Chloe terbangun di padang rumput hijau yang sangat luas dan indah. Chloe perlahan berdiri dan mengedarkan pandangannya ke segala arah. Chloe pun melihat sebuah kastil berwarna putih yang berdiri sangat kokoh dan megah dari kejauhan. Chloe mulai berjalan dengan kakinya yang tanpa alas itu menyusuri padang rumput menuju kastil.
Chloe memperlambat langkahnya untuk menikmati angin yang berhembus begitu menyegarkan itu. Dia merasakan kenyamanan pada kakinya setiap dia menginjak padang rumput.
Tiba-tiba seorang gadis kecil bersayap biru lewat dihadapannya dan terbang rendah dengan cepat ke sisi lain padang rumput itu. Dia berhenti sejenak dan membangunkan peri laki-laki bersayap biru yang terlihat sebaya dengannya. Mereka pun mulai terbang bersama menuju ke arah kastil.
Chloe mengejar mereka secepat yang dia bisa, hingga akhirnya mereka berhenti di depan pintu gerbang kastil yang sangat besar dan berukir bunga-bunga cantik. Mereka mulai terbang lagi saat pintunya terbuka.
Chloe mulai berjalan cepat melewati prajurit-prajurit Greenwood yang berdiri tegak di setiap jalan menuju pintu masuk kastil. Kedua anak kecil itu tidak masuk ke kastilnya, mereka berbelok ke belakang kastil dan berhenti di kolam air mancur yang airnya sebening kaca.
Mereka duduk di sana sambil bercanda dengan lucunya. Tiba-tiba dari kejauhan seorang wanita memanggil kedua anak itu. "Charlie, Chloe! Ke sini sebentar."
Kedua anak itupun langsung terbang ke arah suara yang memanggil mereka. Chloe tertegup keheranan saat melihat seorang peri wanita bersayap putih dan bergaun putih panjang.
Apakah itu ibu? –benaknya mulai bertanya-tanya. Chloe pun tanpa ragu berlari menghampiri peri itu, namun saat dia semakin dekat perlahan wajah peri itu berubah pucat dan bertaring seperti duyung vampir.
Chloe terkejut hingga terbangun dengan paniknya. Dia berteriak hingga menggema ke seluruh ruangan. Griffin pun muncul dengan cepat dari pintu ruang kamar itu.
Chloe tidak berhenti berteriak bahkan saat Griffin sudah memeluknya hingga saat Chloe merasakan pipinya mulai basah dengan air matanya sendiri, dia pun perlahan berhenti menjerit.
Napasnya mulai tersengal-sengal lagi, jatungnya berdebar tidak karuan. Keram di perutnya pun terasa lebih menyakitkan dari yang sebelumnya. Sekujur tubuh Chloe pun mulai gemetar dan berkeringat.
"Chloe! Chloe!" teriak Griffin di depan matanya.
Chloe masih tidak bisa mengendalikan jutaan rasa sakit yang menyerang tubuh dan pikirannya saat ini. Dia bisa menatap Griffin yang terlihat ketakutan di depannya namun dia tidak bisa menghentikan sakit yang membuatnya kehilangan akal sehatnya seperti ini.
"Bernapaslah dengan perlahan, Chloe!" seru Griffin yang berusaha menenangkan Chloe. "Perlahan! Kendalikan dirimu. Sadarkan dirimu. Lawan rasa sakitnya."
Griffin terus memegangi pipi Chloe dengan tangannya yang hangat. Perlahan Chloe mencoba melawan rasa sakitnya. Dia memejamkan matanya dan mulai mensugesti dirinya untuk tenang. Dia merasakan jatungnya yang berdegup tidak karuan dan mencoba membuatnya berdegup dengan normal.
Chloe perlahan membayangkan dirinya sedang berdiri di jendela kamarnya dan memandangi halaman rumahnya yang hijau dan rindang. Chloe melihat ayahnya di sana sedang yang tersenyum padanya.
Dari bayangan itu perlahan namun pasti, Chloe merasakan detak jantungnya mulai berdegup normal dan satu per satu rasa sakit di badan dan benaknya mulai lenyap.
Chloe pun membuka matanya yang berat dan menatap tepat di mata biru Griffin. Chloe mengertukan keningnya seakan ingin menangis. Griffin dengan cepat menenangkan Chloe dengan memeluknya lagi.
"Kamu sudah tidak apa-apa, Chloe. Kamu hidup," seru Griffin dengan lembut di telinga Chloe.
Chloe pun mengeratkan pelukannya pada Griffin, namun saat dia memeluk terlalu erat dengan tangannya, Chloe merasakan sakit dibekas gigitan duyung vampir. Chloe melepaskan pelukannya dan melihat lukannya yang terbalut perban bernoda darah.
"Gigitannya sangat dalam. Butuh waktu untuk menyembuhkannya," ujar Griffin.
"Apakah aku akan berubah menjadi duyung vampir?" tanyanya polos.
"Tidak," jawab laki-laki paruh baya yang tiba-tiba datang. "Griffin datang tepat sebelum racun Vamaid masuk ke dalam tubuhmu. Jadi, kamu tidak akan menjadi apapun. Kamu tetap dirimu."
"Vamaid?" tanya Chloe yang masih setengah sadar.
"Ya, Vamaid sebutan untuk duyung vampir di danau itu."
"Oh ya, terima kasih..." Chloe hendak menyebutkan nama laki-laki itu namun Chloe baru sadar kalau dia belum mengenalnya.
"Master Siff. Dia Alfa para warewolf."
"Terima kasih, Master Siff," ucap Chloe lirih.
"Aku akan datang lagi saat kamu sudah merasa lebih baik," seru Master Siff sebelum pergi dari sana.
Chloe masih tidak menyangka dia masih hidup setelah melewati banyak sekali maut yang hendak menjemputnya. Akar oak yang pernah menjeratnya masih berbekas di pergelangan tangannya.
Cekikan-cekikan Troy di lehernya masih terasa nyeri, bahkan mungkin akan meninggalkan bekas dan gigitan Vamaid yang mengerikan masih terasa sakit sekali di bahunya. Belum lagi di malam dia terjun ke laut untuk menyelamatkan Bella, Mia dan Alice. Chloe benar-benar telah melewati banyak sekali kegilaan yang seharusnya sudah membunuhnya saat ini.
"Aku sudah melewatkan kematianku, empat kali," gumamnya lirih. "Aku pasti sangat berdosa hingga ditolak kematian terus."
"Suttt..." Griffin berusaha menghentikan lanturan Chloe. "Kamu jangan bicara seperti itu, Chloe."
"Aku benar-benar lelah dengan dunia dongeng ini, Griffin. Aku sudah pasrah kalau di danau itu adalah hari terakhirku."
"Kalau kamu berpikir begitu, kenapa kamu meniup peluit itu? Kamu pasti masih ingin hidup, Chloe. Kamu hanya sedang kesakitan dan kebingungan sekarang. Lebih baik kamu kembali beristirahat saja."
Chloe melihat peluit pemberian Griffin itu masih tergantung di lehernya dan berkata, "seharusnya aku tidak meniup peluit bodoh ini," terdengar sangat menyesal.
Griffin pun tersinggung dengan ucapan Chloe yang tidak terduga itu. Griffin langsung berdiri dan meninggalkan Chloe yang sedang diselumbungi oleh banyaknya pikiran dan penyesalan.
Chloe terduduk dengan murungnya di atas kasur yang dingin itu. Chloe mulai resah dan gelisah dengan hari-hari mengerikan yang akan segera dilewatinya lagi. Chloe juga mulai merindukan teman-teman Voocord-nya bahkan merindukan kehidupannya yang normal sebagai manusia di Kota Springfield.
Dia merindukan segalanya yang tidak membuatnya kesakitan. Chloe pun perlahan meninggalkan kasur dan berjalan menuju pintu. Seakan sedang hidup di dunia sendirian, Chloe jalan begitu saja melewati Griffin dan dua anggota keluarga Griffin yang ada di sana.
"Chloe!" panggil Griffin.
"Biarkan dia keluar. Ikuti saja dari belakang," suruh si wanita paruh baya.
Chloe pun keluar dari rumah Griffin. Chloe melewati beberapa orang yang sedang lalu lalang di sana. Chloe tidak tahu ingin pergi ke mana tapi kakinya terus membawanya berjalan keluar dari keramaian. Seakan pikirannya telah dikosongkan, Chloe pun mulai tidak bisa merasakan hembusan angin di sekitarnya.
Telinganya seakan tertutup dan tidak bisa mendengarkan apapun. Derap langkah yang diambil oleh kakinya pun terasa menghilang. Perlahan pandangan Chloe mulai terlihat samar. Dia bahkan merasakan jantungnya mulai berdegup dengan lambat. Saat hampir menutup matanya, tangan Chloe digenggam oleh Griffin.
"Chloe," panggil Griffin dengan lembut memecahkan kekosongan pada benak Chloe. "Apa yang sedang kamu pikirkan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE MOON - Book 1
FantasyDi tempat Chloe Zayn Ginadio berasal, dunia terbagi atas 4 bagian. Daerah pertama yang merupakan daerah terbesar bernama Allwynds -negeri para manusia, kedua adalah Morque -negeri para penyihir, ketiga adalah Hanzels -negeri para peri, elves, dan pi...