Ariella Grace
Aku merengkuh Anna erat dalam pelukkanku. Apa yang harus aku katakan padanya... ia masih berumur enam tahun.. bagaimana dia bisa mengerti dengan apa yang sudah terjadi? Aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskan padanya. Aku melepaskan pelukanku dan menatapnya.
"Dengar mama ya sayang..." aku mengusap air mata yang membasahi pipinya.
"Jangan perdulikan dengan apa yang mereka katakan.. kamu masih punya mama, Alya, bibi Marie."
"Maaaaa... apa itu benar? Yang mereka katakan bahwa aku tidak punya daddy?" aku menghela nafasku berusaha menenangkan diriku sendiri, aku menatap mata birunya yang akan selalu mengingatkanku tentangnya. Anna sangat mirip dengannya bahkan aku dapat melihat rupanya di wajah Anna.
"Kita bicarakan ini di rumah ya?" ia mengangguk dan aku menggengam tangannya menuju ke mobil. Aku menoleh melihatnya yang masih terdiam memandang keluar jendela selama perjalanan pulang ke rumah.
Apa yang harus aku katakana pada Anna?? Aku memarkirkan mobilku dan Anna membuka mobil berjalan memasuki rumah dengan aku yang berjalan di belakangnya.
"Anna.. Mama sudah menelepon bibi Marie untuk datang kemari, Mama akan menjemput Alya di rumah sakit dahulu yah?" kataku.
"Maaaa.. mama bilang kita akan bicara tentang hal itu saat kita sudah sampai di rumah?" katanya memohon. Gosh! Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku masih memikirkan kata apa yang harus aku gunakan untuk menjelaskan ini semua pada Anna.
Aku mendekatinya, berlutut di hadapannya. Aku mengusap kepalanya dan mengusap pipinya lembut.
"Apa itu benar maa? Apa benar kalau aku tidak punya daddy?" tanyanya lagi.
"Tidak.. itu tidak benar, kamu punya daddy sayang..." aku menggeleng dan dengan jawaban itu aku dapat melihat senyuman di wajah sedihnya.
"Tapi.. dimana dia sekarang? Mengapa aku tidak pernah bertemu dengan daddy? Kenapa dia tidak tinggal bersama kita? Aku juga tidak pernah melihat wajahnya bahkan fotonya pun aku tidak pernah lihat, mama tidak pernah berkata apapun tentang daddyku." Tanyanya membuatku terdiam dan sedikit terkejut.
Aku meletakkan tanganku di atas bahunya.
"Sayangg.. ketika saat nya tiba nanti, mama janji, mama akan memberitahukan Anna semuanya yang Anna ingin tahu ya."
"Ku mohon mama.. beritahu aku sekarangg.. atau mereka akan selalu meledekku nanti."
"Sayangggg.. mama tidak bisaaa.. mama minta maaf ya.." aku berusaha menahan air mataku yang sudah berada di sudut mataku
"Ku mohon mama.. aku hanya ingin tahu lebih banyak tentang daddy." Air mata mengalir dari mata birunya yang sendu. Aku menghela nafasku dan berusaha untuk menahan air mataku, aku tidak ingin menangis di hadapan Anna. Aku hanya dapat terdiam menatapnya, kata apa yang harus aku ucapkan padanya, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan untuk menjelaskan semuanya.
"Jadiii.. sebenarnya apa yang mereka katakana itu benar... aku bahkan tidak tahu apapun tentang daddyku, sama saja artinya aku tidak memiliki daddy." Katanya menangis dan berlari meninggalkan aku ke lantai atas. Aku mendengar pintu kamarnya tertutup.
Aku menghapus air mata di sudut mataku dan dengan perlahan aku naik ke lantai atas menuju ke kamarnya. Apa yang harus aku lakukan? Aku bingung... Aku mengetuk pintu kamar Anna. Aku dapat mendengar ia menangis di dalam kamarnya. Aku tidak dapat menahan air mataku yang mengalir bebas membasahi pipiku... Mama, Adriana.. aku berharap kalian ada bersamaku saat ini...
"Anna... buka pintunya sayang" kataku sambil mengetuk pintu.
"Maafin aku mama.. tapi aku mau sendiri dulu ma.." katanya menangis. Aku menutup mulutku, menahan diriku untuk tidak terisak. Aku segera berlalu menuju kamarku, dengan tanganku yang gemetar, aku membuka laci di sisi tempat tidurku mengambil satu lembar foto yang selalu aku pandangi setiap malam sebelum aku tertidur.. Dia adalah satu-satunya pria yang ada di hatiku dan hidupku... ayah dari anakku..
"Apa yang harus aku katakana tentang kita, aku tidak tahu bagaiamana menjelaskan pada Anna atas apa yang terjadi?" aku merengkuh foto itu dalam pelukanku.
"Ariella... Apa yang terjadi? Pintu utama tidak tertutup di depan, apa kamu lupa menutup pintunya?" Marie, sahabat dan juga adik dari suami Adriana berdiri di muka pintu kamarku. Aku segera mendekatinya dan memeluknya erat.
"Marie... katamu benarrr... Annaa, anna bertanya padaku tentangnya.. aku aku tidak tahu apa yang harus aku katakan padanya. " kataku terisak dalam pelukannya.
Marie terdiam dan mengusap punggungku, menenangkan aku yang sedang menangis.
"Dia berhak mengetahui semuanya Arie.. seperti kataku sebelumnya.." aku menggeleng menatapnya.
"yaa aaku tahu.. aku tahu.. tapi dia masih berumur enam tahun Marie.. Apa yang harus aku katakana padanya? Haruskah aku katakana bahwa daddynya bahkan tidak mengetahui bahwa ia memiliki seorang putri? Aku tidak pernah bertemu lagi dengannya, aku juga tidak pernah memberitahukannya bahwa saat itu aku tengah mengandung.. Kamu tahu kan, aku bahkan mengetahui bahwa aku menandung ketika aku sudah meniggalkannya."
"tapi.. tapi kamu tetap harus memberitahukan Anna.. setidaknya biarkan ia melihat wajah daddynya walapun hanya sebatas foto.. mungkin hanya itu yang dia butuhkan saat ini Arie.."
Aku mengangguk menyetujuinya. "Aku harus segera pergi ke rumah sakit untuk menjemput Alya... ku mohon bantu aku jaga Anna ya, dia ada di kamarnya.." Aku mengusap air mataku dan segera berlalu meninggalkan Marie.
Anna Grace
Aku membenamkan wajahku di atas tempat tidur dan aku menangis disana. Ma... kenapa mama tidak mau memberitahukan aku tentang daddy? Aku hanya ingin mengetahui banyak hal tentangnya. Setiap orang memiliki daddy, bahkan mereka juga menceritakan padaku banyak hal tentang daddy mereka, sedangkan aku? Aku tidak memiliki hal satupun yang bisa aku katakana tentang daddy.
Aku mendengar suara ketukan pintu di kamarku.
"Anna... ini bibi.. bibi Marie.."
"Bibi.. anna mau tidur sebentar." Kataku menghapus air mataku.
"Bibi mau beritahu anna sesuatu.. tentang... tentang daddynya Anna?" seketika aku duduk dari tempat tidurku dan setengah berlari segera membukakan pintu kamarku.
"Bibi tahu sesuatu tentang daddyku?" tanyaku bersemangat.
"Yaaa.. bibi tahu tentang daddymu." Aku tersenyum dan menghapus air mataku, dengan segera aku menggandeng bibi Marie untuk masuk ke kamarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, Mom with (out) Daddy ( INDONESIA )
Romance"Mama..." Aku melihat Anna berjalan mendekat, aku menghapus air mata di pipiku dan tersenyum padanya. "Apa kamu terbangun di malam hari?" "Maafkan aku... maafkan aku mama..." katanya segera mendekati dan memelukku erat. "Maafkan mama juga sayang...