Follow ig;
-wattpadisn
•••••••Motor yang dikendarai Derin berhenti tepat di depan bangunan besar berwarna serba putih. Ia turun dari motor diikuti oleh Seto dan Anis disebelahnya.
Derin menatap kedua orang asing itu dengan tatapan datar. Ia langsung melongos pergi lebih dulu dari parkiran meninggalkan kedua orang itu.
Seto dan Anis mengikuti langkah Derin yang sempat berada jauh di depannya. Seto mendengus sebal menatap punggung Derin yang berjalan dengan cepat seakan lupa jika dirinya membawa orang.
"Kita ngapain sih kesini?" Tanya Anis yang berusaha menyamai langkah besar Seto.
"Gak tau." Sahut Seto masih menatap punggung Derin. "Tanya aja sama itu anak!" Tunjuknya pada Derin.
"Dih! Males banget." Sahut Anis malas.
Seto mengejar Derin yang semakin menjauh. Mereka hampir berlari di sepanjang koridor rumah sakit itu. Banyak tatapan heran orang-orang yang melihat mereka terburu-buru. Mungkin mereka hanya mengira bahwa kerabat Seto sedang dalam keadaan kritis. Pemikiran spontan memang.
"Lo ngapain ngajak kita kesini?" Tanya Seto saat mereka sudah berada di dalam lift. Ia mengatur napasnya yang masih tersenggal.
"Gausah banyak tanya!"
"Dih? Kok malah nyolot sih?!" Gerutu Anis kesal. "Katanya mau kasih tau keberadaan sahabat gue. Kok malah ke rumah sakit?"
Derin melirik sinis Anis, "Berisik! Kalo emang lo mau ketemu sahabat lo, diem dan ikutin gue. Gausah banyak bacot!'
"Santai Bro!" Ketus Seto tidak terima. "Sensi banget sih lo sama kita!"
Derin mendelik kesal. Ia membuang pandangannya ke arah lain. Jika bukan karena seseorang yang 'mungkin' disayanginya, ia sangat malas berurusan dengan orang asing seperti dua makhluk yang berada disampingnya.
Suara denting lift berbunyi. Mereka keluar dari lift didahului dengan Derin yang langsung melongos keluar. Seto berdecak menatap orang itu.
Mereka berjalan melewati kamar demi kamar yang diisi dengan orang-orang sakit. Anis melirik sekelilingnya dan kadang sampai bergidik saat melihat salah satu pasien dikamar itu terlihat lemah dengan perban yang hampir menutup keseluruhan tubuhnya. Mungkin saja korban kebakaran.
Mereka berhenti tepat di depan pintu kamar rawat inap. Anis dan Seto saling memandang. Banyak pertanyaan yang membenak di diri mereka. Seperti, siapa yang berada di dalam sana?
Derin membuka pintu itu, wangi khas obat-obatan tercium. Sangat menyengat, apalagi saat mereka mulai memasuki ruangan itu.
"Udah?" Tanya seseorang yang berada di dalam sana. Orang itu mengernyit menatap Derin yang datang bersama orang lain.
"Gue pikir lo sendirian. Bawa temen kok gak bilang-bilang?"
"Bukan temen gue." Sahut Derin cuek. Lalu mendekati bangkar gadis yang terbaring lemah diatasnya.
"Betah banget lo tidur," Ucap Derin terkekeh. Ia menggenggam tangan Caca dengan erat. Hatinya merasa sedih. Padahal ia bukan siapa-siapa kan?
"Bangun, Ca! Sahabat lo ada disini. Mereka kangen sama lo. Udah dua hari lo gak mau bangun. Apa lo marah sama gue?"
Derin menunduk. Hatinya mencelos, sesak di dada menjalar begitu cepat. Matanya memanas kala melihat 'gadisnya' masih terbaring lemah. Feri yang melihatnya pun merasakan hal yang sama. Meski ia tak begitu tahu rasanya, tapi melihat adiknya seperti itu, perasaannya ikut hancur.
"Terus?" Sahut Feri mengernyit menatap sendu Derin.
Tak ada jawaban dari cowok itu.
"Eh? Duduk dulu lo berdua. Pasti capek kan abis perjalanan jauh." Lanjut Feri terkekeh mempersilahkan Seto dan Anis duduk.
Seto mengangguk lalu masuk dan duduk di sofa. Perasaannya sakit saat tahu gadis yang dicarinya berada diatas bangkar tersebut. Terbaring lemah menahan rasa sakit.
Sedangkan Anis, ia masih terpaku diambang pintu. Tatapannya masih terkunci pada sosok diatas bangkar. Ia begitu shock melihat sahabatnya terbaring lemah disana. Padahal beberapa hari yang lalu, sahabatnya itu masih baik-baik saja.
Seto menyadari kalau Anis masih terdiam diambang pintu. Ia pun berdiri dan menghampiri Anis, mengajaknya duduk di sofa bersama Feri. Anis hanya menurut tapi tidak dengan pikirannya yang kalut.
Kedua mata Anis mulai berkaca-kaca saat tangan Seto menggenggamnya erat, seakan menyalurkan kekuatan agar tidak menangis.
"Caca..." Ucap Anis lirih.
*****
"Gue balik dulu." Ucap Feri beranjak dari sofa. "Lo baik-baik disini. Nanti malem gue balik lagi, lo juga perlu istirahat."
Feri menepuk pelan pundak Derin agar cowok itu lebih kuat lagi menjalani hari-harinya.
Di ruangan itu tersisa Derin, Seto, Anis dan Caca yang masih saja tertidur.
Anis beranjak dari sofa dan mendekati bangkar itu. Air matanya kembali menetes, ia merasa tak tega melihat kondisi Caca yang semakin lemah.
"Ca..." Lirihnya.
Seto menghampiri Anis, merengkuhnya. "Jangan sedih. Caca orang yang kuat."
"Gue gak tega, To." Ucapnya menangis. Seto memeluk Anis, mengelus punggungnya agar gadis itu tenang.
Seto melirik Denis yang masih setia di sebelah Caca. Ia ingin bertanya penyebab Caca di rawat di rumah sakit. Tapi situasinya sedang tidak pas.
"Jangan nangis lagi, gue gak suka liat lo nangis." Ucap Seto mengelus puncak kepala Anis.
"Gue pergi dulu."
Derin beranjak dari sana dan meninggalkan Anis yang masih menangis di pelukan Seto.
"Bangun, Ca. Banyak yang kangen sama lo."
-----
Caca kenapa?
Plis jangan tanya, mending baca aja deh wkwk gue juga bingung mau jawab apaan.Jangan lupa tinggalkan jejak KK
24.8.18
Salam,
Acuu
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubungan Tanpa Status [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[NOVEL DIJUAL ONLINE. SUDAH BISA DIBELI DI SITUS BUKALAPAK, SHOPEE, BLIBLI, WEB GUEPEDIA.COM, TOKOPEDIA. SEMUA DENGAN USER NAME GUEPEDIA] Karena mereka tidak tahu bagaimana rasanya jadi aku. Bagaimana rasanya kala mencintai tetapi tak pernah diakui...