"Hah?" Jina melihat Jaehwan bingung. Jaehwan mengacak rambutnya sendiri.
"Bukan kaya yang lo pikirin. Kalo lo ngga lepas baju basah lo sekarag lo bakal sakit, Na. Gue gabakal liat, lo percaya kan sama gue?" ucap Jaehwan mencoba meyakinkan Jina. Jina lagi lagi bersin, wajah Jina juga semakin pucat,
"T-tapi Jjaen" Jina masih belum sepenuhnya yakin untuk melepas pakaiannya. Ia percaya sahabatnya itu tidak akan melakukan hal yang tidak tidak kepadanya tetapi Ia juga tidak bisa melupakan bahwa sahabatnya itu laki laki. Jaehwan menghela nafas melihat Jina yang masih ragu. Jaehwan kemudian perlahan melepas kancing bajunya. Mata Jina terbelalak kemudian mengalihkan pandangannya.
"L-lo mau ngapain Jjaen?" tanya Jina sambil melihat ke arah api mereka. Jaehwan selesai melepas seluruh kancing bajunya. Ia kemudian mulai melepaskan ikat pinggangnya. Jina tidak berani melihat ke arah Jaehwan.
"Gue juga bakal lepas baju dan nutup mata gue, biar lo percaya kalo gue ga bakal ngapa ngapain dan bahkan ga akan ngeliat lo" kata Jaehwan sambil perlahan melepas celana jeans nya, meninggalkannya hanya mengenakan celana pendek yang Ia kenakan di dalamnya. Jaehwan kemudian menggantung pakainnya di tali panjang yang terikat diatas dekat dengan api mereka. Jina masih diam sambil menggigil, Ia tidak berani melihat ke arah Jaehwan sama sekali. Jaehwan kemudian duduk di lantai dekat api dan mengikatkan ikat pinggangnya untuk menutup matanya sendiri.
"Udah, sekarang gue gabakal bisa liat. Lo buka baju sekarang" ucap Jaehwan sambil menggosokan kedua tangannya untuk membuat tubuhnya sendiri hangat. Jina perlahan pelihat ke arah Jaehwan. Ia setengah terkejut ketika Jaehwan bahkan menutup matanya seperti itu. Namun Jina lagi lagi masih ragu. Jina mulai bersin sekali lagi.
"Na, please lo masa ngga percaya gue udah ampe kaya gini. Dari pada lo sakit ntar urusannya panjang. Jangan bikin gue lepas paksa ya" ancam Jaehwan. Namun Jina paham Jaehwan hanya bercanda dengan ancamannya itu. Setelah beberapa saat, Jaehwan mendengar Jina mulai bernjak dari sofa dan melepas pakainnya. Jaehwan hanya diam dan duduk ditempatnya. Setelah Jina terdengar duduk kembali di sofa, Jaehwan berpindah duduk ke dekat Jina.
"Siniin tangan lo" ucap Jaehwan. Jina menaikkan alisnya.
"Mau ngapain?" tanya Jina. Jaehwan menghela nafas.
"Lo tau kan Kakek gue jago akupuntur. Gue mau pijet biar lo ngga jadi flu. Buruan sini" Jaehwan mengulurkan tangannya. Jina ragu sejenak sebelum memberikan tangan kananya kepada Jaehwan. Jaehwan mulai memijat beberapa titik di punggung tangan Jina. Jaehwan memijat dalam diam, Jina pun juga tidak berniat untuk bersuara. Hanya suara gemuruh hujan dan peletikan kayu bakar yang menyelimuti keduanya. Setelah sekitar 15 menit, Jaehwan melepas tangan Jina.
"Sekarang kaki" ucapnya. Berbeda dengan sebelumnya, Jina tidak mempertanyakan apapun dan langsung menyodorkan kakinya ke arah Jaehwan. Jaehwan kemudian melanjutkan memijat kaki Jina. Jina hanya memandang kosong kearah api mereka dan menambahkan kayu bakar sesekali.
"Na" panggil Jaehwan.
"Hm?"
Jaehwan diam sesaat, dia sedikit ragu dengan apa yang ingin dia ucapkan "Kak Seungcheol... ngapain tadi?" tanya jaehwan perlahan. Jina menghela nafas. Mendengar nama Seungcheol disebut saja membuat hatinya lagi lagi merasa sakit yang luar biasa.
"Gue nanya kecepetan ya? Udah lupain aja. Abis ujan reda kita balik ke vila terus langsung balik ke bandung" kata Jaehwan menyudahi pertanyaannya sendiri. Ia kembali memijat kaki Jina dalam diam. Jina masih memandang kosong api mereka.
"Salah gue ya, Jjaen..." tanya Jina setelah beberapa saat. Suara Jina terdengar parau, Jaehwan sangat yakin kalau Jina sekarang pasti sedang berkaca kaca.
YOU ARE READING
Her Backpack
Hayran KurguMy very first story in Bahasa. Cerita klasik tentang hidup anak kuliahan dan deretan cowok (sok) gentle yang suka bawain tas Yoon Jina yang udah didoain sebagai penglaris oleh Kakaknya. Sekalian buat throwback masa masa kuliah atau buat kalian yang...