Tiga bulan kemudian, semua menjadi berbeda.
Pagi-pagi sekali Iqbaal sudah menyiapkan seluruh perlengkapan sekolahnya, tanpa lupa membawa berkas-berkas penting kepanitiaan karena hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu.
Sekarang, Iqbaal duduk di kelas XII. Mungkin tak lama setelah masuk sekolah, KBM akan segera berlaku mengingat kelas XII hanya memiliki waktu intensif belajar yang lebih sedikit dibandingkan adik-adik kelasnya. Awal tahun akan menjadi saat-saat tersibuk bagi mereka para siswa di semester akhir. Banyak sekali ujian yang harus ditempuk untuk bisa dinyatakan lulus dari sekolah. Lalu dapat melanjutkan pendidikan selanjutnya di perguruan negeri tinggi.
Meski kedengarannya masih lama, Iqbaal harus sudah mulai mempersiapkan semuanya dari sekarang. Sepertinya jalan menuju PTN akan sedikit mudah untuknya. Iqbaal kembali meraih peringkat satu di kelas. Selama dua tahun mengemban ilmu di SMA, banyak juga kejuaraan yang sudah ia terima. Ketika banyak teman sekelasnya yang tidak menyukai pelajaran Kimia, Iqbaal justru menantang diri sendiri untuk ikut dalam olimpiade Kimia dan membuahkan hasil yang sangat baik. Iqbaal meraih juara satu. Lalu dalam bidang ekstrakurikuler, Iqbaal pernah mendapatkan dua medali emas dalam perlombaan Karate dan juga sebuah medali perak.
Sungguh prestasi yang tidak mudah untuk ia capai. Tapi sekarang, Iqbaal tahu kalau semua usahanya tidak akan pernah sia-sia.
“Bun, Ale bekel sarapan aja ya ke sekolah. Takut telat.” Ujarnya dengan terburu-buru sambil meminun segelas susu yang selalu Bundanya siapkan di meja makan.
“Ya Allah, Le. Masih jam 6 ini. Makan paling berapa menit sih? Enggak sampe berjam-jam.” Rike mondar-mandir dari meja makan ke pantry, lalu ke meja makan lagi untuk meletakan piring berisi masakan yang sudah di buatnya.
Iqbaal cengengesan. Susu di gelas sudah habis. Namun sudut bibirnya menyisakan jejak putih dari susu yang dimunumnya. Karena terasa olehnya, Iqbaal menjulurkan lidahnya, menyapu setiap sudut bibirnya hingga bersih. “Kan takut di jalannya macet. Kadang masih pagi gini, perempatan deket sekolah Ale suka macet. Bikin bete.” Ujarnya. Lalu memakai jaket jeans biru langit, bukan jaket hitam kulit yang biasa ia pakai. Entahlah, Iqbaal ingin berpenampilan berbeda. Meski saat di sekolah nanti, jaket akan dilepas karena tidak boleh memakai jaket kecuali jika sedang sakit.
“Ale berangkat ya, Bun.” Pamitnya. Mencium punggung tangan Rike, mengambil helm yang dibawanya dari kamar sambil memutar kunci motor di jari telunjuknya.
“Le!” Rike kembali memanggil. Iqbaal memundurkan langkahnya dengan sebelah alis terangkat. “Nanti jangan lupa ya, anterin (Namakamu) dulu ke kelas. Bunda nggak mau lho ya gara-gara sibuk ngurusin pembukaan MOS, kamu jadi lupain (Namakamu). Ini hari pertamanya di sekolah. Jadi, jangan bikin kecewa oke?”
Well, hampir saja terlupakan. Sebenarnya masalah ini sudah dibahas dari jauh-jauh hari. Tentang (Namakamu) yang akan pindah ke sekolahnya, di awal semester kelas XII. Sekarang Iqbaal tahu kalau tanggungjawabnya akan dimulai dari hari ini, dan seterusnya.
“Iya, Bun. Ale nggak bakal lupa.”
oOo
Hari pertama, di sekolah baru.
Begitulah euforia mendebarkan yang (Namakamu) pikirkan ketika mendengar kalimat tersebut. Sama sekali bukan keinginannya untuk pindah ke tempat ini. (Namakamu) sudah terlalu nyaman dengan sekolah lamanya. Lalu Eyang dengan mudahnya mengatakan kalau ia harus pindah ke sekolah yang sama dengan Iqbaal. Katanya, kalau (Namakamu) satu sekolah dengan Iqbaal, akan lebih mudah untuk Iqbaal menjaganya. Laki-laki itu tidak perlu jauh-jauh menjemputnya ke sekolah ketika pulang. (Namakamu) sangat tahu kalau sekolahnya dan sekolah Iqbaal berlawanan arah. Tapi ya...mau bagaimana lagi. Keinginan Eyang sangat sulit untuk (Namakamu) tolak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Iqbaal
Fanfiction"I'm sorry, but you don't need to be chatty to get my attention. I love the way you being quiet, the way you smile, the way you care behind me..."