada disana sangat membuatku menderita.

Sepulang dari pemakaman Shion masih tetap terdiam, aku hanya bisa duduk ditepi ranjang kamar kami sambil menangis didepannya. Sejak saat itu aku tidak pernah lagi melihat Shion tertawa. Sejak kematian anak kami dia mengalami depresi berat dan hanya diam saja yang dilakukannya tanpa ada ekspresi, hingga entah darimana dia mendapatkan kabar bahwa kau dan Sasuke menikah disitulah dia tiba-tiba memberi respon dan ekspresi untuk pertama kali sejak mengalami depresi. Tapi ekspresinya membuatku takut, karena ekspresi yang dia tunjukkan untuk pertama kali adalah ekspresi MARAH.

~~<>~~

LOST IN THE FUTURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang