Langit memang sudah mendung sejak (Namakamu) meninggalkan rumah Inka. Tapi siapa sangka kalau ternyata di tengah jalan, hujan turun begitu deras sampai-sampai tidak ada pilihan lain selain mencari tempat berteduh.
Kebetulan ada sebuah mini resto dekat persimpangan jalan saat hujan memergoki mereka masih melaju di atas kuda besi. Tanpa pikir panjang, langsung saja Iqbaal membelokan motornya ke arah mini resto tersebut. Sampai di parkiran, (Namakamu) segera turun dari motor dan berjalan menuju sisi gedung yang terhindar dari guyuran hujan, dengan helm masih terpasang di kepala. Perempuan itu tertawa seraya mengulurkan tangannya pada Iqbaal yang masih berada di atas motor. Terlihat begitu kesusahan ketika hendak mencabut kunci. Mungkin laki-laki itu panik karena hujan mengguyur semakin lebat, membuat bajunya semakin basah. Tapi tak lama setelahnya, Iqbaal datang menyusul berteduh pada sisi gedung.
“Yah, basah deh kita.” Giliran Iqbaal yang tertawa. Menyadari kalau bukan hanya dirinya yang basah kuyup, namun juga (Namakamu). “Maaf ya.” Katanya. Seraya melepas helm.
“No need sorry. Lagian siapa yang tau sih kalo bakal turun hujan gini?” Berusaha menguntai sebuah senyuman supaya Iqbaal tidak perlu merasa bersalah. “Mending ke dalem yuk? Aku laper nih. Sambil nunggu hujan reda, mending kita makan.”
Setelah helmnya terlepas, Iqbaal menyambut uluran tangan (Namakamu) yang sengaja menyodorkan tangannya meminta untuk digenggam. Lalu membiarkan tunangan rasa pacarnya itu untuk menuntunnya masuk ke dalam. Iqbaal suka ketika (Namakamu) menggenggam tangannya. Hangat langsung menjalar di sekujur telapak tangan. Tak peduli seberapa basah tubuh mereka, hanya dengan sebuah genggaman, Iqbaal seketika merasa hangat kembali. Pun hatinya yang ikut terbuai dalam kehangatan yang tercipta.
Alunan live music menyambut indera pendengaran keduanya. Suara berisik dari pengunjung yang datang, rupanya tidak menenggelamkan suara speaker yang sedang menggemakan nyanyian seseorang di atas panggung sana. Cukup membuat Iqbaal terkejut kalau ternyata mini resto ini menyimpan banyak pengunjung di dalamnya. Sangat terkecoh dengan luas gedung yang jika dilihat dari luar tidaklah seberapa.
“Silahkan, Kak. Di sebelah sana masih ada kursi kosong untuk dua orang.”
Seorang waitress tiba-tiba saja datang di hadapan seolah-olah mengerti akan kebingungan di kepala Iqbaal dan (Namakamu) saat melihat suasana resto yang begitu ramai. Sempat berpikir jika mereka tidak akan kebagian tempat duduk. Rupa-rupanya masih ada meja kosong untuk mereka duduki berkat arahan waitress yang berjalan di depan mereka. Dengan sebuah senyuman, (Namakamu) berterimakasih pada perempuan tersebut karena sudah menjadi dewi fortuna untuknya.
“Makasih, mbak.”
“Ini menunya dan ini order pappernya. Terimakasih.”
Setelah meletakan daftar menu serta kertas order di atas meja, waitress itupun pergi. Bersamaan dengan (Namakamu) dan Iqbaal sudah duduk pada kursi masing-masing meski rasanya sedikit tidak nyaman.
Bagaimana tidak?
Baju yang mereka pakai benar-benar basah. Bahkan jaket yang Iqbaal pakai pun basah sepenuhnya karena tadi sewaktu di jalan tidak cukup sigap untuk menghindar dari derasnya hujan. Terlebih (Namakamu) yang hanya memakai long shirt bermotif bunga tanpa menggunakan jaket atau sebagainya. Pasti (Namakamu) kedinginan. Meski tidak tampak di wajahnya.
Usai melepas jaketnya yang basah dan menyampirkannya pada sandaran kursi, Iqbaal menatap (Namakamu). Melihat gadisnya tengah sibuk mengeringkan rambut dengan tisu yang diambilnya dari kotak tisu di atas meja. Iqbaal jadi kasihan melihatnya. Baru pertama bertemu sudah kehujanan saja.
“Mau aku bantuin nggak?” Tawarnya.
(Namakamu) melirik Iqbaal tanpa berhenti mengusap-usapkan tisu pada rambut bagian depan supaya tidak terlalu basah. “Nggak usah. Aku bisa kok.”
![](https://img.wattpad.com/cover/156843254-288-k38996.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Iqbaal
Fanfic"I'm sorry, but you don't need to be chatty to get my attention. I love the way you being quiet, the way you smile, the way you care behind me..."