PART 19 - EVERMORE

3.1K 556 28
                                        

Untuk pertama kalinya dalam hidup, (Namakamu) sangat bersyukur pada hari senin.

Apalagi ketika upacara tadi, ketua pelaksana pentas seni yang diadakan sekolah beberapa minggu lalu, mengumumkan siapa-siapa saja yang mendapatkan juara dan berhak menerima piala. Tentu saja grup akustik kelas XII IPA 2 mendapat juara pertama. Yang lantas mendapat sorakan meriah dari siswa-siswa lainnya begitu mengetahui salah satu personil grup akustik tersebut adalah si ketua OSIS. Lengkap sudah kemeriahan dan penutupan pensi di Senin pagi yang cerah ini.

“Tos dulu dong, guys!” Evan mengangkat telapak tangannya di udara yang kemudian mendapat balasan ‘tos’ dari teman-teman se-grup akustiknya. Rona kebahagiaan tampak sekali di wajah mereka. Sangat tidak menyangka kalau grup akustik mereka akan menyabet juara pertama.

(Namakamu) tertawa lalu melepas topi yang terpasang di kepalanya. “These would be my favorite part in my life for sure.” Lalu menatap keempat laki-laki di sekelilingnya, yang juga memancarkan raut kebahagiaan sama sepertinya. “Makasih ya karena kalian udah percayain gue buat pegang vokal. Jujur, gue bener-bener nggak nyangka bakal bisa menang gini. Seneng banget rasanya.”

“Eits, yang harus berterimakasih itu kita, (Nam..). Makasih karena akhirnya lo mau bergabung sama grup akustik kita.” Timpal Evan yang diangguk-angguki oleh Tristan dan Ergan.

“Yoi! Pesona lo emang mantul sampe bikin para juri ngasih nilai gede ke grup akustik kita!” Kata Ergan cengengesan.

Tristan mendelik sebal disusul Evan yang tanpa tedeng aling-aling menoyor pelan kepala temannya itu.

Sungguh, selama ini (Namakamu) hanya menyembunyikan bakat terpendamnya tersebut. Seolah dia pikir, tidak akan ada yang tertarik atau bahkan membutuhkan suaranya. Nyatanya, disini, di sekolah barunya, (Namakamu) justru diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman baru bersama mereka. Teman-teman terbaik yang pernah (Namakamu) temui.

“Makannya,” Iqbaal yang dari tadi berdiri di sebelah (Namakamu), merangkul bahu (Namakamu) dengan santai. “sekarang-sekarang lo nggak boleh lagi malu buat nyanyi di depan orang. See? Piala ini buktinya. Itu artinya, suara lo emang nggak diragukan lagi.” Lalu mengulas senyum yang kemudian menular pada sang lawan bicara untuk menguntai sebuah senyuman juga.

“Ekhem!” Deheman keras, lantang, yang sengaja dibuat oleh Tristan mengacaukan aksi saling pandang-memandang Iqbaal dan (Namakamu). “Yang jelas, kita harus selebrasiin kemenangan kita hari ini berlima. Setuju nggak?”

“WIH SETUJU DONG! YA KALI GA KUY!” Ergan paling semangat membalas.

Disusul oleh Evan dengan menggerak-gerakan telunjuknya. “Mantep nih! Rumah gue yak mumpung nyokap habis belanja banyak kemarin!”

“Wah, kalo kaya gini mah gue juga ikut dong.” Balas Iqbaal tertawa. Tangannya sudah tak lagi merangkul bahu (Namakamu).

“Gimana, (Nam..)? Ikut juga ’kan lo?” Tanya Tristan sambil menaik-naikan kedua alisnya.

“Gue? Ya pasti ikut lah!” Kemudian tertawa. “Masa gue vokalisnya nggak ikut sih? Gue di garis terdepan buat ngabisin makanan paling banyak deh pokoknya!” Ujarnya melipat tangan di dada seraya menampilkan ekpresi songongnya.

“Balas dendam nih yee?” Iqbaal tersenyum lantas mengusap-usapkan telapak tangannya pada puncak kepala (Namakamu).

Haah! Ternyata begini ya melihatnya bahagia?

oOo

Pokoknya selama hari Senin itu, (Namakamu) mendapatkan banyak ucapan selamat dari teman-teman sekelasnya. Terutama ‘geng rempong’ sudah pasti menjadi yang paling excited untuk memberikan ucapan selamat pada (Namakamu).

Love, IqbaalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang