Part 3

271 38 15
                                    

Siang itu, ketika jam pelajaran kedua tengah berlangsung, sorakan histeris menggema di aula olahraga sampai terdengar keluar melalui celah pintu yang sedikit terbuka.

Seorang gadis yang baru saja dari toilet kebetulan melewati ruangan itu dan merasa tertarik karenanya, ia pun membatalkan niatnya kembali  ke kelas karena ingin menyaksikan keseruan yang ada dalam aula.

Gadis itu menjulurkan kepala untuk mengintip kegiatan olahraga yang sedang berlangsung dan ia melihat bahwa itu adalah pertandingan basket senior.

Tidak puas melihat dari kejauhan, gadis itu lalu menyelinap memasuki ruang olahraga. Gadis itu berdiri di dekat pintu masuk karena tidak mungkin ia bergabung dengan penonton lain terlebih mereka adalah seniornya.

Decitan sepatu mengiringi teriakan para penonton yang kebanyakan adalah kaum hawa. Ia sampai tidak bisa mendengar apapun lagi selain itu. Pertandingan yang tengah ditontonnya itu semakin seru walaupun ia tidak begitu mengerti aturan permainannya.

Ia melirik perolehan sementara yang menunjukkan bahwa pertandingan itu sudah berlangsung lama. Ia juga menyadari bahwa para pemain sudah mandi keringat di tengah lapangan.

Entah sejak kapan ia tertarik pada kegiatan olahraga sampai rela menghabiskan waktunya di sana. Atau mungkin sebenarnya ia tidak tertarik pada olahraga, tapi hanya sedang menghindari pelajaran hitung-hitungan yang menyakiti kepalanya di dalam kelas, jadi bisa dikatakan ia sedang membolos sekarang.

Di tengah pertandingan yang sedang berlangsung seru itu, nasib buruk tiba-tiba menimpanya. Bola basket yang diperebutkan terlempar begitu saja keluar lapangan dan mengenai wajahnya. Kejadiannya sangat cepat. Ia bahkan tidak bisa menjelaskan secara detail kenapa ia malah diam saja saat bola basket menyambar wajahnya dengan keras dan tidak menghindar.

Ia merasa pusing bukan main, sampai-sampai hanya ada dengung yang mengisi otaknya untuk beberapa detik. Kemudian ia menyadari bahwa orang-orang sedang melihat ke arahnya dengan khawatir.

“Park Hye Ra, sedang apa kau di sana?” Guru Choi selaku guru olahraga meneriakinya, namanya pun bergema.

Rasa pusing di bagian kepalanya pun langsung tergantikan dengan rasa malu yang luar biasa. Dan hal yang bisa dilakukannya hanyalah tersenyum konyol untuk meyakinkan orang-orang bahwa ia baik-baik saja.

Di saat yang bersamaan, sesuatu mengalir hangat melewati bibirnya. Ia mengusap bawah hidungnya dengan pelan, lalu mendapati cairan merah telah mengotori tangannya. Ia langsung menahan darah yang keluar dari hidungnya menggunakan punggung tangan.

Seseorang dari jauh berlari mendekat dan duduk di sebelahnya. Suara berat pun terdengar setelah kedatangan orang itu. “Angkat kepalamu!” katanya, terdengan seperti sebuah perintah mutlak.

Hye Ra langsung menurut. Saat itu bekas hantaman bola basket baru memberi tahunya jika dia sedang kesakitan. Ia bahkan bisa merasakan denyut jantungnya pindah ke hidungnya yang masih mengeluarkan darah.

Hye Ra terus membuka mulutnya agar masih bisa bernapas, dan ia yakin ia pasti terlihat sangat konyol sekali di sana.

Sebuah tangan membantunya untuk berdiri dan memapahnya meninggalkan ruangan. Hye Ra hanya bisa pasrah diajak pergi oleh penolongnya, sejujurnya ia memang ingin segera meninggalkan kerumunan.

“Dasar pemain amatiran! Awas saja jika sampai ketemu lagi!” Hye Ra merutuk di sepanjang perjalanan menuju UKS.

Setelah menelusuri koridor cukup lama, mereka masuk ke sebuah ruangan yang senyap dan berbau obat. Penolongnya menyuruhnya untuk duduk di tepi ranjang. “Ini!” Orang itu memberikan Hye Ra beberapa lembar tisu.

“Terima kasih,” kata Hye Ra tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya. Ia belum bisa mencari tahu siapa orang yang sudah mau meluangkan waktu untuk menolongnya itu, tapi ia akan segera tahu setelah ketidaknyamanannya terselesaikan.

Season 1 (Spring) : Whisper Sweet Nothings || ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang