"Mau langsung pulang?"
Caca mengangguk, "Iya, capek gue."
"Perasaan kalo sama gue gak capek, deh." Ceplos Derin.
"Makannya jangan pake perasaan,"
"Ya gimana ya, gue kan sama lo apa-apa selalu pake perasaan. Jadi wajar aja dong." Sahut Derin santai.
Caca terdiam, dia mengerti ucapan Derin. Sangat mengerti. Derin melirik Caca, gadis itu terdiam cukup lama. Apa ucapannya barusan begitu berpengaruh?
"Ca," Derin menyentuh tangan Caca. "Jangan bengong."
"Hah?" Pekik Caca bingung. "Kenapa?"
"Jangan bengong." Derin mendengus.
"Enggak kok,"
"Yaudah, ayo pulang." Ajak Derin menarik tangan Caca menuju motor yang terparkir di pinggir danau.
Derin mulai menyalakan motornya dan menyuruh Caca naik, setelahnya mereka pergi. Derin membawa Caca pulang ke rumahnya, tapi tidak lewat jalan yang biasanya. Caca mengernyit, ini bukan jalan menuju rumahnya. Sebenarnya mau kemana Derin membawa Caca.
Tapi Caca memilih diam saat Derin membawanya lewat jalan yang penuh dengan pepohonan rindang sehingga sinar matahari terhalang oleh rindangnya dedaunan. Caca mengambil napas dalam lalu mengeluarkannya perlahan. Rasanya sejuk, seperti tidak percaya bisa menemukan tempat seperti ini di padatnya kota metropolis.
"Suka gak?"
Caca tidak menjawab. Suara derin terbawa angin yang segar. Lagi pula Caca terlalu menikmati udara sejuk dan tenang seperti ini. Jarang sekali rasanya bisa sedamai ini.
"Ca... suka gak?" Derin bertanya sekali lagi.
"Haa?" Teriak Caca.
"Suka atau enggak?" Ucap Derin dengan meninggikan suaranya. Cowok itu mendengus sebal. Masa iya suaranya begitu teredam udara.
"Suka kok."
"Sama gue?" Tanya Derin bercanda. Dia tahu Caca sedang tidak terlalu fokus sehingga memilih untuk menjahili Caca.
"Iyaa..."
"Sama, gue juga." Ucap Derin terkekeh. Kenapa jadi dia yang merasa dikerjai?
"Eh?" Pekik Caca bingung. "Tadi lo ngomong apa?"
"Enggak," sahut Derin mengulas senyumnya. "Lo cantik."
"Dih," decih Caca kesal. Sebenarnya tidak begitu, diam-diam Caca menahan senyumnya yang terus mengembang. Derin benar-benar bisa membuat senyumnya tercipta. Tapi Caca sadar, dia bukan siapa-siapa.
*****
Deruan motor Derin terdengar saat memasuki gerbang kompleks perumahan Caca. Derin masih tersenyum melihat Caca yang begitu bahagia.
"Derin, lo tau gak? Gue seneng banget." Seru Caca tersenyum.
"Iyaa... gue juga."
"Seneng sama hari ini?" Tanya Caca meletakkan kepalanya di bahu Derin. Sontak membuat cowok itu mati kutu. Entah Caca yang tidak sadar atau Derin yang lebih memilih diam, yang jelas sekarang jantung Derin berdegup terlalu cepat. Bahkan pergerakannya saja terdengar dari sini.
"Seneng bisa bareng sama lo."
"Ih Derin gue serius!" Kesal Caca.
"Gue juga serius, Ca. Lebih serius dari lo."
Tak ada lagi percakapan. Mereka sama-sama diam seribu bahasa. Saling memikirkan perkataan masing-masing. Saling sibuk dengan pikirannya sendiri. Mereka saling tahu tapi saling pura-pura tidak tahu. Mereka itu lucu, sama-sama menyimpan rasa tapi tidak pernah mau mengungkapkannya secara gamblang.
Mungkin bisa dibilang bukan tidak mau, tapi tidak bisa. Karena mereka juga sadar jika persahabatan yang terjalin dapat merubah segalanya bila di antara mereka mempunyai perasaan yang berbeda. Dan itu sungguh memengaruhi pikiran Caca.
*****
"Eh, lo tau gak?" Tanya Denis di kediaman Caca. Mereka sedang berkumpul, Anis yang bersandar pada pundak Seto, Lika yang tiduran dan malas menanggapi ucapan Denis. Dan Caca yang baru saja tiba setelah pergi dengan Derin tadi.
"Eh, kok gue dikacangin sih." Gerutu Denis karena tidak ada yang peduli dengannya.
"Berisik, bego." Cetus Lika melempar Denis bantal yang dia gunakan.
"Tau," sahut Anis yang masih fokus dengan ponselnya. "Dari tadi nanya tau gak tau gak terus tapi gak dilanjutin ngomongnya."
"Bikin penasaran orang aja."
"Cieeeee, penasaran juga kan lo!" Ledek Denis kepada teman-temannya.
"Udah buruan kalo mau kasih tau sesuatu." Celetuk Seto.
"Iyaa.. bawel ah," balas Denis memutar kedua matanya. "Jadi tuh, pas tadi sore gue lagi jalan sama Lika. Ngelewatin danau kan ya, masa ada Caca."
"Lah, lo tau dari mana?" Tanya Caca berjalan menghampiri teman-temannya. Sehabis pulang main bersama Derin, Caca langsung membersihkan diri dan tak lama teman-temannya datang berkunjung.
"Terus?" Tanya Anis membenarkan posisinya.
"Lagi berduaan, malah danau sepi banget." Sambung Lika meledek Caca. Membuat gadis itu merengut kesal.
"Sama siapa?" Tanya Seto.
"Sama Derin lah, sama siapa lagi emang?" Ceplos Denis tertawa.
Caca berdecak, temannya ini. Denis terlihat seperti tidak menyukai kedekatannya. Padahal Caca yakin jika itu hanya ledekan semata.
"Gak gue kasih cemilan lagi, bodo." Ucap Caca merajuk. Caca duduk di samping Denis.
"Dih, masa gitu sih Ca..." Balas Denis memelas.
"Biarin aja Ca, nanti malah tuman dia." Celetuk Lika tertawa meledek. Lika menatap Denis yang membalas tatapannya. Cowok itu terlihat sangat kesal.
"Iya, nanti malah kebiasaan minta makanan terus sama gue." Caca menimpali, sesekali melirik sinis Denis.
"Dih, lo mah Ca..." Denis menggoyangkan tangan Caca, berusaha membujuk gadis itu. "Asli dah males gue kalo udah kayak gini, jatah makan gratis jadi berkurang kan."
Caca mennoyor kepala Denis, "Gratisan mulu, najis."
"Modal, bego!" Ketus Lika.
"Setan!" Umpat Denis.
-----
Bagian dua puluh enam sudah siap dibaca!!❤
Jangan lupa vote dan komentar, yaaaa
Semoga harimu baik,
Desember,2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubungan Tanpa Status [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[NOVEL DIJUAL ONLINE. SUDAH BISA DIBELI DI SITUS BUKALAPAK, SHOPEE, BLIBLI, WEB GUEPEDIA.COM, TOKOPEDIA. SEMUA DENGAN USER NAME GUEPEDIA] Karena mereka tidak tahu bagaimana rasanya jadi aku. Bagaimana rasanya kala mencintai tetapi tak pernah diakui...