[04]

2.3K 190 6
                                    

[04-The Reason]

s n b.

Dalam semalam hidup Sacha sudah di jungkir balikan begitu saja. Niat kembali ke kota kelahiran hanya untuk berlibur dan meminta ayahnya berhenti dari pekerjaan menyebalkan itu lalu menghabiskan waktu bersama yang sempat terbuang sia-sia, dirinya malah ikut terjeremus ke dalam pekerjaan sialan yang tidak pernah disangka.

Padahal jika dia berhasil membuat ayahnya berhenti bekerja, Sacha akan bisa mendirikan sebuah kelab malam ditengah-tengah kota agar ayahnya tidak perlu lagi mencemaskan biaya hidup-yang selalu menjadi alasan Sejin lebih nyaman berada di kantor alih-alih rumah. Sudah waktunya giliran Sacha yang mencari nafkah dan membiarkan ayahnya menikmati masa tua.

Sayangnya, semua itu tidak berjalan sesuai recana. Dia malah diancam oleh ayahnya dengan ancaman konyol setengah mati. "Ayah akan pergi mencari ibumu jika kau terus membangkang Sacha," katanya saat Sejin sudah berdiri di depan toilet menunggu Sacha selesai mandi.

Gadis itu tentu saja tidak menduganya, masih mengenakan handuk serta rambut basah terlihat segar namun mendadak hatinya memanas. "Tidak boleh!"

Sacha yang menyebalkan berubah menjadi gadis penuh amarah.

"Oleh karena itu bantulah Ayah dan Bang PD-nim." Wajah penuh ancaman Sejin mendadak melunak.

Sacha melewati ayahnya dan duduk disisi ranjang. "Beri aku alasan kenapa aku harus menerima tawaran itu? Ayah tahu, aku tidak sebodoh itu dengan alasan hanya karena kau akan pergi. Padahal masih banyak orang-orang yang membutuhkan posisi itu selain aku."

Sejin diam untuk beberapa saat, pada akhirnya Sacha akan menyadari hal itu tapi sayangnya Sejin belum bisa menemukan jawaban yang benar-benar membuat putrinya puas. Untuk beberapa alasan yang tidak Sejin jelaskan dia memilih membuang muka seraya menjawab, "Kau akan tahu nanti."

Sacha membuang napas kasar. "Alasan Ayah sama sekali tidak menguatkan aku untuk tetap menerima tawaran itu."

"Sacha turuti saja, hmm?" Sejin menghampiri putrinya.

"Tidak," tolak Sacha langsung. Alasan dia kembali bukan untuk semua omong kosong ini. "Tidak bisakah aku ikut bersama Ayah, eoh? Aku kembali untuk meminta Ayah berhenti dan menyisakkan waktu untukku meski sedikit saja. Tapi kenapa Ayah justru membuatku tak pernah memiliki waktu denganmu?"

Sejin merangkul putrinya dengan perasaan bersalah yang membuncah. "Tolong mengertilah, suatu saat nanti Ayah berjanji akan terus bersamamu."

"Hentikan," ucap Sacha tersenyum pahit. "Aku sudah muak mendengarnya."

"Sacha," panggil Sejin pelan. Namun Sacha langsung berdiri, menjauh dari Sejin sambil menampilkan ekspresi datar. Gadis itu sedang mencoba menahan kekecewaan yang sudah biasa dia terima selama ini.

"Kapan Ayah akan berangkat?" tanya Sacha mengalihkan topik. Dia ingin cepat-cepat Sejin keluar dari kamarnya.

"Besok lusa."

Sacha mendengus, secepat itu? Wah ... dia menduga bahwa ayahnya memang sudah merencanakan semua ini dan yang paling menyebalkan adalah dia tidak tahu sama sekali apa alasannya.

"Padahal aku telah membuat rencana besar," beritahu Sacha tiba-tiba.

Sebelah alis Sejin terangkat, penasaran sambil mencoba menyesuaikan perubahan suasana hati Sacha yang cepat. "Apa?"

"Aku ingin mendirikan kelab malam di tengah kota."

"Oh astaga...!" Sejin kaget. Rasanya dia ingin memukul kepala Sacha agar putrinya sadar dan tidak terus menjadi gila. Namun dia pun tak sampai hati untuk melakukan itu, mau bagaimana pun Sacha merupakan putri kesayangan dan satu-satunya.

Sacha and The BangtanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang