Part 18

809 70 0
                                    

"Udah selesai makannya, Came?" Elisa bertanya. Sudah sejam lebih dia dan teman-temannya menunggu Camelia selesai makan.

Camelia menggeleng. Mulutnya penuh dengan makanan.

"Kamu lihatkan, dia belum selesai makan. Kenapa ditanya? " Ranie bertanya jengah. Ia menyeruput minumannya yang tinggal separuh.

"Sewot amat sih," Elisa memalingkan wajahnya. Menatap kembali dengan bosan arsitektur di kafe ini-sebagai pengalihannya.

"Lagian, lama amat sih makannya, " Chintya melirik Camelia lalu kembali menatap novel yang ada di tangannya-baru dibeli tadi.

"Cepetan Came. Menunggu itu ... berat," celetuk Faricha. Ia baru saja kembali dari kamar mandi.

"Iya, iya. Ini udah kelar." Camelia mendorong piring kosong di hadapannya ke tengah meja, mengambil jus-nya dan meminumnya.

Sepuluh menit kemudian mereka sudah berada di lantai bawah-parkiran.

"Kita tadi bawa mobil siapa yah?",Faricha melirik kanan-kirinya. Menatap puluhan mobil yang terpakir rapi disana.

Tak disadarinya, teman-temannya sudah melangkah ke arah barat parkiran. Setelah ia tersadar, ia berteriak. Ia berlari mengikuti langkah teman-temannya yang sudah beranjak jauh.

"Hei. Tunggu aku. Kenapa kalian meninggalkanku? Jahat tau nggak? " Teman
-temannya tetap berjalan. Mengacuhkannya.

"Asdfghjkl. Aku dikacangin. " Gumamnya.

"Hehehe. Akan kubalas kalian." rutuknya dalam hati. Dia pun berlari menuju teman-temannya.

Tiba-tiba....

"Aduh duh. Kakiku. Hiks," Faricha meringis. Air matanya terjun bebas di pipinya. Ia memegangi kaki kirinya.

Serentak teman-temannya menoleh.

"Kenapa Far?" Elisa mendekat cepat. Kekhawatirannya terpampang jelas di raut wajahnya.

Dahi teman-temannya berkerut.

"Kayaknya itu terkilir deh, El. Bawa ke mobil dulu aja. Nanti biar diobatin, " ucap Camelia.

Elisa dan Ranie membopong tubuh Faricha menuju mobil mereka. Camelia membuka pintu mobil. Chintya masuk pertama kali disusul Faricha yang dibantu Elisa. Setelah itu Elisa menutup pintu dan masuk ke kursi depan.

Chintya dan Faricha duduk di bangku tengah. Elisa di tempat sopir. Camelia di sampingnya, serta Ranie di belakang.

"Kamu nggak pa-pa Far?" dengan polosnya-atau memang bodoh? Entahlah hanya tuhan yang tahu-Ranie bertanya.

Camelia menatapnya datar.

"Udah jelas keluar air matanya, ih. Kamu kalau keluar air mata pasti ada yang sakit kan? Entah itu hati atau fisik. Sakitnya sama." ucapnya.

"Iya sih." Ranie nyengir.

"Udah ah. Kenapa malah curhat sih, Came?" Elisa melirik Camelia. Yang dilirik hanya menghembuskan napas lelah.

"Nggak ada tulang yang patah. Nggak ada yang geser dan luka." ucap Chintya setelah memeriksa Faricha dengan sihirnya.

"Tapi... " Faricha bergumam.












"Bo'ong." praktis, Faricha tertawa terbahak-bahak. Puas karena telah menipu teman-temannya. Ia memegangi perutnya yang kram. Matanya bahkan sampai mengeluarkan air mata-selain air mata buayanya tadi.

"Udah ketawanya? " ucap Elisa sarkatis. Matanya melotot tajam.

"Enaknya diapain nih anak?" Ranie melirik Faricha yang masih tergelak.

✔️The Shadow Of Miracle (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang