[45—Night and Home]
s n b.
Jimin tak menyangka bila dirinya akan sepanik ini kala melihat Sacha yang lekas menyeret kopernya keluar. Memang awalnya gadis itu sempat membuatnya jantungan namun setelah mendengar bahwa dia akan pergi ke rumah ayahnya, Jimin dapat merasakan sisa-sisa detak jantungnya yang perlahan kembali normal. Ketakutan itu perlahan meluruh.
Namun perasaannya belum benar-benar tenang sekarang. Malam telah tiba member Bangtan sudah sibuk dengan aktivitas lain. Sementara Jimin lekas mengambil jaket dan memesan taksi online tanpa berpikir panjang. Hatinya ragu apakah Sacha benar-benar pergi ke rumahnya atau hanya kebohongan belaka. Meski Jimin sempat percaya saja saat tadi sore namun setelah dipikir kembali Jimin harus menemui Sacha.
Ditambah sejak kejadian itu mereka berdua jadi jarang bicara. Terlebih Sacha jadi banyak menghabiskan waktu di luar apartemen.
Jimin memberi beberapa uang lembar pada sopir taksi sebelum keluar dan dihadapkan oleh pagar tinggi berwarna cokelat. Jimin langsung membukanya dengan tergesa-gesa lalu berlari melewati halaman dan menekan bel tidak sabar. Mengesampingkan apakah Manajer Sejin sedang di rumah atau tidak. Jimin hanya ingin melihat Sacha yang membukakan pintu.
Setelah menekan bel lebih dari lima kali akhirnya pintu dibuka memunculkan Sacha dengan raut wajah terkejut ketika melihat Jimin yang ada di depannya.
"Kau... —"
Jimin tak membiarkan Sacha bertanya lebih lanjut, tangannya membawa Sacha ke dalam dekapan. Kali ini rasanya benar-benar tenang. Melihat Sacha masih ada didepannya dengan berbalut kaus kebesaran dengan celana jeans selutut menandakan bahwa Sacha tidak akan pergi.
"Yak kau gila!" Sacha langsung meronfa meminta Jimin melepaskannya. Jimin sadar dengan apa yang telah dia lakukan langsung membiarkan Sacha lepas. Gadis itu memasang ekspresi sebal dengan mata menyipit tajam. "Dua kali, Jim. Dua kali!"
Jimin diam. Berusaha mencerna dengan apa yang terjadi. Detaknya jantungnya berdegup kencang kali Sacha menatapnya tajam dan kembali bicara, "Kau berperilaku kurang ajar! Apa otakmu terkikis?"
Jimin mengulum bibirnya sebentar, meredakan napasnya yang tersenggal akibat berlari. "Apa kau tidak merasa?"
Sacha mengkerut. "Apa maksudmu?"
Rasanya saat ini juga Jimin ingin mengatakan semua yang dirasakannya selama ini pada Sacha namun dia sadar ini bukan saatnya. Ditambah perutnya mendadak meronta minta diisi.
"Aku lapar." Jimin merasa tidak berdosa langsung menerobos masuk kedalam rumah disusul teriakkan Sacha yang mengusir Jimin pergi.
"Kau pikir rumahku tempat penampungan makanan gratis?" katanya terus mengekor Jimin ke dapur. "Ayahku juga tidak ada di rumah."
Jimin menatap Sacha sekilas sebelum membuka lemari bupet dan menemukan beberapa mie ramen instan disana. "Kalau begitu aku akan membayarmu nanti. Lagipula jika ayahmu tidak ada, ya sudah aku akan mengawasimu sampai ayahmu kembali."
"Kau bilang apa?" Sacha mendadak tidak bisa mempercayai pemuda didepannya.
"Tidak dengar? Aku akan mengawasimu."
Sacha mendesah tak percaya sambil menengadah menatap langit dapur sejenak. Lalu kembali memperhatikan Jimin yang tidak tahu diri itu tengah mengacak-acak isi dapur rumahnya. Sacha heran apa kepala Jimin sudah terbentur sesuatu sampai bersikap lebih menyebalkan begini? Mendadak muncul tanpa diundang dan sekarang mengemis makan padanya. Padahal Sacha sengaja keluar dari apartemen Bangtan untuk menghindari Jimin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sacha and The Bangtan
Fanfiction"Jika bukan karena dia putri Sejin-hyung, aku tidak mau terus dijajah oleh gadis menyebalkan seperti Sacha. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana nasib band kami ke depannya. Liat saja nanti."-Namjoon. "Menjadikan si Pembuat Onar itu sebagai manajer...