[47—Speak Up]
s n b.
Malam pun tiba, Sacha dan Jimin berakhir duduk bersama di sebuah restoran dekat menara Namsan. Manajer Jigamae terpaksa pergi dan menitipkan Jimin pada Sacha sesaat setelah menerima panggilan masuk dari Manajer Hyunsoo. Lantas kesempatan itu diambil oleh Sacha dengan menggiring Jimin menuju menara Namsan.
Usai balapan sepeda keduanya langsung memesan makan malam di restoran Jepang. Lalu pergi melihat langit malam yang begitu luas tanpa adanya bintang maupaun bulan. Mungkin akibat awan mendung.
Ditengah hiruk-pikuk suasana restoran yang ramai oleh begitu banyak pelanggan. Ditambah malam ini merupakan malam minggu. Itu artinya besok akhir pekan, banyak orang menghabiskan waktu selepas bekerja atau disibukkan oleh urusan yang membuat kepala menjadi penat. Tadinya Sacha ingin mengajak Jimin melihat langit dalam ketinggian, namun mengingat begitu banyak orang berkeliaran membuat Sacha berpikir dua kali. Dia tidak mungkin membuat Jimin dalam masalah.
"Kapan album barumu rilis?" Sacha membuka suara usai menghabiskan semangkuk sup miso. Mendadak teringat member Bangtan lainnya begitu saja bila sedang berpikir hal yang random.
Jimin menyeruput teh hijau panas sekali sebelum menjawab; "Besok."
Sontak bola mata Sacha melebar. "Kau gila?" Sacha hampir saja menggeplak kepala Jimin jika saja tidak terhalang meja. "Kenapa kau santai begini? Bagaimana dengan yang lain? Apa kau kabur dari latihan hari ini?"
"Kenapa?" Senyum Jimin mulai mengembang sambil menatap Sacha. "Kau peduli padaku?"
"Ck, tidak juga!" Sacha langsung membalas.
"Lalu kenapa wajahmu panik begitu?"
"Tidak," Sacha menggeleng cepat.
Namun Jimin terus saja mendesak, sampai menatap jahil Sacha. "Lihat wajahmu merah."
"Hey berisik!"
Lantas Jimin berdehem. "Aku sudah izin pada yang lain. Jadi tak perlu khwatirkan besok. Lalu mau sampai kapan kau terus memanggilku tanpa sebutan Oppa?"
"Sampai kapan pun aku tidak sudi untuk melakukan itu."
"Kau itu pilih kasih!" Jimin mendengus. "Hanya kepadaku saja kau tidak menghormatiku sebagai yang lebih tua darimu."
"Lihat...." Sacha menatap tingkah Jimin yang berkebalikan dengan ucapannya. Pemuda itu habis menggerutu layaknya bocah. "...lihat, bahkan tingkahmu sekarang seperti bocah."
"Tidak mau tahu, ini perintah. Mulai sekarang kau panggil aku Oppa atau Jimin-oppa."
Sacha tertawa hambar. "Terserah, kau pikir aku peduli."
"Hey, Sacha, kau itu sudah kalah dariku."
Sacha mendengus sambil mendelik pada Jimin sebal karena sudah diingatkan kembali kejadian tadi siang. Sialan. Sejujurnya Sacha masih tidak menerima kekalahannya begitu saja. Bahkan dia meminta Jimin untuk mengulang, namun Jimin selalu saja mencari alasan yang membuat Sacha bungkam.
Disisi meja lain Jimin tengah tertawa puas dalam hati melihat air muka Sacha yang masam. Biarkan saja. Biar gadis itu tahu bahwa Jimin telah di perlakukan tak adil olehnya. Serta Jimin pun merasa puas melihat Sacha yang tak bisa berkutik atas semua perintah Jimin. Kapan lagi seorang Sacha bisa mengelak padanya?
Lalu keheningan mulai menyelimuti mereka berdua. Sacha kembali menyeruput minumannya, sementara pikirannya sudah pergi begitu jauh. Telepon Sejin satu jam lalu belum Sacha terima. Terlalu menikmati waktu bersama Jimin. Tak bisa di pungkiri bahwa dia bahagia sampai lupa bahwa besok adalah waktunya dia meninggalkan segalanya. Namun ketika mengingat waktu terakhir yang dia habiskan bersama Jimin. Seseorang yang tak pernah Sacha sangka, Sacha merasa tidak ingin pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sacha and The Bangtan
Fanfiction"Jika bukan karena dia putri Sejin-hyung, aku tidak mau terus dijajah oleh gadis menyebalkan seperti Sacha. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana nasib band kami ke depannya. Liat saja nanti."-Namjoon. "Menjadikan si Pembuat Onar itu sebagai manajer...