Part 19

898 77 0
                                    

Playlist — Ed Sheeran: Perfect
***
Happy reading:)
Budayakan vote sebelum membaca
Saran: baca pelan pelan. Resapi ceritanya:)

***

Kesemuanya selalu indah. Permainanmu terlalu membuai hingga aku hanyut dan tenggelam

***

REVISI

***

Asap asap putih yang tadinya menutupi pandangan perlahan hilang digantikan oleh suasana cerah dalam ruangan. Baju yang mereka pakai terganti oleh dress-dress cantik nan manis berwarna krem. Five girl telah memakai dress yang model dan warnanya sama.

Pertama mereka bingung dan linglung karena asap tadi. Ditambah juga dress yang tiba-tiba saja menempel pada tubuh mereka. Tapi tetap saja, mereka mengagumi hal itu dalam hati. Rambut mereka sudah tergelung nakal di bagian atas kepala mereka. Memperlihatkan tatanan rambut berantakan namun terkesan mewah.

Di depan mereka lima orang berlutut sambil menatap dalam mata mereka masing-masing. Di tangannya terdapat rangkaian bunga nan cantik bernuansa mawar putih.

Zuhair—Faricha
Dewa—Chintya
Dwi—Ranie
Nelson—Camelia
Rendi—Elisa

Para Five boys tampak lebih tampan dalam balutan tuxedo berwarna hitam.

Mereka berlima berucap serentak,

"Happy birthday, Five girl!" mereka menyerahkan sebuket bunga mawar merah ke masing-masing genggaman tangan Five girls, lalu berdiri. Rendi pun sama. Disingkirkannya raut dingin yang selama ini dia pasang, digantikan senyuman manis yang terukir jelas di wajahnya. Begitupun lainnya. Senyuman mereka mengembang.

Belum selesai keterkejutannya, five girls lagi lagi dibuat menganga karena hiasan demi hiasan yang ada di ruangan ini. Pernak-pernik yang tertata rapi di meja. Tembok yang di cat ulang dengan warna langit. Serta lantai yang dihiasi dengan karpet-karpet merah. Rumbai-rumpai gorden seperti kelambu yang beterbangan, hingga burung-burung kertas yang bergelantungan di langit-langit. Tampak manis.

Dewa mundur, kemudian mengambil kue dan menghadapkannya di haribaan five girls.

"Tiup lilinnya. Dont forget to make a wish, babe." Dewa tersenyum. Dia mengulurkan kue berlilin 17 itu.

Serempak five girls meniupnya, saat itu pula lampu tiba-tiba meredup dan gelap, digantikan semilir angin malam yang menggelitik tengkuk. Sekarang dimensi yang terpijak menjadi berbeda. Terasa lebih dingin dan mencekam. Asap lagi-lagi muncul tiba-tiba di hadapan mereka.

Kabut asap itu memekat kala angin menyapu, membuatnya membelah layaknya Laut Merah masa Nabi Musa. Membulat seperti lorong antardimensi kegelapan yang terbuka. Hal ini cukup membuat 5 bersaudara itu bergidik.

Kerumunan asap itu mengepul, membutakan mata mereka dan membuat mereka tidak bisa menyana apa yang ada di kanan, kiri mereka. Elisa mendahului, ia memandu saudari-saudarinya untuk berjalan menuju ujung lorong berkabut itu.

Ujung lorong itu gelap. Mula-mula mereka ragu, tapi rasa penasaran membuat mereka lebih berani. Angin menerpa sejuk saat mereka tiba di mulut kabut. Perlahan, kabut mula pudar dan nyata bagi mereka untuk takut. Tak ada apapun di sana. Hanya kegelapan segelap arang yang mereka temui.

Dimana mereka sekarang?
Five boys tidak terlihat. Dingin menyusup tulang, mengibarkan rok mereka yang memang hanya setinggi lutut.

Pijakan mereka terlihat lebih lunak dan meneggelamkan. Sesekali mereka tergelincir dan akhirnya mereka sepakat untuk melepas sepatu hak tinggi yang mereka pakai.

✔️The Shadow Of Miracle (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang