PART 10 - STATEMENT

4.1K 664 32
                                        

Hari-hari terasa lebih membaik dari sebelumnya. Bukan berarti hari kemarin tidaklah menyenangkan. (Namakamu) hanya merasa kalau memang seharusnya ia berada disini. Bersama orang-orang yang sangat mengertinya, yang akan dengan senang hati membantunya jika dalam kesulitan. Meski (Namakamu) terbilang orang baru di sekolah ini, tapi (Namakamu) sangat bersyukur karena begitu di terima baik disini.

“Siomaynya abis nih, sisa tiga porsi doang. Gimana dong?” Fika datang dengan dua piring siomay bumbu kacang di tangan kanan dan kiri. Caca menyusul di belakang hanya membawa satu piring siomay saja. Keduanya melompati bangku panjang dengan perlahan sampai kedua kaki masuk ke kolong meja dan duduk nyaman seraya meletakan piring di atas meja.

“Ini punya siapa nih satu lagi?” Tanya Nadira yang sedang menikmati keripik balado.

“Ini?” Fika menunjuk piring satunya lalu ia geser ke samping. “Punya (Namakamu), Nad. Lo ’kan senengnya pesen kentang sama baso tahunya doang. Nggak suka siomaynya.”

“Siapa yang nggak suka siomay?” Tanya Inka penasaran. Sejak tadi fokus pada layar handphone.

Caca memanyunkan bibirnya menunjuk Nadira yang duduk di depannya. “Si Nanad nggak suka tuh. Aneh banget ya?”

“Idih baru denger gue ada orang pesen baso tahu siomay tapi nggak suka siomaynya.” Inka tertawa dan dibalas cengiran oleh Nadira. “Kocak banget elu, Nad!”

“Terus kalian pada pesen apa dong? Masa cuma gue, (Namakamu) sama Caca aja sih yang makan?” Fika merasa tidak enak karena tiga teman lainnya tidak memesan makanan. Hanya ditemani makanan ringan yang mungkin tidak cukup untuk membuat perut kenyang.

“Udah santai aja. Cuma liatin lo bertiga makan udah bikin gue kenyang kok!” Inka mengibaskan tangan kirinya membiarkan. Lalu kembali sibuk berselancar di dunia maya dan cekikikan sendiri seperti biasa.

“Makan aja makan nggak papa.” Sahut Nadira dan kembali melahap kripik singkong balado di tangan.

“Eh eh!” Caca baru melahap potongan siomay bumbu ke dalam mulut ketika ia mengingat sesuatu yang ingin diberitahu pada teman-temannya. “Icel beneran pindah.”

“Eh demi apa? Lu ngasih tau apa nanya nih?” Fika menatap Caca kaget sampai-sampai gerakan mengaduk siomaynya pun harus terhenti sejenak.

“Ngasih tau lah, Fik. Masa udah kelas 12 nggak bisa bedain mana yang nanya mana yang ngasih tau sih?” Caca geleng-geleng kepala.

“Kata siapa, Ca?” (Namakamu) membalas kemudian.

Nadira pun ikut menyahut. “Jadi yang kemarin itu bukan hoax dong?”

“Eh apa apa? Siapa yang pindah?” Inka terlalu sibuk dengan dunianya sendiri sampai-sampai tidak terlalu memperhatikan apa yang dibicarakan Caca.

Dengan cepat Fika menjawab. “Itu mantannya Caca pindah kesini terus dia gamon!”

“Sembarangan lo, Fik!” Caca memukul tangan ke udara seoah-olah ia sedang memukul Fika. “Itu si Icel pindah. Kalian pada buka ig nggak sih? Dia ’kan nge-sg foto surat gitu, ada tulisan-tulisan pindah gitu deh pokoknya! Mau gue reply tapi gendok gue masih belum ilang ke dia jadi ya nggak jadi.”

“Perasaan yang dijambak (Namakamu), yang masih gendok kok elo sih, Ca?” Tanya Nadira heran.

“Btw lo masih kesel nggak, (Nam..), sama Icel perkara kejadian kemarin?” Inka malah jadi penasaran tentang (Namakamu) pada Icel.

Perempuan yang sejak tadi diam-diam mulai menikmati satu porsi siomay pesanannya, menatap Inka lalu menggeleng yakin. “Udah biasa aja, Ka.”

“Beuh kalo gue jadi (Namakamu) udah gue samperin tuh rumahnya sekalian bawa jerigen isi minyak terus gue bakar rumahnya!” Balas Caca berkobar-kobar.

Love, IqbaalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang