[12 — Shock]
s n b.
Sacha tak menyangka hotel yang akan ditempati merupakan hotel mewah dengan biaya seharga mobil sport untuk satu malam. Setelah menghabiskan perjalanan dari bandara menuju hotel selama satu jam lebih, akhirnya rombongan Bangtan sampai di sebuah hotel mewah sekitaran kawasan Hollywood.
Sacha menganga kala menginjakkan kaki di lobi, rahangnya hampir jatuh ke ubin. Dia tak percaya bahwa kesuksesan grup yang diasuh ayahnya itu akan menjadi seorang milyarder, mungkin, atau paling tidak semua keinginan mereka sekarang dapat terpenuhi dengan mudah. Bahkan Sacha dengar bahwa Hoseok kemarin baru saja membeli sebuah apartemen mewah di daerah Gangnam. Benar-benar tak bisa dipercaya.
"Sacha sudah beritahu para member?" Manajer Hyunsoo lekas menghampiri Sacha ketika dia akan check in untuk member Bangtan.
Sacha menatap Manajer Hyunsoo dengan tatapan tak percaya. "Hyunsoo-oppa, apa kau yakin kita tidak salah hotel?"
"Kenapa?" tanya Manajer Hyunsoo heran. "Tidak, kami bahkan sering menginap di sini ketika ada tur atau undangan acara penghargaan di Amerika."
"Bukan begitu," kening Sacha berlipat, mulutnya mengerucut hendak bersungut. "Maksudku, apa tidak keterlaluan menyewa hotel semahal ini untuk semua staf? Bisa-bisa bangkrut dalam sekejap."
"Biaya penginapan ditanggung oleh hotel sepenuhnya karena Bangtan masih memiliki kontrak menjadi brand ambassador."
"What the—" Sacha tak bisa berkata apa-apa lagi. Saking terkejutnya dengan kalimat Manajer Hyunsoo. Ia setelahnya menelan air liur dengan berat.
Jadi selama ini poster yang terpampang di sepanjang jalan beserta video Bangtan pada billboard raksasa yang mengiklankan hotel mewah ini, karena mereka adalah brand ambassador? Iklan itu bahkan membuat Sacha muak melihatnya sebab selalu muncul setiap hari di mana-mana. Sacha pikir mereka hanya akan bertamu ke hotel itu tapi ternyata ada sesuatu yang besar dibaliknya.
"Sudahlah, lebih baik kau beristirahat," ujar Manajer Hyunsoo sambil menyodorkan sebuah kartu untuk mengakses kamar.
Sacha hanya bisa mengangguk pelan, ekspresi wajahnya masih terlihat syok sekali. Pikirannya sekelibat membayangkan jumlah angka pada rekening member Bangtan dan ayahnya. Pasti lebih dari tiga digit. Benar-benar dunia mereka telah berubah. Jika tahu begini, selama dia tinggal di Amerika pasti dia akan meminta apartemen mewah kepada ayahnya dibanding apartemen dipinggiran jalan. Sial.
Berjalan lunglai memasuki elevator bersama penata rias. Tubuh Sacha rasanya lemas mendengar semua itu. Bahkan dia tidak menggubris sapaan dari beberapa staf. Sacha terus melamun membayangkan dompet setebal apa yang dibawa member Bangtan kemari, atau beberapa kartu kredit yang mereka miliki. Hingga dentingan elevator menyadarkan Sacha bahwa dia sudah sampai di lantai tempat kamarnya berada. Ia pun berjalan lurus melewati lorong demi lorong hingga sebuah suara nyaring memanggilnya.
"Sacha!"
Sacha tetap berjalan lambat, tak menggubris atau sekedar menengok. Dia mulai berpikir kalau dirinya merasa baru saja dikhianati. Pertama oleh Jung Hemi dan kedua oleh ayahnya. Bagaimana bisa Sejin bersenang-senang dengan uang begitu banyak sementara dirinya tersiksa oleh jutaan jurnal dan mata kuliah yang memusingkan.
"Kau kenapa?" Taehyung mendadak sudah ada di samping Sacha, pria itu berlari menyusul. "Terkena jetlag?"
"Eoh?" Sacha melirik Taehyung dengan pandangan orang tolol. Ia bahkan mulai memperhatikan pakaian yang dikenakan Taehyung, baru sadar bila pria disampingnya mengenakan pakaian produk terkenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sacha and The Bangtan
Fanfiction"Jika bukan karena dia putri Sejin-hyung, aku tidak mau terus dijajah oleh gadis menyebalkan seperti Sacha. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana nasib band kami ke depannya. Liat saja nanti."-Namjoon. "Menjadikan si Pembuat Onar itu sebagai manajer...