PART 20 - BEST GIFT

3.4K 583 46
                                        

“DORR!”

“Astagfirullah!” (Namakamu) terlonjak kaget ketika seseorang dengan jailnya menepuk pundaknya kuat. “Ih! Rese banget sih, Fik!”

Sang pelaku hanya tertawa-tawa tanpa mengindahkan omelan sekaligus tatapan tajam dari temannya itu. “Kenapa sih, mbaknya? Ngelamun mulu dari kemarin.” Fika menarik kursi kososng di sebelah (Namakamu). Lalu mendudukannya disana dan memperhatikan wajah kesal (Namakamu) dari samping seraya terkekeh. “Ciee...kangen Iqbaal ya pasti?”

“Apaan sih?” (Namakamu) melayangkan telapak tangannya pada lengan Fika di atas meja sambil melototkan mata. “Enggak ya! Jangan sok tau gitu deh! Udah ah! Gue mau ngerjain Fisika dulu, minggir-minggir!” Dengan gerakan mengusir, (Namakamu) menunduk, kembali sibuk dengan serakan buku di atas meja untuk kembali melanjutkan tugas Fisika yang harus dikumpulkan sepulang sekolah ini sebagai tugas pengganti karena guru pengajar berhalangan hadir.

“Yeh, mejanya lega kali, mbak. Santuy, santuy!”

(Namakamu) hanya mengangkat kedua bahu.

“Gabung kesana kek. Kita kerjain soalnya bareng-bareng. Daripada lo ngerjain sendiri disini, duduk sendiri. Iqbaal baliknya masih Senin lho kayanya.” Ujar Fika kali ini berbicara normal.

Ya, hari ini Iqbaal memang tidak masuk sekolah. Alasannya? Laki-laki itu dispen untuk mengikuti lomba karate sekaligus mewakili sekolah dalam lomba tersebut. Tidak ada pesan atau apapun yang Iqbaal tinggalkan untuknya pagi ini. Sekedar pamit pun tidak. Iqbaal benar-benar pergi tanpa sempat mengabari. Walaupun jauh-jauh hari (Namakamu) sudah diberitahu masalah ini, tidak bisakah laki-laki itu mengabari kalau dirinya akan berangkat ke Bandung? Setidaknya itu cukup untuk membuat (Namakamu) merasa tenang.

Benar-benar menyebalkan. Dua hari yang lalu Iqbaal memeluknya, mengatakan kata-kata manis yang sampai hari ini sanggup membuat jantung (Namakamu) berdetak gila. Lalu sekarang? Dengan mudahnya juga Iqbaal tidak memberikan kabar sama sekali. Memangnya memberi kabar harus pada orang spesial saja apa? Tidak ada ya jenis memberi kabar untuk teman dekat ataupun teman biasa? (Namakamu) sungguh tidak habis pikir.

“Iqbaal ngabarin lo nggak lagi dimana-dimananya?” Tanya Fika.

(Namakamu) menggeleng cepat. Tiba-tiba saja dia merasa gendok. “Nggak. Ngapain juga harus ngabarin gue?”

“Kan kalian deket.”

“Cuma temen biasa.”

“Temen juga bisa jadi lebih, (Nam..).” Balas Fika tak mau kalah.

Be friend is better!”

“Tapi bener nih nggak ngasih kabar?” Fika bertanya lagi. Yang langsung dijawab anggukan oleh (Namakamu).

Fika semakin menunduk untuk melihat wajah (Namakamu) yang sedang menulis. “Sama sekali?”

(Namakamu) menghela napas, “Fik,” ujarnya serius lalu menyimpan pensilnya di atas buku. “gue cuma temen sebangkunya, temen biasa yang enggak akrab-akrab banget sama Iqbaal dan dia nggak ngabarin gue sama sekali. Bagian mana dari kata-kata gue yang nggak bisa lo pahami? Kalo niat lo diem disini cuma buat nanyain Iqbaal, kenapa nggak lo sendiri aja yang tanyain ke dia? Lo punya LINE-nya ’kan? Gue udah pusing ngerjain soal Fisika, ditambah pertanyaan-pertanyaan dari lo yang nggak berbobot dan harusnya lo udah tau sendiri jawabannya apa. So, please, give me a peace to do my works well till the finish. Could you?”

Melihat (Namakamu) yang memohon seperti itu, Fika tidak ada alasan lagi untuk terus duduk disini dan membuat (Namakamu) merasa terganggu dengan kehadirannya. Ya, mungkin temannya itu hanya merasa badmood saja sampai tidak mau meladeni candaannya sebagaimana mestinya.

Love, IqbaalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang