Part 1 || Season II

918 84 2
                                    

Selamat membaca

Budayakan vote sebelum membaca:)

Mengerti tidak selalu harus berkata. Terkadang butuh sebuah aksi untuk meluluskannya

****

"Ran, kenapa di luar. Dingin loh. Nggak mau main sama temen-temen kamu di dalam?" Ranie menoleh,mendapati Dwi sedang berjalan ke arahnya. Rambut pirang berponinya berkibar tertiup angin.

Bulan sedang purnama. Cuaca di tengah bulan Maret memang tak terduga. Kadang berangin,bahkan kadang hujan turun dengan derasnya. Menghalangi aktivitas apapun untuk berlanjut.

Ranie kembali menoleh ke arah depan. Tersenyum penuh arti.

"Nggak ah. Males. Mainnya itu-itu aja."

"Terus kamu pengennya apa?",tanya Dwi.

"Aku?" Ranie menoleh kembali ke arah Dwi. Yang kini sudah duduk di sampingnya,

"Iyalah siapa lagi. Angin nggak bisa bicara kali," Dwi terkekeh. Menganggap itu semua lucu.

"Pengennya sih main sihir. Udah lama sihir aku nggak aku keluarin. Rindu."

"Segitu kangennya ya?. Kenapa? "

"Karena.. Ketika aku ngeluarin sihir itu sendiri,aku kayak ngeluarin beban dari tubuh aku. Rasanya bebas dan ringan."

"Pelampiasan?"

Ranie menoleh,menatap tepat pada manik mata Dwi. Ternyata ada cowok yang peka juga.

"Hmmm. Seperti itulah.",Ranie tersenyum. Senyum yang jarang ia keluarkan. Malam ini entah kenapa, sisi kedewasaannya keluar. Dwi  terpana. Keindahan bulan, untuk malam ini kalah dengan senyuman gadis yang ada di hadapannya.

"Mau pergi?"

"Kemana?" Ranie mengerutkan keningnya.

"Terserah kamu mau kemana. Asal ada kamu aku ikut."

"Okey. Gimana kalau ke Danau Hygiramu aja."

Dwi mengerutkan kening. Setahunya, di sini tak ada danau dengan nama itu.

"Kamu nggak tahu ya? Kemana aja selama ini? Dekat kok. ",Ranie tertawa riang. Memperlihatkan gigi gingsulnya.

"Dekat? Setahuku di sini nggak ada danau"

"Yaudah, ayo ikut." Ranie berdiri dan berjalan ke luar gerbang rumah. Angin yang kencang menerbangkan rambut coklat kemerahannya. Mata hijaunya menatap ke bawah. Angin menerbangkan debu-debu.

Seketika Ranie menghalangi wajahnya dengan kedua tangannya, namun detik itu juga angin tak menjamah tubuhnya. Dihadapannya berdiri tegap seseorang. Seseorang dengan bahu tegap, berambut pirang dan jangkung. Menghalangi laju angin untuk menyentuh tubuhnya.

Lelaki itu tetap berjalan duluan. Ranie mengikuti.

"Kamu kan nggak tahu arahnya kemana? Biar aku yang di depan, Dwi. " pinta Ranie dengan wajah yang ditundukkan.

✔️The Shadow Of Miracle (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang