[37-Save Me]
s n b.
Sial. Semua ini salah dan teramat menganggu.
Jimin memijat pelipisnya sambil sesekali mendesah tak nyaman. Bahkan hari sudah berganti tapi kepala Jimin masih di penuhi pada hal yang sama. Semalaman bahkan dia tidak bisa tidur terus memikirkan kesimpulan melenceng yang di buat. Padahal Sacha tidak pernah berpikir hal aneh itu, tapi kenapa Jimin malah berpikiran ke sana?
Menaruh rasa pada Sacha? Wah, yang benar saja!
"Jiminie ada yang menganggumu?" suara Jin membuat Jimin mendongak. Sadar kalau yang lain sedang melakukan pemotretan dan Jimin malah santai duduk di sofa. "Kau sedaritadi menghembuskan napas seperti sedang memikirkan sesuatu."
"Eoh," Jimin tertegun mendengar ternyata helaan napas Jimin disadari oleh Jin. Semencolok itukah? "Tidak ada apa-apa, Hyung."
"Hei, kau akan terus duduk santai disana?"
Sebuah suara mengintruksi membuat Jimin langsung berdiri tanpa di perintah. Gelagat Jimin menjadi aneh saat Sacha melihatnya. Meski Sacha memberi Jimin tatapan kesal setengah mati karena pemuda itu sedaritadi dipanggil tidak menyahut. Jimin malah menganggap Sacha seolah tengah memergokinya sedang menonton film dewasa.
"Cepat ikut aku!" perintah Sacha. "Taehyung sudah menunggumu melakukan pemotretan. Kau seenaknya duduk santai."
Lagi-lagi diomeli. Tak tahu apa Jimin sedang berusaha keras membersihkan otaknya dari pikiran tidak jelas. Semua itu gara-gara gadis yang sedang berjalan didepannya. "Aku minta maaf, suaramu tak terdengar dari jarak yang begitu jauh."
"Alasan," tepis Sacha tak mau tahu. "Karenamu aku harus menuruni tangga hanya untuk menyusulmu."
"Apa itu sebuah beban?"
"Ya, kau itu beban bagiku. Menyusahkan."
"Menuruni tangga?" Jimin berhenti berjalan, memandangi punggung Sacha dengan mata Jimin melebar tak percaya.
Sacha terus berjalan tanpa tahu Jimin baru mulai kembali melangkah menyusul. "Menuruni tangga adalah beban berat. Energiku terkuras habis."
"Kau terdengar seperti Yoongi-hyung."
Jimin pun langsung bergabung bersama Taehyung di sebuah sofa. Mengikuti arahan fotografer yang sudah menunggu. Kendati begitu, Sacha berbalik badan usai mendengar ponselnya berdering. Nama Paman PD pun muncul di layar kaca. Awalnya Sacha mengernyit heran sebab tumben sekali Paman PD menelepon, biasanya jika ada apa-apa Manajer Hyunsoo yang dia telepon lebih dulu.
Bahkan Sacha bila ingin menelepon Paman PD harus bertanya dulu kepada Manajer Hyunsoo apakah Paman PD sedang sibuk seperti menghadiri rapat atau tidak. Sudah seperti presiden saja.
"Kenapa kau menaruh sesuatu di mejaku? Kau masuk ke ruanganku begitu saja?"
Paman PD tidak perlu berbasa-basi. Sementara Sacha sudah mendesah tak habis pikir. "Heol... Aku bahkan menaruhnya 2 hari yang lalu dan Paman baru melihatnya?"
"Kau mengirim CV orang lain untuk apa? Aku bahkan sedang tidak membutuhkan karyawan baru."
"Paman lihat-lihat saja dulu, siapa tahu tertarik. Orang ini sangat berharga untuk memajukan perusahaan Paman. Aku yakin Paman tidak akan menyesal."
Sacha dapat mendengar Paman PD mendesah tak percaya lalu detik berikutnya berdecik menyadari sesuatu. "Kau mencoba mempengaruhi Paman agar menandatangani surat pengunduran dirimu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sacha and The Bangtan
Fanfiction"Jika bukan karena dia putri Sejin-hyung, aku tidak mau terus dijajah oleh gadis menyebalkan seperti Sacha. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana nasib band kami ke depannya. Liat saja nanti."-Namjoon. "Menjadikan si Pembuat Onar itu sebagai manajer...