(Namakamu) terbangun ketika lampu kamar sudah menyala. Jendela di sisi kanan sudah tertutupi oleh gorden. (Namakamu) mengerjapkan matanya beberapa kali, mencoba bangkit, namun gagal. Tubuhnya lemas. Kepalanya terasa berat. Rasa nyeri masih bersarang disana. Kejadian tadi siang, saat di sekolah, kembali terbayang tanpa (Namakamu) minta. Berputar jelas di dalam kepalanya seperti sebuah roll film.
Suara gaduh dari luar membuatnya berpikir. Rumah Eyang tidak pernah ramai oleh langkah kaki yang akan menggema saat menaiki anak tangga. Atau suara orang bercanda dengan keras sampai menggetarkan gendang telinga. (Namakamu) langsung mengingat percakapannya dengan Iqbaal di UKS sekolah tadi. Saat ia meminta supaya Iqbaal tidak membawanya pulang dengan dalih tak mau membuat Eyang khawatir. Keinginannya dipenuhi Iqbaal. Kamar bercat abu-abu, dinding yang dipenuhi poster Greenday, pasti ini kamar Iqbaal. Kamar di rumah Eyang mana ada yang se-rocker ini?
"...nggak mau tau pokoknya sisain! Awas aja kalo enggak!" Bayangan perempuan menaiki anak tangga dengan bibir yang terus berbicara pada seseorang di bawah sana semakin mendekat. "Siap-siap jadi samsak!"
(Namakamu) diam di depan pintu kamar Iqbaal. Menunggu. Sampai Teh Ody menyadari keberadaannya disini.
"Eh, (Nam..)," Teh Ody setengah terkejut dan menyapa. "Hai!"
"Hai!" Balas melambaikan tangan. "Baru pulang, Teh?" (Namakamu) basa-basi.
"Iya nih, lembur mulu." Teh Ody membuka resleting tas. Mengaduk isinya untuk mencari kunci kamar. "Iqbaal ada di bawah, dek. Ke bawah aja. Lagi bantuin Bunda tuh dia." Lalu berdecak dan mendesis. "Maksudnya bantuin nyicipin masakan Bunda sampe abis. Mana bisa si ukulele masak."
Sementara sang lawan bicara hanya tertawa kecil sebagai respon.
"Bentar," Setelah kunci berhasil dibuka, Teh Ody menarik handle pintu lalu mendorongnya ke dalam. "ganti baju dulu sini. Teteh pinjemin baju. Masa ke bawah masih pake baju seragam gitu?"
(Namakamu) menundukan pandangan. Benar. Ia masih memakai baju seragam sekolah.
"Ale gimana sih? Masa enggak nyuruh pacarnya ganti baju dulu." Teh Ody menarik tangan (Namakamu), sesaat setelah cewek itu memberikan cengiran malu. "Ayo ah, masuk. Keburu Ale ngabisin makan malem."
oOo
Satu persatu kakinya menuruni anak tangga. (Namakamu) turun lebih dulu karena Teh Ody sedang mandi. Setelah membiarkannya lebih dulu memakai kamar mandi milik kakak perempuan Iqbaal itu. (Namakamu) benar-benar merasa segar. Badannya tidak lengket lagi. Baju-baju ini juga terasa pas di badannya. Teh Ody meminjamkannya sebuah sweater rajut round finger berwarna coklat, sebuah celana kain berwarna krem yang membuatnya tampak serasi. Pas sekali di badannya.
"Teh, ikannya tinggal seperempat lagi nih, gimana do-" Kata-kata Iqbaal terhenti saat tahu yang datang ke dapur bukanlah kakak perempuannya. "Eh sorry. Gue kira Teh Ody."
(Namakamu) tersenyum. Menarik lengan sweater yang memutari ibu jarinya itu dengan kuat. "Teh Ody masih di atas. Tadi giliran pake kamar mandi. Jadi ya gue duluan." Jawabnya mengangkat jempol ke belakang.
Iqbaal bergumam. Matanya menatap lekat (Namakamu). Tampak menarik dengan pakaian Teh Ody. Rambut hitam legam sebahu itu juga sudah rapi. Sengaja di urai yang membuatnya tampak lebih natural. Sekilas, Iqbaal memuji penampilan (Namakamu) malam ini, dalam hati. Egonya masih tinggi. Lalu mengambil ponsel di atas meja dan pura-pura sibuk memainkan benda pipih tersebut untuk mengalihkan perhatiannya dari (Namakamu).
"Gue duduk ya?" Tangan (Namakamu) menarik sebuah kursi. Tidak langsung duduk disana namun izin lebih dulu pada Iqbaal sebagai pemilik rumah. (Namakamu) sadar posisinya disini sebagai tamu. Jadi ia tidak bisa berlaku seenaknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Iqbaal
Fanfic"I'm sorry, but you don't need to be chatty to get my attention. I love the way you being quiet, the way you smile, the way you care behind me..."