Keheningan melanda di ruangan itu. Ruangan dengan nuansa putih mendominasi. Di dindingnya tertempel beberapa bingkai foto. Disalah satu bingkainya terdapat foto seorang perempuan bernetra coklat almond, tersenyum lebar sambil diapit dua orang paruh baya.
"Kalian kan yang ngerencanain semua ini?",Seorang lelaki yang duduk di sofa putih di pojok ruangan berbicara. Matanya memancarkan sorot tajam.
Dan selanjutnya terdengar kikikan tawa dari orang-orang yang ditanyainya.
"Nggak lucu.",Zuhair memalingkan wajahnya. Malu. Setelah beberapa jam yang lalu ia menangis di depan teman-temannya, ia sangat malu.
"Sekali-kali dapet hiburan kali. Serius amat.",Chintya terkikik.
"Hidup kamu itu selalu serius. So, yaa terjadilah rencana kami itu.",Dewa menyambung.
"Kapan dia bangun?",Zuhair menunjuk Faricha yang ada disampingnya.
"Ehm. Jawab tidak ya. Jawab tidak yaa? ",Elisa berniat menggoda Zuhair namun terhenti saat mata tajam Zuhair menusuknya.
"Jangan melotot gitu. Aku takut tahu. Tak akan kuberitahu.",Elisa memalingkan wajahnya.
Zuhair hanya berdecak. Kekesalannya memuncak. Sudah dikerjai, dikacangin pula.
"Dia bangun kemarin. Aku kaget waktu ngejenguknya. Dia bangun dan langsung menangis. Kamu sih. Jarang kemari. So, kamu tidak tahu perkembangannya.Dan tanya saja padanya apa yang membuatnya menangis.",Akhirnya, Ranie yang menjelaskannya.
"Nelson, dan Dwi kemana?",Zuhair menatap Rendi yang duduk lesehan dilantai kayu ruangan itu. Matanya terpejam dan tubuhnya bersandar di dinding. Namun Zuhair tahu kalau dia tidak benar-benar tidur.
Mata Rendi yang tadinya terpejam terbuka. Ekor matanya melirik Zuhair yang sedang menatapnya. Kepalanya sama sekali tidak bergerak.
Perlahan bibirnya terbuka.
"Keluar. Beli makanan." ,matanya terpejam kembali.
"Cih. Kurang singkat.",Zuhair berdecih.
Rendi mengacuhkannya. Tubuhnya tetap tenang bersandar ke dinding.
Seketika ruang hening.
Faricha beranjak mengikuti ke empat teman perempuannya ke kamar.
"Main game yuk.",Dewa mengajak Zuhair dan Rendi. Namun yang beranjak keluar hanya Zuhair.
"Nggak ikut Ren?"
"Duluan aja.",jawabnya.
Sebelumnya,tempat ini memang adalah markas mereka,sebelum dipakai sebagai tempat Faricha terbaring. Mereka tak mau menganggu Faricha. Maka, selama 3 bulan itulah mereka meninggalkan permainan, dan markas mereka untuk sementara.
Rendi termenung sendirian di sana. Memikirkan hal yang baru di dengarnya beberapa menit yang lalu. Saat dia memejamkan mata di sofa.
Flashback.
"Hai Ren. Apa kabar?. Sebenernya aku takut bicara langsung denganmu. Karena alasan itu, sekarang kita bicara. Bukan suatu perbincangan sih, karena cuma aku yang akan berdialog." dia tersenyum getir.
"Aku pengecut kan ya?. Hanya berani berbicara saat kau tertidur. Tapi itu juga salahmu. Kau selalu dingin pada setiap orang. Jujur saja... Aku takut. Aku takut kau akan menjauhiku jika tahu hal ini
Ada hal yang harus tetap menjadi rahasia kan?. Tapi aku tak tahan. Rasa ini menyiksaku. Dan sekarang. Aku ingin membuatnya lega. Detik ini akan menjadi saksi bisu pernyataanku.Bolfisyra Rendiel, I Love You.",Elisa beranjak dari sofa,meninggalkan ruangan tempat Rendi tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️The Shadow Of Miracle (END)
Fantasy[Fantasy] [Major Fantasy] [ Minor Romance] ✅COMPLETED✅ 🔰🔰🔰PROSES REVISI!! 🔰🔰🔰 Persahabatan? Pertemanan? Itu sudah biasa. Inilah kisah tentang petualangan diantara 10 sahabat yang lain daripada yang lain.Tentang sihir dan persahabatan. Gwera da...