Bagian 6

621 75 0
                                    

Follow ig;@wattpadisn
Semoga harimu baik.

🍭

"CACA, MANA SIH?"

Denis bersandar pada motornya. Terus menggerutu kesal. Ia melihat gedung utama sekolahnya yang masih banyak dilalui murid lainnya.

Lika menoleh kearah Denis sambil berdecak, "Sabar! Lo jadi laki enggak sabaran banget!"

Denis tergelak menatap sinis Lika, "Sirik banget sih lo jadi orang!"

Lika mendelik kemudian membuang pandangannya ke arah lain. Di depan sana, ada Seto dan Anis yang baru saja keluar gedung. Mereka berjalan menghampiri Denis dan Lika yang sudah berada di parkiran.

"Caca belom dateng?" tanya Anis saat dirinya tak melihat Caca.

Denis menggendikan bahunya, "Seperti yang lo lihat."

"Udah dari tadi atau baru aja?" sambar Seto menatap Denis. Yang ditatap hanya menggendikan bahunya tak tahu.

Kemudian Seto menatap Lika. Merasa dirinya diperhatikan, Lika menoleh dan mendapati Seto yang menatapnya penuh tanya.

"Gue gatau, To."

Anis yang mendengarnya mendengus. Kemudian menatap ketiga temannya bergantian.

"Lik, Den, kita duluan aja, yuk! Panas banget, nih!"

Denis langsung menegakkan tubuhnya, "Nah! Setuju gue. Ayolah!" lalu menaiki motornya dan bersiap.

Anis mengangguk lalu menatap Seto, "Gapapa kan, To? Gue duluan ya sama Denis dan Lika. Nanti gue tunggu di tempat biasa."

Seto mengangguk. Anis, Denis dan Lika pun menaiki motornya masing-masing dan berlalu meninggalkan area parkir sekolah menuju rumah masing-masing.

Seto, ia masih menunggu Caca di parkiran yang masih sedikit ramai. Ia bersandar pada motornya menatap setiap siswi yang lewat berharap kalau Caca diantara mereka.

Tapi sedari tadi tidak ada tanda-tanda akan kedatangan Caca. Ia pun mendengus sebal. Diambilnya ponsel dikantong jaket sebelah kiri dan segera menghubungi Caca.

Namun, sampai lima kali panggilan pun hasilnya masih sama. Tidak ada jawabannya sama sekali. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk menunggu Caca di pos satpam depan gerbang dengan sebelumnya sudah mengirimkan pesan untuk Caca.

*****

Caca masih bersandar santai disofa bersama Derin, cowok yang baru saja dikenalinya--tanpa sengaja.

Caca memejamkan matanya menikmati semilir angin yang menerpa permukaan kulit wajahnya. Cuaca saat ini cukup sejuk, tidak mendung dan tidak panas terang.

Sampai suara serak laki-laki disebelahnya memaksa kedua mata Caca membuka secara reflek.

"Mau sampe kapan lo disini?" suara Derin terdengar sinis.

"Kenapa, sih?" sahut Caca tanpa menoleh.

"Betah karena ada gue?"

Caca menoleh dengan wajah datar, "Lo pede juga ternyata."

Derin mengangguk, "Jadi cowok itu harus percaya diri. Biar gak gampang dikatain sama anak lainnya."

"Boleh juga alasan lo." sahut Caca manggut-manggut.

"Seharusnya anak cewek juga kayak gitu. Gue heran, kenapa anak cewek banyak yang kurang percaya diri? Padahal mereka cantik--relatif sih, tapi kan, seharusnya mereka gak rendah diri."

Caca mengangguk menyetujuinya, "Iya, lo benar. Emang kebanyakan cewek kayak gitu. Tapi mungkin yang lo gak tau, mereka kayak gitu karena malu. Mereka cuma ngerasa, mereka itu kurang pantas."

"Kenapa juga harus merasa kayak gitu? Semua orang kan sama aja."

Caca menggendikan bahunya, "Setiap pemikiran orang itu berbeda-beda. Mungkin yang lo lihat, cewek itu malu karena penampilannya yang terlihat sederhana--mendekati culun."

Derin manggut-manggut mendengarkan penjelasan Caca.

"Tapi, gak semua cewek kayak gitu. Mereka--para cewek, lebih suka tampil sederhana, gak mewah. Biar kelihatan apa ada nya. Mereka cuma mau kelihatan natural."

"Lo, juga gitu?" potong Derin menatap Caca dengan menyipitkan matanya.

Caca mengangguk, "Lo lihat aja penampilan gue. Biasa aja kan? Kadang, cewek cuma mau dikenali dengan dirinya yang biasa aja bukan karena penampilan 'Wah' nya yang banyak mengundang tatapan haus nafsu kaum adam."

"Lo ternyata, asik juga." celetuk Derin terkekeh.

Caca menatap Derin, "Lo juga, gak seburuk kesan awal kita ketemu."

"Emangnya gue kelihatan kayak gimana?"

"Lo ituu... gue pikir ya, lo itu cowok yang dingin, bosenin, kalo ngomong nyakitin, gak asik, pokonya lo nyebelin."

"Tapi setelah lo kenal gue--sedikit?"

"Iya, lo asik. Nyambung aja ngobrol sama lo. Pembawaan lo juga santai, jadi buat yang ngomong sama lo pasti merasa nyaman."

"Kayak lo?"

"Hahaha... mungkin."

Derin tertawa renyah, "By the way, lo gak mau pulang gitu?"

Caca tersentak, "Hah? Emangnya udah bel?"

Derin mengangguk, "Udah. Lima belas menit yang lalu. Emang lo gak denger?"

Caca menggeleng polos kemudian menepuk jidatnya saat mengingat teman-temannya yang sudah menunggu.

"Duh, gue lupa. Temen gue udah pada nungguin kayaknya deh."

Derin terkikik geli, "Yaudah, sana! Lo pulang aja!"

Caca mengangguk, "Gue duluan ya, Derin." kemudian melambaikan tangannya.

Derin menatap kepergian Caca dengan senyum kecil yang menghiasi bibirnya. Jiwanya kembali hidup setelah lama kia meredup.

"Gue selalu berdoa untuk bertemu sama orang-orang yang bisa buat gue tersenyum. Dan sekarang, doa gue udah terkabul."

"Semoga lo alasan gue terus tersenyum, Ca."

-----

Semoga ya, Derin. Karena aku tahu kamu kuat.

24 Juli 2018

Hubungan Tanpa Status [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang