PART 8 - COMPROMISE

4.7K 671 16
                                        

“(Nam..), kata nyokap lo-” Iqbaal menahan kalimat yang nyaris keluar di bibirnya begitu melihat (Namakamu) yang terlihat kesakitan di atas kasur dengan kaki meringkuk. “astaga! Lo kenapa?”

(Namakamu) hanya bisa meringis seraya mencengkeram perutnya yang terasa sakit seperti di tusuk-tusuk. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. (Namakamu) memejamkan matanya erat sambil mendesis menahan rasa sakit di perutnya. Pertengahan bulan selalu menjadi tough-alert untuknya. Mungkin juga untuk perempuan-perempuan diluar sana yang sedang mengalami pre-mestrual syndrom di setiap bulannya.

“(Nam..)? Hei?” Usapan lembut di bahunya membuat (Namakamu) membuka mata perlahan-lahan. Bayangan wajah Iqbaal mulai tampak di pupil matanya. (Namakamu) pikir ia sedang berhalusinasi akibat menahan rasa sakitnya yang hebat ini. Tapi suara itu begitu nyata terdengar di telinganya. “Lo kenapa? Perut lo sakit? Bilang sama gue kenapa?”

“B-baal..” Bibirnya bergetar memanggil nama laki-laki itu. Lalu dengan refleks memegang tangan Iqbaal yang masih diletakan di bahu kanannya. “g-gue..gapapa.”

“Gimana bisa lo bilang baik-baik aja kenyataannya lo lagi kesakitan kaya gini?” Iqbaal mulai panik. Bergerak gusar di sisi kasur (Namakamu) lalu mengusap rambutnya kasar. “Oke, tunggu disini. Biar gue pang-”

“Nggak usah!” (Namakamu) mencengkeram tangan Iqbaal ketika laki-laki itu beranjak dari kasur. “Gue cuma lagi gejala PMS aja kok. Bukan kenapa-napa. Nggak usah bikin panik orang lain juga ah!”

“Serius?” Iqbaal memastikan pada (Namakamu) yang mengangguk lemah sambil mencoba tersenyum. “Ck, lo bohongin gue ya? Udah deh nggak usah ngeyel. Gue panggilin-”

“Beneran ih nggak papa!” (Namakamu) tertawa lalu mencoba bangkit sambil memegangi perutnya yang masih terasa nyeri.

“Bilang aja nggak papa terus tapi lo sendiri aja masih megangin perut kaya gitu!” Iqbaal menunjuk perut (Namakamu) dengan dagunya dimana perempuan itu meletakan sebelah tangannya disana. “Udah syukur gue peduli mau bantuin lo biar nggak sakit lagi-”

Dan lagi-lagi (Namakamu) memotongnya sebelum Iqbaal menyelesaikan ucapannya sendiri. “Makasih udah panik buat gue. Tapi itu hal biasa kok buat cewek tiap sebulan sekali.” (Namakamu) tertawa melihat wajah kesal Iqbaal. Tapi ia juga tahu kalau Iqbaal tidak benar-benar marah padanya. “Btw tadi lo mau bilang apa? Eh iya..sekalian dong gue mau minta tolong.” Katanya.

“Tolong apa?” Balas Iqbaal dengan tanya.

“Tapi lo mau bantuin gue nggak?”

“Apa dulu coba? Kalo aneh-aneh udah mutlak gue tolak.”

“Mintain itu dong...anu...” (Namakamu) malah bingung bagaimana mengatakannya pada Iqbaal.

“Apa sih? Minta makan?” Iqbaal menebak.

(Namakamu) menggeleng. “Bukan ih! Mintain pembalut ke Teh Ody maksudnya!”

“Ribet amat lo bilang pembalut segala aja kebanyakan mikir.” Iqbaal tertawa sendiri melihat gelagat (Namakamu) yang salah tingkah. Mungkin perempuan itu berpikir kalau Iqbaal akan merasa illfeel ketika dimintai tolong untuk mengambil pembalut milik kakak perempuannya. Padahal sewaktu SMP dulu Iqbaal sering disuruh Teh Ody untuk membeli keperluan must-have-every woman. Sekarang pun masih. Hanya saja terbilang jarang. “Udah, lo tunggu sini. Biar gue ambilin.”

“Serius lo mau ngambilin?” (Namakamu) menatap tidak percaya. Masalahnya ia meminta tolong hal privat seorang perempuan pada laki-laki yang baru dikenalnya seperti Iqbaal. Rasanya malu sekali. Tapi (Namakamu) juga tidak terlalu akrab dengan Teh Ody sehingga membuatnya bingung sendiri.

Love, IqbaalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang