22. WISH YOU WERE HERE

338 12 0
                                    

When you're goneThe pieces of my heart are missin' youWhen you're goneThe face I came to know is missin', tooWhen you're goneThe words I need to hearTo always get me through the dayAnd make it okayI miss you~ Avril Lavigne - When You're Gone ~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

When you're gone
The pieces of my heart are missin' you
When you're gone
The face I came to know is missin', too
When you're gone
The words I need to hear
To always get me through the day
And make it okay
I miss you
~ Avril Lavigne - When You're Gone ~

***

Gedoran dipintu tengah malam, membuat Arsya terbangun dan segera membuka pintu kamarnya.

"Harries?" Tanya Arsya bingung.

Pasalnya ini tepat tengah malam dan Harries berdiri didepan kamarnya dengan wajah kakunya.

"What's wrong?" Tanya Arsya bingung.

Tubuh Harries berdiri kaku, wajahnya pucat pasi, napasnya berderu.

"Bokap lu kecelakaan."

Singkat namun dapat memutar balikkan dunia Arsya secepat kedipan mata. Tubuh Arsya oleng, namun Harries dengan sigap menahan tubuh Arsya.

"Pa-Papa dimana, Ries?" Tanya Arsya, air matanya sudah tidak bisa dibendung.

"Bokap lu di Bandung, nyokap lu udah duluan kesana, gue kesini buat ngasih tahu lu." Ucap Harries.

Ia menuntun Arsya untuk duduk dibangku dekat pintu kamarnya. Harries tidak mungkin membawa cewek itu kedalam karena ada Clara dan Gita didalam yang sedang tertidur lelap.

"Anterin gue kesana sekarang, Ries. Gue mau ketemu Papa." Ucap Arsya.

Air mata berjatuhan dipipinya tanpa bisa dicegah.

"Gue bakal anter lu kesana, tapi nanti pagi, gak sekarang. Kondisi lu gak memungkinkan." Ucap Harries memberi pengertian. Ia pun memeluk tubuh Arsya, menyalurkan kekuatan untuk cewek itu.

"Ada apa?" Tanya Clara sambil mengucek-ngucek matanya.

"Loh, Harries?" Ucap Gita sambil menunjuk Harries.

"Sya, lu kenapa?" Tanya Clara panik melihat Arsya yang menangis sesegukan didalam dekapan Harries.

Arsya melepas pelukannya lalu menyeka air matanya.

"Bokap gue kecelakaan." Ucap Arsya dan air matanya turun bertambah deras.

"Kok bisa?" Tanya Gita shock.

"Ya bisalah, Git. Pertanyaan lu deh kebangetan banget. Lagi kaya gini, jangan bercanda." Ucap Clara memperingati.

"Nanti gue jelasin." Ucap Harries yang dibalas anggukkan oleh Clara dan Gita.

"Anter gue sekarang, Ries. Gue mau ketemu Papa sekarang. Gue mau tau keadaan Papa gimana." Ucap Arsya sesegukan.

"Sya, tenangin diri lu dulu." Ucap Clara sambil mengelus punggung cewek tersebut.

"Emang Om Pras ada dimana?" Tanya Gita.

"Di Bandung." Jawab Harries.

"Inget kondisi lu, Sya, lu belum bener-bener sembuh, cukup bokap lu aja yang sakit, lu jangan." Ucap Gita.

"Mending sekarang lu tidur lagi, Sya. Besok pagi kita sama-sama ke Bandung." Ucap Clara.

Arsya diam sebelum menganggukkan kepalanya.

Arsya pun berdiri dan masuk kedalam kamar bersama Clara.

"Gue diruang tamu, kalau ada apa-apa panggil gue aja." Ucap Harries yang dibalas anggukkan oleh Gita.

"Gue perlu kasih tau yang lain?" Tanya Gita.

"Biar gue aja. Lu tidur, jangan sampe lu ikutan sakit." Ucap Harries sambil mengelus puncak kepala Gita lalu pergi menuju ruang tamu dan meninggalkan Gita dengan pipinya yang memerah.

***

Saat ini Arsya, Clara, Darrell, Erika, Farrell, Gita, Harries, Ilana, Jonathan dan Leonard sudah berkumpul dirumah Arsya. Mereka berencana untuk ke Bandung, melihat keadaan Papa Arsya.

"Bayu masih gak ada kabar juga?" Tanya Arsya.

Nino menggeleng.

"Tadi sebelum kesini, gue kerumahnya, hasilnya masih sama. Katanya dia sempet pulang kemaren cuma pergi lagi gak tahu kemana." Ucap Nino menjelaskan.

Arsya mendesah kecewa.

"Yaudah kita jalan aja sekarang, takut macet." Ucap Clara yang disetujui yang lain.

Mereka pun masuk kedalam mobil menuju rumah sakit tempat Papa Arsya dirawat di Bandung.

Sepanjang jalan Arsya hanya diam. Pikirannya berkelana.

'kamu kemana, Bay?' Tanya Arsya dalam hati.

Ia memejamkan matanya, ada setitik air mata yang jatuh.

Ia sangat rapuh sekarang.

***

Sesampainya di Rumah Sakit, mereka langsung berjalan menuju ruangan dimana Papa Arsya di rawat.

"Ma." Panggil Arsya lirih saat ia melihat Mama nya sedang duduk didepan ruang rawat Papanya.

"Sya." Panggil Mama.

Arsya pun berlari kearah Mamanya dan memeluk Mama erat. Bahkan sekarang mereka sudah menangis tersedu-sedu.

Arsya melepas pelukannya lalu menghapus air matanya.

"Gimana keadaan Papa, Ma?" Tanya Arsya.

"Papa kritis, Sya. Tangan dan kaki Papa patah, 50% tubuh Papa luka, dan ada pendarahan di otak. Papa harus operasi. Dari semalem Papa belum sadar." Ucap Mama.

Tubuh Arsya lemas, dia langsung terduduk dilantai.

Ia membekap mulutnya, menahan isakan yang lolos dari bibirnya.

"Sya." Panggil Clara.

Clara langsung membantu Arsya untuk berdiri dan mendudukkannya dibangku yang tersedia.

Clara mengelus punggung Arsya.

"Arsya mau ketemu Papa." Ucap Arsya.

Mama mengangguk.

Arsya bangkit dan masuk kedalam ruang perawatan Papa nya.

"Pa." Panggil Arsya lirih namun tidak ada jawaban dari panggilannya.

Arsya berjalan pelan menuju brangkar.

"Papa kenapa bisa kaya gini?" Tanya Arsya lirih. Ia duduk disebelah brangkar Papa nya.

Banyak selang ditubuh Papanya. Dimulai dari selang infus, selang oksigen, selang makanan dan selang yang lainnya yang Arsya tidak tahu apa.

"Pa, bangun dong." Ucap Arsya.

Lagi-lagi hanya keheningan yang menjawab ucapan Arsya.

"Arsya tau Papa gak selemah ini! Bangun, Pa!" Ucap Arsya, suaranya naik satu oktaf.

"Papa jangan pura-pura tidur!" Teriak Arsya frustasi.

Semua orang yang mendengar suara teriakan Arsya hanya bisa menundukkan kepalanya. Tidak ada yang berniat untuk menenangkannya.





















TBC

***

29 Agustus 2018

GOODBYETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang