Caca, Anis, Denis, Lika dan Seto masih berdiam di Cafe. Mereka hangout bersama sekalian merayakan kejutan ringan hari lahirnya Anis.
Sesekali gelak tawa terdengar meriah dari meja yang mereka tempati. Pengunjung lain hanya menatap mereka sekilas lalu kembali pada kegiatannya masing-masing.
Masih dengan tidak perdulinya, Denis dan Lika makan dengan rasa bodoamat yang menyelimuti dirinya. Terlihat ketika Denis dan Lika berebut makanan yang sudah dipesankan oleh Anis.
"Bagian gue ini, Den!" ucap Lika menggebu mengambil alih piring makanan itu.
"Jatah lo udah abis, Lik! Ini jatah gue ah lo rakus banget sih!" gerutu Denis dengan suara yang cukup besar.
"Biasa aja dong lo ngomongnya! Mau jatuhin harga diri gue lo?!" decak Lika kesal.
"Kayak harga diri lo tinggi aja!" ketus Denis bersandar pada kursi menatap sinis Lika. "Harga diri lo digantung di pohon toge? Omongan kayak gitu pake diambil hati.".
Caca tertawa melihat pertikaian mereka begitu juga dengan Anis. Tapi lain halnya dengan Seto, cowok itu mendengus kasar memandang temannya yang seperti anak kecil.
"Gak usah ribut juga kali!" ucap Seto. "Itu makanan masih banyak, gak usah ribut gara-gara makanan doang. Lagi kelaperan lo berdua?"
"Sorry aja nih ya, To. Gue kesini nahan laper jadi wajar lah kalo gue keliatan kayak orang kelaperan." ujar Denis membela diri. "Gak kayak Lika noh! Udah makan dirumah pake mau makan lagi disini. Rakus banget lagi!" lanjutnya menatap sinis Lika.
"Lo kalo gak seneng bilang!" ketus Lika mengembalikan makanan tersebut ketengah meja. "Udah gak laper lagi gue. Gak nafsu!"
"Yaelah! Baperan amat lo!" sindir Denis.
"Mending baperan kan dari pada laperan?" sinis Lika menatap Denis. "Sayangnya gue gak lagi cari pembela atas kebenaran tentang diri gue."
"Kok lo nyolot---"
"Heh! Udah jangan pada ribut! Gak malu apa lo pada diliatin sama pengunjung lain?" ujar Caca menengahi sambil melirik pengunjung lain yang masih menatap mereka.
"Ganggu pengunjung lain aja." Anis menimpali.
"Masih mau lanjut?" Seto menatap tajam Denis dan Lika bergantian. Yang ditatap hanya menggeleng takut. "Denis, kalo lo masih laper yaudah makan. Dan lo Lika, kalo lo juga masih laper yaudah tinggal makan. Itu makanan masih banyak, tinggal pilih. Apa perlu gue pesanin lagi?"
"Gak usah."
"Gak perlu."
"Yaudah makan!" titah Seto mendengus sebal.
Mereka akhirnya melanjutkan makan yang tertunda itu. Tanpa percakapan lagi sebab mereka sudah malas berbincang setelah merasa dipermalukan secara tidak langsung oleh tindakan Denis dan Lika barusan.
*****
"Lo yakin mau balik sendirian?" tanya Seto diparkiran depan Cafe.
"Ini udah lumayan malem, Ca. Yakin?" Anis menimpali.
"Iya gue yakin." balas Caca mengangguk. "Seto, bawa balik Anis ya. Jagain baik-baik."
Seto mengangguk, "Lo tenang aja. Ada juga lo yang jaga diri baik-baik."
"Yaudah kalo gitu gue pergi dulu." sahut Caca memberhentikan taksi dan langsung pergi setelah berpamitan dengan teman-temannya.
Seto memandang taksi yang ditumpangi Caca hingga menghilang dipertigaan depan. Lalu menatap Anis dan yang lain.
"Ayo balik!" ajak Seto membuka pintu mobil bagian yang mengendarai. Diikuti oleh ketiga temannya.
Mobil berjalan dengan kecepatan rata-rata membelah kota metropolis yang sudah sedikit lenggang. Tak ada obrolan selama perjalanan, hanya ada keheningan yang menjalar.
"Turunin gue di kedai kopi depan, To." ujar Lika memecah keheningan. "Mau mampir dulu gue."
Seto hanya diam kemudian mengangguk. Seto meminggirkan mobilnya tepat didepan kedai kopi yang Lika maksud. Lalu turunlah Lika dan diikuti Denis.
"Lah lu ngapain ikut gue turun?" tanya Lika mengeryit menatap Denis.
"Mau ngopi juga gue." sahut Denis santai, berjalan mendahului Lika yang masih berdiri di depan pintu mobil Seto yang masih terbuka.
Lika berdecak kesal, lagi-lagi ia pergi bersama temannya itu. Lalu melirik Seto yang memandang dirinya. "Lo balik aja, hati-hati di jalan." kemudian menutup pintu dan melenggang masuk kedalam kedai.
Seto kembali melanjutkan jalannya. Sesekali ia melirik Anis yang diam dari tadi sambil memandang kearah luar jendela. Ia merasa heran, tidak biasanya Anis seperti ini.
"Nis, lo kenapa?" ucap Seto mencairkan suasana.
Anis menoleh lalu tersenyum, "Gue gak apa-apa."
"Serius?"
Anis mengangguk lalu kembali menatap jalanan luar.
"Lo gak perlu bohong. Udah berapa lama sih kenal gue? Masih ada yang mau disembunyiin?"
Anis diam membisu.
"Kalau mau cerita, yaudah tinggal cerita. Lagian biasanya juga gitu kan?"
Lagi, Anis hanya diam. Seto menghembuskan napas panjangnya lalu kembali fokus pada jalanan didepannya. Ia menyerah untuk membujuk Anis bercerita.
"Menurut lo, salah gak sih suka sama seseorang?" Anis bersuara menoleh menatap Seto.
"Iya enggak salah lah. Setiap orang punya hak untuk menyukai seseorang." balas Seto melirik Anis.
"Berarti, gak masalah dong kalo gue suka sama orang itu." sahut Anis kembali menatap jendela.
"Siapa sih orangnya?"
Anis diam. Tidak menjawab. Memilih bungkam dan menciptakan keheningan yang kembali tercipta. Seling beberapa saat, pertanyaan Seto mendapat jawabnya.
"Lo." Anis menjawab pertanyaan Seto pelan tanpa memandangnya.
-----
Baper boleh? Lah boleh atuh.
Jangan lupa voment yaaa,
12.8.18
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubungan Tanpa Status [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[NOVEL DIJUAL ONLINE. SUDAH BISA DIBELI DI SITUS BUKALAPAK, SHOPEE, BLIBLI, WEB GUEPEDIA.COM, TOKOPEDIA. SEMUA DENGAN USER NAME GUEPEDIA] Karena mereka tidak tahu bagaimana rasanya jadi aku. Bagaimana rasanya kala mencintai tetapi tak pernah diakui...