5 tahun kemudian...
Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, hari berganti bulan dan bulan berganti tahun. Selama itu juga banyak perubahan yang terjadi. Tentang melepaskan, tentang merelakan, tentang melupakan. Kita sebagai manusia memang tidak akan pernah bisa menghapus semua memori menyakitkan yang pernah kita alami, tapi sebagai manusia kita bisa menyimpan memori itu, menjadikannya sebuah kenangan yang terbungkus rapi di dalam ingatan.
"Udah 5 tahun, lu gak mau balik apa, Sya?" Ucap Erika. Saat ini mereka sedang melakukan video call.
"Gue belum siap, Ka." Ucap Arsya.
"Belum siap apa? 5 tahun gak cukup? Lu udah selesai kuliah 1.5 tahun yang lalu, terus bilang mau kerja dulu 1 tahun di Paris terus sekarang udah lebih 6 bulan dan lu gak mau balik juga? Mau sampe kapan, Sya? Dia udah tenang di sana dan seharusnya lu juga udah bisa lepasin dia. Lu gak bisa nyiksa diri lu terus kaya gini. Lu juga berhak bahagia dan gue yakin, Bayu di sana juga pengen lu bahagia." Ucap Erika dengan wajah memelas.
Arsya terdiam. Merenungi ucapan Erika. Ia sendiri pun bingung harus berbuat apa. 'Masih' ada perasaan tidak rela yang menggerogoti hatinya.
"I need more time, Ka." Ucap Arsya.
Erika mendengus.
"Terserah deh, gue mulai capek kasih tau lu, Sya. Jangan terlalu larut dalam kesedihan, ada seseorang diluar sana yang nunggu lu buka hati buat dia tapi bego nya lu gak sadar-sadar."
"Udah ah gue ada urusan sama bebeb, Bye." Ucap Erika lalu ia memutuskan sambungan telepon.
Arsya mendesah lelah. Memikirkan kata-kata Erika. Seseorang? Menunggunya? Siapa?
Memikirkan ucapan Erika membuat kepalanya berdenyut sakit.
Arsya bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air minum.
Sudah 5 tahun ia tinggal di apartment sederhana di Paris. Dia belum ada niatan sama sekali untuk kembali ke Jakarta. Ia hanya belum siap untuk mengingat semua memori dulu. Terlalu menyakitkan untuk di ingat kembali.
Tok tok tok
Seseorang mengetuk pintu apartment nya, disusul dengan suara bel.
Arsya bangkit lalu berjalan menuju pintu depan untuk membukakan pintu.
"attends." Ujar Arsya yang sebenarnya percuma karena apartment nya termasuk apartment kedap suara.
"quoi de neuf?" Tanya Arsya sambil membuka pintu.
Arsya terkejut melihat seorang cowok berdiri di depan pintu Apartment nya. Seseorang yang sudah lama tidak ia lihat, seseorang yang mengantarnya ke Bandara saat ia akan pergi ke Paris.
"Nino." Hanya kata itu yang keluar dari mulutnya.
Nino berdiri di sana dengan senyuman manis yang terkembang di bibirnya.
"Hi. Comment vas tu, Sya? Ça fait longtemps." Ucap Nino dengan senyum yang masih terkembang. Arsya hanya bisa terdiam menatap Nino.
"Hi. Kabar gue baik. Btw, masuk, No. Jangan berdiri aja di depan kaya patung Hokben." Ucap Arsya yang mengundang kekehan Nino.
"Mau minum apa?" Tanya Arsya setelah mempersilahkan Nino duduk.
"Apa aja." Ucap Nino lalu Arsya berjalan untuk mengambilkan 2 kaleng minuman soda.
Arsya meletakkan minuman tersebut dihadapan Nino lalu duduk disebelahnya.
"Btw, lu tau alamat gue dari mana? Soalnya seinget gue, gue gak pernah ngasih alamat gue ke lu." Ucap Arsya.
Nino tidak langsung menjawab pertanyaan Arsya. Ia membuka kaleng minuman tersebut lalu meneguknya. Setelah itu Nino menatap wajah Arsya. Tidak banyak yang berubah dari cewek itu, hanya tubuhnya yang terlihat sedikit lebih kurus dan cekungan dibawah matanya yang terlihat jelas.
