• w a r n i n g ! •
"This is a work of fiction and written only for entertainment purposes. Names, characters, businesses, places, events, locales, and incidents are either the products of the author's imagination or used in a fictitious manner. Any resemblance to actual persons, living or dead, or actual events is purely coincidental. This book is not intended as a real and accurate depiction of the living characters that used. No part of this publication may be reproduced, distributed, or transmitted in any form or by any means, including photocopying, recording, or other electronic or mechanical methods, without the prior written,
permission of the author."•
"Ini adalah karya fiksi dan ditulis hanya bertujuan untuk hiburan. Nama, karakter, bisnis, tempat, acara, lokal, dan insiden adalah produk imajinasi penulis atau digunakan dengan secara fiktif. Setiap kemiripan dengan orang yang sebenarnya, hidup atau mati, atau peristiwa nyata adalah murni kebetulan. Buku ini tidak dimaksudkan sebagai penggambaran nyata dan akurat dari karakter hidup yang digunakan. Tidak ada bagian dari publikasi ini yang boleh direproduksi, didistribusikan, atau ditransmisikan dalam bentuk apa pun atau dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, rekaman, atau metode elektronik atau mekanis lainnya, tanpa izin tertulis sebelumnya dari penulis."
• s n b•
Dua pasang bola mata itu saling berpandangan.
Sepasang mata memandang dengan perasaan kecewa, marah, serta perasaan menyebalkan lain bercampur aduk menjadi satu. Sementara sepasang lain hanya membalas dengan sorot mata bosan dan jengkel yang tertahan.
"Ayah tidak menyangka kau akan bertindak sejauh ini," ujar sang ayah masih bertahan pada kekecewaan di matanya. Dirinya sudah tak peduli lagi jika nanti amarahnya meledak. Kesabaran sudah diambang batas.
Gadis itu memilih tetap menatap ayahnya penuh rasa jengkel yang membeludak. Meski dia sudah menjelaskan berkali-kali ayahnya tetap tidak percaya. "Itu bukan aku, Ayah. Kecelakaan," tandasnya tidak bisa diganggu gugat.
Nampaknya sang ayah tidak mau tahu. Pokoknya semua ini terjadi akibat putrinya yang selalu membuat masalah. "Ayah mencoba bersabar menghadapi sikap kekanak-kanakanmu tapi untuk kasus ini Ayah tidak bisa memaafkanmu."
Satu helaan napas panjang keluar dari mulut gadis itu. Disandarkannya tubuh itu pada dinding lorong rumah sakit yang dingin sambil bergumam. "Masih untung aku hanya menendang kakinya, bukan ginjalnya. Ck, si Itik itu memang lemah."
"Ini bukan pertama kalinya kau membuat Jimin dilarikan ke rumah sakit, Sacha!" ujar ayahnya gemas sendiri karena tak habis pikir gadis itu sama sekali tidak merasa bersalah atau bahkan menyesal.
"Oke, aku yang tak sengaja menumpahkan oli didepan pintu masuk gedung, Ayah puas?"
Gadis itu merenggut sudah cukup muak akan kecurigaan orang-orang di kantor ayahnya selama ini mengenai dirinya yang pernah membuat Jimin jatuh dari hoverboard sehingga lelaki itu tak sadarkan diri dan mendapat luka lebam di wajah serta cedera di bagian lututnya.
Satu catatan penting yang tak boleh dilupakan bahwa semua itu bukan sepenuhnya kesalahannya. Jimin yang mendadak muncul menggunakan benda tolol itu disaat Sacha sedang membenarkan rantai sepeda dan berusaha mencari sesuatu yang dapat menghilangkan oli yang tumpah berceceran.
"Lebih baik kau pergi saja," ujar ayahnya sudah duduk di kursi tunggu sambil melepas kacamata dan memijat pangkal hidungnya. Sudah pening kepalanya hanya memikirkan kejadian tempo lalu. Ditambah hari ini.
Merasa tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, Sacha berdiri tegak menuruti ucapan ayahnya. "Baiklah, lagipula apa yang aku harapkan dari Ayah di hari kelulusan ini."
Tepat ketika gadis itu sudah berbalik dan hendak mengambil langkah pergi. Suara ayahnya kembali menyahut, sukses membuatnya mengurungkan niat untuk pergi.
"Ke Amerika."
"Mwo?" tanya Sacha, dia yakin kalau tidak salah mengartikan kalimat ayahnya. Dia disuruh pergi ke rumah bukan? (Apa?)
"Pergilah ke Amerika untuk 5 tahun."
"Ayah tidak bermaksud membuangku 'kan?"
"Berkuliahlah disana, jangan ganggu pekerjaan ayah lagi. Setelah itu kau bisa kembali."
Sacha tersenyum tipis. "Kenapa tidak sekalian saja buang aku ke lubang segitiga bermuda agar aku tidak kembali selamanya."
Sang ayah tidak merespon, hanya melemparkan ekspresi terbilang sangat serius seolah perkataannya tidak main-main. Setelah itu bangkit berdiri lalu berlalu begitu saja meninggalkan Sacha hanya tertegun di tempat.
Inikah hadiah kelulusan yang diberikan ayahnya? Sungguh miris.
Untuk pertama kalinya Sacha merasa iri ketika membayangkan bagaimana teman-temannya merayakan hari berharga ini dengn enghabiskan waktu bersama keluarga mereka di sebuah mall, restoran, taman kota atau menyantap makan malam di rumah dengan perapian yang menyala.
Benar-benar berbanding terbalik dengan keadaan Sacha sekarang. Justru dia membenci hari kelulusannya.[]
Halo!
Selamat datang di cerita pertama aku yang ngebawain fanfiction tentang kpop dan salam kenal kepada pembaca baru hehe. Semoga kalian suka dan menikmati cerita ini. Oh ya, jika kalian punya pengalaman/pengetahuan/kritik soal apa aja tugas manajer artis boleh share dong disini. Barangkali akan sangat membantu buat referensi dan kelancaran cerita ini.Dan untuk kedepannya aku bakalan update seminggu dua sekali (insyaallah), ntah itu hari apa aja. Tapi gk tentu juga sih HEHE. So stay tune ya!
Sekali lagi salam kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sacha and The Bangtan
Fanfiction"Jika bukan karena dia putri Sejin-hyung, aku tidak mau terus dijajah oleh gadis menyebalkan seperti Sacha. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana nasib band kami ke depannya. Liat saja nanti."-Namjoon. "Menjadikan si Pembuat Onar itu sebagai manajer...