Follow ig;
-wattpadisn
•••••••••"Lo balik?" suara seseorang terdengar dari arah dapur. Orang itu membawa dua gelas teh hangat di tangannya.
Derin yang sedang memakai kembali sepatunya hanya mengangguk tanpa menoleh ke arah sumber suara. Derin berdiri, membalikan tubuhnya hingga kini menatap sosok yang ia rindukan.
"Lo gak balik?" tanya Derin.
"Gak!" sahut Feri menggendikan bahunya. "Gak ngaruh juga mau balik atau enggak."
"Emang lo gak kangen sama mereka?"
"Buat apa gue kangen sama orang kayak mereka." sahut Feri memberikan segelas teh hangat pada Derin dan langsung diambil. "Mereka juga gak pernah perduli kan sama gue."
"Iya sih," Derin menyesap teh hangat itu. "Mereka emang gak pernah perduli sama anaknya."
"Lo betah tinggal disana?" tanya Feri duduk disofa. "Kalo gak betah, lo bisa tinggal disini, bareng gue."
Derin menggendikan bahunya lalu menaruh gelas itu diatas meja, ikut duduk disebelah Feri. "Iya mau gak mau gue betahin. Lagian, kalo gak sama mereka gue bisa apa?" liriknya pada Feri.
Feri memejamkan matanya sejenak, lalu menghembuskan napas beratnya. "Lo adik gue satu-satunya. Jangan sampe rusak kayak gue!"
"Gue tahu batesan." sahut Derin. "Lo betah tinggal ditempat kayak gini?"
"Kayak gini gimana maksud lo?" tanya Feri menatap Derin. "Gedung tua yang kumuh dan gak layak pakai? Ah! bahkan tempat 'kayak gini' lebih pantes disebut rumah." lanjutnya terkekeh.
Derin menghela napasnya, "Sadar atau enggak, mereka kangen sama lo, kak! Cuma lo tau sendiri lah mereka kayak gimana."
Feri malah tertawa mendengarnya, "Hahaha... Kangen sama gue? Gak salah lo?"
"Siapa tau!" sahut Derin menggendikan bahunya.
"Kalau emang mereka kangen dan pengen gue balik, harusnya mereka perduli dan temui gue." ucap Feri menepuk paha Derin. "Semenjak kejadian dua tahun lalu, mereka udah gak respect sama gue, Der. Mereka seakan udah gak menganggap gue sebagai anak."
Derin menahan napasnya saat kata-kata itu kembali terucap dari sosok kakaknya. Ia tahu betul apa yang dialami oleh kakaknya. Kesalahannya dua tahun silam yang membuat keadaan keluarganya hancur berantakan. Tapi boleh kah ia berharap agar semuanya kembali seperti sedia kala?
"Lo sayang mereka?" tanya Derin menatap Feri.
Feri tertawa mendengarnya, "Sayanglah! Gila ya lo?!"
"Siapa tau lo benci mereka karena sikap mereka yang gak pernah anggap lo ada."
Ferin tersenyum kecut, "Gimana pun sikap mereka sama gue, gimana pun keadaan gue tanpa mereka. Jelas gue masih menganggap mereka sebagai orang tua gue. Sosok yang menjaga dan memberi perhatian lebih sejak kecil."
Derin menatap Feri dengan mata yang memerah menahan emosi. Dikala kakaknya terluka, ia hanya bisa diam. Tapi sekali lagi ia tersadar, tanpa mereka ia bisa apa?
Feri menatap langit-langit ruangan kecil itu, menerawang kehidupannya dulu bersama keluarga yang dicintainya. Ia tersenyum masam saat tahu kenyataan bahwa ia bukan lagi 'bagian' dari mereka.
"Gue sayang sama mereka, Der. Gue bahkan gak pernah bisa membenci mereka setelah apa yang mereka lakukan sama gue. Membuang gue layaknya orang asing, menjauhkan gue dari orang-orang yang gue sayang. Bahkan lo sendiri kalo mau kesini masih sering ngumpet-ngumpet kan? Gue tau itu, Der. Mereka itu sayang sama lo, mereka juga sayang sama gue."
"Sebenarnya mereka juga tahu kalau gue tinggal ditempat kayak gini. Tapi mereka cuma merhatiin gue dari jauh."
Derin menoleh menatap bingung kakaknya. Lantas membuat Feri terkekeh.
"Kenapa gue bisa tahu? Gue pernah gak sengaja mergokin bapak-bapak dibalik pohon lagi ngintip gedung ini. Dan lo tahu siapa dia? Dia bokap kita, Der. Ayah gue, Ayah lo." sambung Feri memalingkan muka. Wajahnya sudah mengeras menahan emosi yang bergejolak dan juga mata yang sudah memanas.
Derin terdiam. Bungkam seribu bahasa. Ia tak tahu kalau yang dihadapi kakaknya itu sangat menyakitkan. Lalu dimana ia saat kakaknya membutuhnya?
*****
Derin pergi dari 'rumah' itu dengan perasaan yang berkecamuk. Matanya masih memerah, ingin memangis tapi ia tak bisa. Ingin marah, ia bisa apa?
Ia membawa motornya tak tentu arah, melewati bangunan-bangunan yang jarang sekali ditemuinya. Ia mengeryit saat melihat sosok perempuan yang berdiri di pinggir jalan.
Perempuan itu hanya diam dengan kepala menunduk. Rambut yang tergerai membuat wajahnya tertutup. Derin bergidik, ini masih siang masa ada hantu? Ah! Tampaknya pemikirannya salah, lihat saja kaki gadis itu, masih berpijak pada tanah.
Dengan ragu, Derin membawa motornya menghampiri gadis itu. Saat motornya mulai mendekat, terdengar suara isak tangis yang sedikit mulai meredam.
Setelah yakin kalau gadis itu bukan 'makhluk' lain, Derin memberhentikan motornya tepat dihadapan gadis itu.
"Wey! Lo orang kan?" tanya Derin mengeryit. Meski ragu dan sedikit takut sebab ditempat itu sangat sepi dan jarang dilalui orang-orang.
Gadis itu mendongak, menatap Derin dengan wajah yang sembab. Matanya membengkak, bahkan hampir menjadi segaris saja. Hidungnya pun juga memerah, serta pakaian yang lusuh.
"Derin," ucap gadis itu sebelum pandangannya mengabur.
-----
Ayoo main tebak-tebakan lagi? Siapa gadis itu?
Jangan lupa voment yaaa, temans
18.8.18
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubungan Tanpa Status [SUDAH TERBIT]
Fiksi Remaja[NOVEL DIJUAL ONLINE. SUDAH BISA DIBELI DI SITUS BUKALAPAK, SHOPEE, BLIBLI, WEB GUEPEDIA.COM, TOKOPEDIA. SEMUA DENGAN USER NAME GUEPEDIA] Karena mereka tidak tahu bagaimana rasanya jadi aku. Bagaimana rasanya kala mencintai tetapi tak pernah diakui...