"No, jawab pertanyaan gue." Desak Arsya.
Nino tersenyum lagi, "sebentar. Gue kangen sama lu." Ucap Nino sukses membuat pipi Arsya memerah.
"Apaan sih, No." Ucap Arsya memukul bahu Nino.
"Gue tau dari Erika. Selama 5 tahun ini gue selalu minta alamat lu ke dia tapi dia gak pernah kasih, ada aja alasan yang dia pake buat gak kasih alamat lu ke gue. Sampe satu bulan yang lalu gue kasih tau alasan gue minta alamat lu ke dia, Erika langsung kasih gitu aja ke gue." Ucap Nino.
"Sejak kapan lu di Paris?" Tanya Arsya.
"Seminggu yang lalu."
"Kenapa lu gak langsung temuin gue? Kenapa baru hari ini?"
"Gue cuma mau mastiin satu hal aja, Sya. Supaya kedatangan gue kesini gak sia-sia."
"Apa? Apa alasan lu?"
Hening. Nino tidak langsung menjawab pertanyaan Arsya.
"No."
"Gue sayang sama lu, Sya." Ucapan Nino membuat tubuh Arsya membeku.
"Sejak awal masuk SMA, gue mulai suka sama lu, gue terlalu pengecut buat nyatain perasaan gue ke lu sampe akhirnya gue malah ketikung Bayu tapi pas gue tau Bayu sia-siain lu, gue langsung bergerak. Seminggu ini gue mastiin apakah perasaan itu masih sama kalau gue liat muka lu, seminggu ini gue selalu ikutin kemanapun lu pergi, sebut gue penguntit tapi gue gak peduli karena pada nyatanya perasaan itu masih ada, terus tumbuh setiap harinya." Ucap Nino panjang lebar.
"Tapi No..." Ucap Arsya.
"Gue tau mungkin lu belum bisa lupain Bayu tapi tolong kasih gue kesempatan buat bahagiain lu, kasih gue kesempatan buat bikin lu sayang sama gue."
Arsya terdiam. Memikirkan semua ucapan Nino dan ucapan Erika tadi.
Jadi maksud Erika adalah Nino. Seseorang yang selalu menunggunya untuk membuka hati. Seseorang yang selalu sabar menunggunya. Kesabaran itu hari ini sudah tidak ada lagi, perasaan itu mendesak untuk dikeluarkan.
"No, lu tau, kita tau kalau gue belum bisa nerima lu." Jeda, Arsya sengaja menjeda ucapannya untuk melihat respon Nino. Ada kilatan kecewa yang terpancar dari wajahnya.
"Tapi gue minta sama lu untuk ajari gue merasakan cinta itu kembali." Nino tersenyum lalu memeluk Arsya dengan erat.
Arsya memang tidak pernah bisa melupakan semua kenangan tentang Bayu namun bersama Nino, ia akan membuat kenangan yang baru, yang lebih indah dan tak akan pernah bisa ia lupakan.
FIN
***
22 February 2019
***
Ini beneran selesai. Duh sebenernya tuh udah gak mau buat extra part Goodbye tapi entah kenapa tiba-tiba pas lagi kerja kepikiran Arsya sama Nino 😌 jadilah extra part ini 😄 gak tau ya kalian bakal suka apa nggak tapi aku berharap kalian bakal suka 😊 buat yang baca Nepenthe sama Errorist sabar ya, aku lagi sibuk kerja jadi belum ada waktu buat lanjutin cerita mereka 😌 udah ah cuap-cuapnya, yuk mari babay! 👋
Love,
Queen
KAMU SEDANG MEMBACA
GOODBYE
FanfictionSemua berubah secepat kedipan mata. Semua yang tadinya Indah berubah menjadi petaka. Semua yang ia miliki perlahan-lahan pergi. Sahabat, keluarga bahkan kekasihnya. Kehidupan yang ia jalani sangatlah berat, seakan-akan tuhan memberikan ujian hidup y...