Jangan lupa bantu follow Instagram : @wattpadisn ya.
🍭
"Udah dong, To. Jangan ngambek terus. Gue kan udah minta maaf." seru Caca memelas seraya menatap Seto yang masih bergeming menatap lurus ke depan.
"Lo sih, lama banget di dalem gedung sekolah. Ngapain aja sih lo?" celetuk Denis dengan nada yang sedikit tidak enak didengar.
"Tau lo! Gak kasihan gitu sama Seto? Dia udah nungguin lo selama setengah jam. Di sana, di pos satpam, sendirian." sambar Lika sinis.
Kemarin, saat Caca melupakan janjinya dengan Seto untuk menunggu di parkiran setelah bel pulang. Caca segera menghubungi Seto namun tak ada balasan.
Ia terlalu asik di atas rooftop bersama Derin, teman barunya. Sampai lupa akan janjinya dengan Seto.
Setibanya di parkiran, ia tak melihat siapa pun karena memang jam pulang sudah berlalu setengah jam lalu.
Di sana, di parkiran, hanya ada motor milik Seto. Ia pun mencari keberadaan Seto kemana pun asal menemukannya. Sampai akhirnya ia menemukan Seto di pos satpam seorang diri.
Caca mengembuskan napas beratnya, pasti Seto akan marah. Setibanya di pos satpam, terlihat Seto yang duduk bersandar sambil memejamkan matanya. Caca menatap sendu Seto.
Saat tahu dirinya sedang diperhatikan, kedua mata Seto terbuka dan pandangan mereka bertemu.
Terlihat aura wajah yang dingin dan marah namun masih disimpan baik-baik emosinya agar tak meledak saat itu juga, Seto hanya diam berjalan mendahului Caca yang masih bergeming di tempatnya. Caca terlalu shock dengan perilaku Seto. Seto marah dengan Caca dan sampai sekarang masih sama, masih marah.
"Gue kan udah minta maaf," cicit Caca pelan.
Anis menoyor pelan kepala Caca, "Lagian sih, lo tadi pergi kemana emang? Semedi di dalem kamar mandi?"
Caca tergelak, "Ih! Enggak. Gue tadi pergi ke rooftop."
"Ngapain lo di sana? Berjemur?" sindir Lika.
"Kurang item emang kulit lo?" sambar Denis.
Caca menunduk, sedih. Temannya memang benar. Ini salahnya, Seto pun wajar saja kalau marah. Lagipula apa hak ia untuk melarang emosi Seto agar tidak membeludak saat itu juga? Seberapa pun kesalahannya, marah merupakan hal yang wajar. Tapi jika dilakukan berkepanjangan, itu baru menjadi masalah.
"Terus di sana, lo sendirian diem gitu?" tanya Anis yang masih penasaran.
Caca menggeleng, "Enggak, di sana ada anak cowok."
Seto yang mendengar kata 'cowok' segera menolehkan pandangannya ke arah dua cewek yang sedang berbincang.
"Siapa?" suara berat Seto terdengar setelah diamnya sedari pulang sekolah.
Caca dan Anis menatap Seto bingung saat tiba-tiba cowok itu bersuara.
"Siapa apanya?" tanya Anis mengeryit.
"Siapa cowoknya, Ca?!" tegas Seto menatap tajam Caca.
Anis semakin dibuat bingung sedangkan Caca, ia bungkam. Diam bagai batu yang membisu. Lidahnya seakan kelu saat mendengar suara Seto yang begitu menusuk. Terlalu kaget dengan respon Seto yang terdengar tidak suka saat dirinya menyebutkan kata cowok.
"Jawab, Ca!" gertak Seto.
Anis dan Caca terlonjak kaget, memandang Seto dengan wajahnya yang sudah memerah menahan emosi.
"Gila! Gausah bentak juga, To!" ketus Anis.
Lika dan Denis yang mendengar pertengkaran itu pun memilih diam, tak berniat ikut campur. Karena jika Seto sudah marah, maka bersiaplah terkena amukannya.
Seto mendengus kasar kemudian berjalan menghampiri Caca, menggandeng tangannya dan membawanya ke taman belakang rumah Caca.
Anis yang melihatnya pun merasa heran sebab Seto tak pernah bersikap seperti itu. Ia hanya begitu jika dengan orang yang disayangnya. Apa ia menyayangi Caca melebihi sekedar 'sahabat'?
Anis tidak menghiraukannya lalu bergabung dengan Lika dan Denis yang sedang bermain PS di ruang keluarga. Tidak ingin ikut pusing dengan masalah yang sedang Caca hadapi. Itu masalahnya, dan sebisanya Anis sudah membantu.
*****
"To, gue takut." cicit Caca lirih menundukkan kepalanya.
Kini mereka berdua sedang berada di belakang rumah Caca. Sedari tadi, Seto hanya diam memandang Caca dengan tatapan tajamnya serta wajahnya yang dingin diselimuti emosi. Sedangkan Caca hanya menunduk, takut.
Seto mengeembuskan napas kasarnya, "Cowoknya siapa, Ca?" suara lembut kembali terdengar setelah bentakan terakhirnya.
Caca mendongak menatap Seto, "Cowok? Yang di rooftop?"
Seto mengangguk, bersabar menantikan jawaban yang keluar dari bibir Caca. Tak ingin menggunakan emosinya lagi. Sebab, kalau ia sampai kalap, semuanya semakin rumit.
"Namanya, Derin."
"Kelas berapa?"
Caca menggeleng, "Gatau."
"Udah kenal lama?"
Caca menggeleng dengan menahan isaknya, "Baru aja."
Seto yang melihatnya hanya bisa menghela napas beratnya. "Gue gak suka lo deket sama cowok lain, Ca."
"Kenapa?"
"Gak suka aja," sahut Seto membuang muka.
"Kalau gitu, jangan pernah ngebentak lagi. Gue takut." sahut Caca menangis.
Caca makin terisak kala mengingat bentakan Seto beberapa saat lalu. Padahal ia tidak tahu permasalahannya. Yang ia tahu, ia hanya melupakan janjinya.
Napas Seto tercekat saat melihat Caca menangis. Dadanya ikut sesak. Perasaan apa ini? Kenapa sakit sekali melihat Caca menangis karenanya?
Isakan Caca semakin kencang, Seto pun dengan sigap membawa Caca ke dalam pelukannya. Didekap tubuh yang lebih kecil darinya itu penuh kasih. Dielusnya kepala Caca agar sang empu merasa sedikit tenang.
Seto bingung dengan perasaannya. Tapi, perasaan ini sungguh mengganjal di dadanya. Ia mencium puncak kepala Caca lembut. Mengusap-usap punggung Caca hingga dirinya terlelap kelelahan.
Seto menatap Caca sendu, lalu dibawanya tubuh mungil Caca masuk ke dalam rumah dan membawanya ke dalam kamar.
"Maaf. Gue cuma takut kehilangan lo, Ca."
----
Halo halohaaa
Semoga kalian suka yaJangan lupa vomment, oke?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubungan Tanpa Status [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[NOVEL DIJUAL ONLINE. SUDAH BISA DIBELI DI SITUS BUKALAPAK, SHOPEE, BLIBLI, WEB GUEPEDIA.COM, TOKOPEDIA. SEMUA DENGAN USER NAME GUEPEDIA] Karena mereka tidak tahu bagaimana rasanya jadi aku. Bagaimana rasanya kala mencintai tetapi tak pernah diakui...