Bagian 5

739 77 0
                                    

Jangan lupa, ya. Seperti biasa.

🍭

KEADAAN kelas saat ini sangat terlihat berantakan karena jam kosong. Bagaimana tidak? Anak-anak bermain sesukanya. Ada yang bergosip ria di depan kelas, ada juga yang sedang bercanda gurau lari-larian seperti anak kecil.

Beberapa anak ada pula yang menggabungkan meja dan kursi dibangku paling belakang menjadi satu untuk dipakai tidur oleh anak laki-laki.

Caca menatap seisi kelas dengan pandangan jengah. Setiap ada jam kosong pasti kejadian-kejadian seperti ini akan terus berulang.

Caca melihat Denis yang sedang bergosip ria bersama dengan anak perempuan lainnya dengan senang. Sesekali gelak tawa terdengar dari perkumpulan anak-anak gosip itu.

Lika, cowok itu sedang meledek teman perempuan sekelasnya--Lina-- dengan celotehan-celotehan khasnya yang membuat sang empu menggeram kesal. Ini sudah pemandangan setiap hari yang disajikan Lika kepada anak kelas kalau ia sangat suka meledek Lina.

Anis, perempuan itu sedang bersandar pada punggung kursi menatap keadaan kelas yang menurutnya sudah sering terjadi dan akan selalu begitu. Dengan earphone yang menyumpal telinganya, ia menggerakkan kepalanya pelan mengikuti irama musik yang mengalun.

Sedangkan Seto, cowok itu masih setia menemani Caca yang sedang jenuh berada di dalam kelas. Sesekali terdengar helaan napas dari Caca yang langsung ditatap oleh Seto.

"Kenapa sih lo?" cetus Seto melihat Caca yang sedang mendengus jenuh.

"Gue bosen, To." sahut Caca menelungkupkan kepalanya. "Kemana kek, yuk!"

Seto menggeleng pelan, "Enggak, Ca. Dikit lagi juga udah bel pulang. Nanggung banget kalo mau bolos sekarang."

Caca mendengus kesal, "Bete gue. Lo mah! Yaudah deh gue mau keluar dulu."

Tapi sebelum Caca beranjak dari bangkunya, ada sebuah lengan mencekalnya. Seto menatap Caca dengan dahi yang mengkerut.

"Mau kemana sih, Ca?"

Caca mendengus, "Keluar, To. Gue gabut di dalem kelas doang."

"Gue ikut, ya?" tawar Seto ikut beranjak dari bangkunya.

Caca langsung menggeleng pelan, "Gausah, To. Biar gue sendiri aja. Gue lagi gamau ditemenin sama siapa pun."

Seto menghela napasnya, "Yaudah. Tapi kalo ada apa-apa bilang sama gue. Jangan lupa dikit lagi bel pulang, gue tunggu diparkiran."

Caca mengangguk lalu melenggang pergi dari dalam kelas. Anis yang melihatnya pun menghampiri Seto yang masih berdiri menatap kepergian Caca.

"Mau kemanain itu anak?" tanya Anis berada disamping Seto dengan pandangan masih terfokus pada sosok Caca yang sudah menghilang.

Seto menggendikan bahunya menjawab pertanyaan Anis tanpa mengalihkan pandangannya, "Gatau gue. Biarin aja, mungkin dia lagi mau sendiri dulu. Gausah terlalu dipikirin, lagi pula nanti pulang sekolah juga ketemuan di parkiran."

Anis manggut-manggut saja lalu beranjak meninggalkan Seto dan kembali duduk di tempatnya semula.

*****

Caca berjalan tak tentu arah, ia hanya mengikuti kemanapun kakinya melangkah. Ia melihat sekitarnya yang tidak terlalu ramai dengan murid lain karena masih jam pelajaran berlangsung.

Kakinya melangkah menaiki tangga ke lantai tiga dan terus melangkah hingga sampai ke atas rooftop yang sangat sepi.

Ia melihat kekanan dan mendapati sofa bekas yang sudah usang tapi masih layak pakai. Ia pun menggerakan langkahnya menuju sofa itu dan segera mendudukan tubuhnya.

Ia memejamkan matanya sejenak, menghirup udara sebanyak-banyaknya lalu menghembuskannya kembali. Ia mendongak menatap langit dengan sedikit menyipit karena pancaran sinar matahari yang terang.

"Ngapain lo disini?" suara berat laki-laki terdengar dekat. Caca langsung mengalihkan pandangannya mencari sumber suara itu berasal.

Saat ia menoleh kekiri, ia mendapati sosok laki-laki yang sedang bersandar di dinding dekat tangga dengan kedua tangan yang dimasukan dalam kantong celana sambil menatap lurus ke depan.

Caca mengeryit, "Siapa ya?"

"Lo yang siapa? Ini tempat gue. Kenapa lo bisa disini?" sahut cowok itu berjalan menghampiri Caca yang masih bersandar disofa dengan tatapan bingung.

"Tempat lo?" beo Caca saat sosok laki-laki itu tiba dihadapannya. Caca mendongak melihat wajah laki-laki itu.

Laki-laki itu menunduk menatap tajam Caca, "Iya. Ini tempat gue. Lo ngapain disini?" ketusnya.

Caca menggendikan bahunya, "Ini masih area sekolah kali. Siapa pun berhak untuk disini. Emangnya lo siapa? Gausah sok berkuasa deh dengan menetapkan tempat ini sebagai milik lo." sahut Caca tak kalah ketus menatap tajam laki-laki itu.

Laki-laki itu mendengus lalu menghempaskan tubuhnya tepat di sebelah Caca dengan pandangan masih lurus ke depan.

Caca melirik laki-laki itu dengan malas kemudian mendengus sebal. Laki-laki itu menggeram melirik Caca.

"Derin."

Caca menoleh, "Apa?"

"Gue, Derin." ujar laki-laki bernama Derin itu tanpa menoleh kearah Caca.

"Gue gak nanya!" ketus Caca.

Derin menggendikan bahunya, "Kalau mau kesini lagi, jangan ajak siapa pun."

"Sekarang tempat ini jadi milik kita. Milik lo dan gue. Gaada yang boleh kesini selain kita berdua karena emang gaada yang tahu soal tempat ini."

Caca diam membisu. Memilih bungkam karena bingung harus menjawab seperti apa.

"Lo denger gue kan, Veronica Ayunanda."

-----

21 Juli 2018,

Hubungan Tanpa Status [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang