PART 6 - SINCERE

4.2K 703 21
                                        

Iqbaal melangkah menuju UKS setelah mengurus laporan atas kejadian tidak mengenakan dari Icel, teman sekelasnya, pada (Namakamu), tunangannya. Dibantu oleh Tristan, Evan dan Benu, laporan mereka pun bisa diproses supaya Icel mendapatkan hukuman dari sekolah. Tentu saja perlakuannya pada (Namakamu) tadi sangatlah tidak manusiawi. Iqbaal sangat tahu bagaimana perangai Icel ketika di kelas. Sudah banyak kabar buruk yang beredar tentang cewek berkulit putih itu. Tapi yang terjadi hari ini adalah yang paling buruk. Rasanya buruk sekali melihat (Namakamu) harus kesakitan karena rambutnya yang ditarik kuat oleh Icel.

Akan Iqbaal pastikan bahwa ini yang terakhir. Tidak akan ada lagi kejadian dimana saling menyakiti antar sesama teman satu kelas. Meski ini bukan salahnya, Iqbaal tetap merasa gagal sebagai ketua kelas. (Namakamu) pasti mengalami trauma cukup berat, mengingat, selama ini (Namakamu) tidak pernah mendapatkan perlakuan buruk dari siapapun. Terdengar sulit untuknya mampu memaafkan Icel yang seperti menyimpan dendam kesumat pada (Namakamu).

“Minum dulu yuk. Biar lebih tenang.” Caca menyodorkan sebuah gelas berisi air mineral pada (Namakamu) yang terus saja mengeluarkan air mata.

Iqbaal baru membuka pintu ketika melihat (Namakamu) yang masih menangis dan menolak untuk minum. Fika dan Inka masih berada di sisinya. Mengelus pundak (Namakamu) yang masih bergetar hebat atas kejadian tadi saat di kelas. Dengan gusar, Iqbaal melangkahkan kakinya. Dalam hati ia terus merutuki diri sendiri. Ini semua salahnya. Kalau saja Iqbaal datang lebih awal, tidak akan begini ceritanya.

“Baal, (Namakamu) nangis terus dari tadi. Kita sampe Bingung harus gimana lagi nenanginnya.” Caca melapor. Hatinya meringis melihat kondisi (Namakamu) sekarang. Dari tadi, ia, Fika dan Inka sudah berusaha keras menghentikan tangis (Namakamu). Tapi temannya yang baru saja mendapat perlakuan tidak wajar itu, terus saja menangis sampai Caca tidak tega melihatnya. “Bener-bener kurang ajar si Michel! Harus dikasih hukuman berat emang tuh anak dari sekolah! Sekalian aja di drop out biar tau rasa!” Maki Caca kesal.

“Ssst, Ca! Nggak boleh gitu!” Hardik Inka. Tangannya masih bergerak mengusap punggung (Namakamu) yang kini sesenggukan.

“Habis kesel gue, Ka! Malu-maluin klan cewek aja itu anak!” Ujarnya lagi, melipat tangan di dada sambil mencebikan bibir bawah.

“Kata BK gimana, Baal? Udah lapor ’kan?” Giliran Fika bertanya. Dengan pelan takut membuat (Namakamu) semakin terguncang.

“Kalian semua tenang aja, masalah tadi udah gue laporin ke BK.” Iqbaal menjelaskan. “Mungkin dua atau tiga hari surat peringatan bakal turun dan dikasihin langsung ke orang tuanya Icel.”

“Kok surat peringatan doang sih, Baal?” Caca kembali terpancing emosi. “Kenapa enggak ngeluarin surat drop out aja sekalian?”

“Gue juga belum tau pasti, Ca. Ngeliat kejadian tadi, gue rasa bukan cuma sekedar SP. Hukumannya kalo nggak hukuman sosial ya skorsing. Ya..kita tunggu ajalah sampe beberapa hari ke depan. Tunggu kabarnya dari gue.” Jelas Iqbaal tanpa ada lagi sahutan yang terdengar.

“(Nam..)? Tiduran aja ya di kasur? Biar makin tenang elonya.” Bujuk Fika sekali lagi.

Tangisannya sudah berhenti. Namun tubuhnya masih bergetar karena sesenggukan. Suaranya juga pasti tidak karuan akibat tangisan hebatnya. Jadi (Namakamu) hanya menggeleng, bersandar lemas pada bahu Fika yang sejak tadi menjadi sandarannya.

“Lo bertiga masuk kelas aja kalo gitu. Pelajaran Pak Wawan ’kan? Takutnya kelompok kalian ada yang disuruh presentasi.” Kata Iqbaal pada ketiga teman perempuannya. Pak Wawan adalah guru Bahasa Indonesia. Beberapa minggu lalu memang memerintahkan untuk membentuk kelompok presentasi. Masing-masing kelompok akan mendapat materi sesuai silabus, lalu akan dipresentasikan secara berurutan sesuai sub-bab yang diberikan.

Love, IqbaalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang